18

83.4K 3.7K 51
                                    

Guru les Luna

Saya pulang kerumah Luna jam setengah empat sore, karena tadi baru saja selesai ngajar les.

"Baru pulang kak?" Kikis bertanya, mulutnya tampak penuh dengan bronis. Saya tersenyum sambil menganggukan kepala.

"Dari mana? Kok Kak Luna pulangnya dari tadi, apa kak Luna bolos?"

Saya mendekatinya yang sedang duduk di pinggir kolam renang, iya di tengah-tengah rumah Luna itu taman yang ada kolam renangnya, mungkin kedalamannya hanya sekitar satu setengah meter saja.

"Kakak habis ada perlu tadi." Jawabku. Dia tampak tersenyum lalu menyodorkan kue Bronis yang ada di piring yang hanya sisa dua potong.

"Mau nggak? Kak Luna yang bikin." Tawarnya, saya sempet terkesima sebentar. Eh beneran dapet bikin Luna?

"Nggak deh." Kataku.

Dia memunculkan wajah menyelidiknya, eh entahlah pokok nya gitu aja.

"Rugi lho kak, Kak Luna itu masakannya enak." Goda Kikis.
Akhirnya karena rasa penasaran saya ikut menjumput kue Bronis di piring yang Kikis pegang.

"Enak kan, kak."

Saya tersenyum detik itu juga, benar rasanya sangat enak nggak kalah dari yang di coffe shope - coffe shope itu.

"Kak, kaka Raka pasti banyak fans nya yah? Wajah kakak itu kayak perpaduan Tionghoa dengan Indonesia. Putih nya nggak pucat, terus juga matanya mirip orang-orang Korea gitu lho." Cerocos Kikis.

Ini saya berasa di gombalin anak kecil tahu nggak sih, hahaha.

Kikis itu nama panggilan akrabnya, umurnya dua belas tahun kelas satu SMP, selain pinter ngomong, dia juga pinter dalam hal akademis nya. Buktinya dia sering mendapatkan Piala karena lomba cerdas cermat. Beda sama Luna, haha.

"Jadi, Luna ada di mana?" Tanyaku

"Di kamarnya, lagi belajar." Jawab dia, lalu meletakan piring di pinggir kolam renang dan mulai memainkan air.

Saya meninggalkan Kikis sendiri, lalu berjalan lambat menuju lantai dua.

Dulu, waktu ijab kabul, di laksanakan di taman belakang, halaman belakang cukup luas, ada beberapa pohon apel disana. Saya juga sempat tinggal di sini dua hari, lalu di rumahku sebelum pindah ke kontrakan dekat sekolah.

Saya sampai di anak tangga terakhir, di lantai dua ini hanya berisi tiga ruangan, entah ruang apa saja saya tidak terlalu tahu, tapi di sebrang kamar Luna ada satu ruangan besar dengan kursi-kursi kayu antiknya.

"Nah sampai sini sudah mengerti?"

Suara seseorang terdengar dari balik pintu, saat ku membuka knop pintu, disana ada dua wanita yang sama-sama sedang menatap ke arahku.

"Bu Marina?"

Suaraku lolos begitu saja saat melihat guru yang tidak asing ada di hadapanku.

"Hai Raka." Katanya tersenyum, tidak ada ekspresi terkejut sama sekali di wajahnya. Yang ada hanya seutas senyum manis yang tipis.

"Bu Marina sudah tahu?" Gumamku mendekati mereka.

"Baru tahu sih tadi, pas Aluna nunjukin foto kalian pas jadi penganten." Ujar Bu Marina.

"Gimana rasanya nikah sama murid kesayangan Ibu, Raka?"

Eh, murid kesayangan?

Bu Marina tertawa renyah.

"Masih inget nggak, dulu waktu kamu ikut OSN, ibu bilang punya anak murid yang cerdasnya ngalahin kamu."

Saya mengingat-ingat kejadian itu, benar tepat saat itu Bu Marina bilang begitu, dan Bu Marina juga bilang kalau saya dan murid kesayangnnya itu bersatu pasti akan jadi peserta nomer satu di OSN.

Tapi masalahnya, saya nggak nyangka kalau Aluna orangnya.

"Ibu lagi ngapain ke sini?" Tanyaku tanpa mau meneruskan pembicaraan sebelumnya.

"Kak Marina lagi ngajarin gue lah." Kata Luna sewot, dia menutup bukunya lalu meletakannya di meja belajar.

"Kak, di makan dulu kuenya." Ujar Luna lagi.

Bu Marina mengangguk lalu menyesap air mineral kemudian mengunyah Bronis yang Luna buat.

"Ngapain lo kesini? Sana keluar!" Luna mendekatiku lalu mendorong bahuku menuju pintu, saya menatapnya sekilas, lalu tepat di bibirnya.

"Kalau makan itu yang bener." Omelku, seraya membersihakan serpihan bronia di samping bibirnya.

Saya jadi ingat kejadian sepulang sekolah tadi, saat Luna balapan mobil itu. Nggak, tepatnya saat Luna sengaja mencium bibirku sambil berbisik saya akan di putuskan pacar.

Sebenarnya saya juga kurang mengerti, kenapa orang-orang mengira saya dan Sela pacaran, padahal yang deket sama Sela itu bukan hanya saya.

Ohya, omong-omong soal Sela, tadi dia tiba-tiba menamparku, entah karena alasan apa. Dan Bobi juga ikut-ikutan meninju bahuku. Beda halnya dengan Jaka yang justru penasaran aku ada hubungan apa dengan Luna.

Memang yah, Luna itu si Biang kerok.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang