47(Raka)

73K 3K 157
                                    

Jalan-jalan di pasar

"Ayok Luna, lama banget." Omelku yang sedang menunggu Luna memakai sepatu.

Dia melempar batu kerikil di hadapanku sambil mendumal kesal. "Sabar kali!"

Pagi ini hari Jum'at, saya sengaja ngajak Luna ke pasar buat beli sepeda buat Luna. Gimanapun reaksi dia nantinya semoga nggak ngamuk mencak-mencak, hahah.

Omong-omong, minggu depan UAS sudah berlangsung, jadi Jum'at bisa dikatakan hari tenang untuk para muridnya.

"Yuk." Ucapku seraya merangkul bahunya.

"Lho, nggak naik motor?" Tanya Luna bingung

"Kan sekarang kita mau beli kendaraan buat kamu, jadi sekalian pulangnya pake itu aja." Ucapnya.

Matanya berbinar-binar menatapku, "Beneran? Kupikir cuma boongan." Pekiknya.

"Emangnya aku pernah bohong sama kamu." Kataku sedikit ketus, dia menatapku sebal, lalu memutarkan bola matanya, nggak pusing apa yah?

"Kamu tuh yah, selalu bohong sama aku."

"Masa sih? Tapi kayaknya Luna, rasa sayang aku ke kamu nggak bohongan deh." Kataku pelan

"Apa?" Luna ini teriak antara nggak denger sama kaget, padahal aku ngomong nggak berbisik lho.

"Lupain aja." Ucapku pelan.

Padahal niat hati mau jujur, tapi yaudahlah mungkin belum waktunya.
Saya meremas-remas ujung rambut Luna yang panjang lagi tebal, nyaman juga.

"Jangan jahil deh!" Protes Luna, aku terkekeh lalu mengelus rambutnya dari atas sampai bawah untuk merapihkannya kembali.

"Pak, pasar?" Tanya saya pada supir angkot yang berhenti di hadapanku, supir itu mengangguk sebagai jawabannya. Lalu kami langsung naik dan mencari tempat duduk yang masing longgar.

Luna duduk di sebelahku, sambil sesekali menatap di luar jendela yang belum panas, wajar ini masih pagi.

"Emangnya, mau beli apa sih?" Luna bertanya sambil telunjuknya mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil.

"Kan aku udah bilang rahasia." Kataku tegas, Luna langsung diam sambil menatapku kesal, hahah

Kami turun di depan  gapura pasar modern di kota ini, kebetulan jaraknya juga nggak terlalu jauh dari kontrakan, mungkin sekitar setengah jam naik angkot tadi.

"Emang ada kendaraannya di pasar?" Luna ini emang tabiatnya bawel, suka teriak-teriak sama suka nabok-nabok, dari tadi sebelum di jawab dia nggak habis-habisnya bertanya.

"Ada Luna, di belakang pasar, jadi kita jalan memutar aja." Kataku.

Saya sengaja ngajak Luna ke pasar biar dia tahu kondisi pasar itu kayak gimana, sekarang aja kami lagi jalan di jalan yang banyak genangan air bekas selokan yang bocor. Tapi anehnya Luna sama sekali nggak ngeluh. Padahal untuk gadis kayak Luna, yang selalu ke-mall kalau mau beli, yang selalu di kasih uang jutaan dalam sebulan, harusnya sih yah, ngeluh pas di kasih uang dua puluh ribu perhari, harusnya juga dia ngeluh karena sepatu putih bersihnya kotor karena jalanan becek.

"Kamu mau beliin aku sepeda kan." Ucap Luna agak ketus.

"Sok tahu ih."

"Iya tahu, dulu Papa ngajak aku ke sini buat beli sepeda Luna sama Kikis." Ucap Luna lagi.

Eh?
Owalah...udah tahu dia haha
Pantesan nggak ngeluh jalan di tempat kayak begini.

"Heheh."
"Ih malah ketawa." Omel Luna lalu mencubit perutku

Aku tertawa lepas, bukannya sakit justru yang ada malah geli.

Aku menggenggam tangannya dan segera masuk ke toko penjual Sepeda.

"Ada yang bisa di bantu?" Kata babang penjualnya. Pakaiannya penuh oli dan wajahnya cemong sekali.

"Eh, Luna yah?" Babang tadi memekik tatkala melihat Luna.

Luna tersenyum ramah, "Iya Bang." Katanya ramah.

"Mau beli apa nih?" Tanyanya sumringah.

"Sepeda Bang, nih yang mau beli bang." Kata Luna sambil menepuk-nepuk pundakku.

Aku tersenyum ramah pada babang tadi,

"Saya mencari sepeda yang cocok buat Luna aja deh, saya juga nggak terlalu paham betul sama sepeda." Kataku sambil menggaruk kepala.

"Lho, kan Luna udah punya sepeda perasaan mah." Babang tadi sempet terkejut, biar saya jelaskan, dia itu tubuhnya gemuk, rambutnya cepak berwarna hijau, bola matanya besar dan kulitnya itu putih.

"Hehehe, nggak apa Bang, dia mau ngasih hadiah katanya." Ucap Luna, ini saya baru pertama kali dia tersenyum terus saat berbicara dengan orang,  eh kedua deh.satu saat dia berbicara dengan Mama-ku, keduanya yah, ini.

"Yaudah, sini. Biar Abang tunjukin." Ucapnya.

Singkat cerita, saya dan Luna selesai membeli Sepeda, saya sih, nggak tahu jenis sepeda apa. Yang saya tahu ini Sepeda perempuan yang ada boncengannya sama keranjang di depannya, buat naro tas Luna.

"Terus?" Tanya Luna bingung

"Kamu yang naik, aku yang di belakang." Ucapku.

"Heeeh!maksudnya aku nge bonceng kamu gitu." Katanya sewot.

Aku mengangguk mantap.

"Nggak mau capek."

"Yaudah ganti-gantian." Kataku sambil menaik turunkan alisku.

Dia hanya menghela nafas, "yaudah." Ucapnya pasrah. Hahaha.

Dia mulai menaiki sepeda warna ungunya, lalu aku ikut duduk di belakang Luna sambil memegangi perutnya.

Dia mulai menggoes pedal Sepeda dan melajukannya pelan dan seimbang, dia sudah sangat lihai menggunakan Sepeda, padahal saya yakin badan saya ini berat tapi dia biasa aja tuh.

***

Kami berhenti di Masjid Agung dekat alun-alun, lalu Luna ku persilhakan bermain di Alun-alun dengan sepeda barunya sementara saya menunaikan solat Jum'at.

Selesai solat Jum'at, saya sempat membelikannya thaitea untuk Luna, takut degidrasi karena sejak tadi belum minum, aku melihatnya sedang duduk di keramik yang memang di peruntukan duduk. Lalu sepedanya dia letakan di depannya.

"Lun, Sela minta maaf karena udah buat Luna marah." Kata Sela, iya mereka sedang ngobrol berdua dan membelakangiku.

"Sela nggak perduli, Luna udah maafin Sela apa belum. Tapi untuk kali ini, Sela nggak mau mundur cuma karena Sela pernah buat salah sama kamu." Sela berucap lagi, saya nggak tahu reaksi Luna kayak gimana saat di omong gitu.

"Sela cinta sama Raka, Sela sayang sama Raka, dan aku nggak mau ngelepas Raka gitu aja. Bukan karena Luna pacarnya Raka jadi aku ikhlasin gitu aja. Sela mau berjuang." Seru Sela menggebu-gebu.

Bukan hati ini nggak tahu kalau cewek kurus berambut coklat sebahu itu menyukaiku. Bukan aku nggak peka kalau dia memang sudah menaruh harapan besar padaku.

Tapi sejak aku kelas sepuluh tahun lalu, Mama sudah bilang akan menjodohkanku dengan Luna.
Makanya, aku selalu ngehukum dia di sekolah biar dia benci dan menolak perjodohan ini. Bukan karena aku nggak suka Luna, tapi aku pengen lamar Luna kalau aku memang sudah benar-benar siap.

Iya, sejak awal, saya memang suka sama Luna. Eh nggak deh. Maksudnya sejak Mama ngasih foto Luna ke aku dan sejak aku belajar les tentang pernikahan di rumah sebelum dijodohkan sama Luna.

"Jadi, maaf kalau suatu hari Raka bukan lagi jadi miliknya Luna." Tutur Sela tegas.

Sela begitukah orangnya?
Tapi Sel, maaf. Sejak aku mengucapkan ijab qobul dulu, aku nggak pernah berniat buat main-main sama Aluna.

Saya meninggalkan mereka berdua, memberikan ruang berdua untuk mereka berbicara,meski saya sadar, saya sangat ingin mendengar jawaban Luna.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang