33

75.6K 3K 24
                                    

Cctv

"Hukum tetaplah hukum Raka." Kata Bobi yang sedang menghukumku karena masuk telat.

Sebenarnya saya tidak tega meninggalkan Luna sendiri di rumah sakit, meski kondisinya sudah membaik tapi kayaknya dia masih sakit terbukti dia hanya diam saja saat aku mencium nya untuk membangunkannya.

"Iya Bobi, Iya." Ujarku. Lalu lari keliling lapangan.

Ini kali pertama saya kena hukuman, memang bener yah. Karma itu pasti terjadi.

Beberapa yang lewat menatapku terkejut, mungkin mereka mikir gini.

'ih, ketua osis kok di hukum.' pasti gitu.

Di tatap banyak mata kayak gitu buat aku mikir, gimana perasaan Luna yang sering di hukum kayak gini? Maksudku, aku yang di tatap kayak gitu berasa harga diriku sudah hilang. Dan gimana dengan Luna?  Apakah penting harga diri itu untuk seorang Luna? Entahlah, aku akan menanyakan ini nanti saat dia sudah sembuh.

"Udah kan, Bob." Ujarku, sambil mengatur nafas. Capek banget. Cuma lima putaran saja rasanya capek, gimana sama Luna yang biasa sepuluh putaran.

Benar yah, kita nggak pernah tahu kondisi seseorang sebelum kita merasakannya sendiri, jika saya pikir-pikir Aluna-ku itu perempuan yang tangguh.

Tapi, apa mungkin tangguhnya Luna ada kaitannya dengan masa lalu? Dalam Islam, saya pernah belajar jika seorang suami tidak wajib mengetahui masa lalu isterinya, dan si Isteri pun tidak wajib menjawab pertanyaan masa lalu yang di lontaran suaminya. Tapi saya ingin tahu, karena saya ingin benar-benar yakin dengan perasaan ini.

"Harga diri lo hilang." Bobi tiba-tiba saja berbisik demikian, lalu menyeringai.

Aku menghapus keringat di dahi.

"Lo masih marah sama gue?" Tanyaku, lalu raut wajahnya mendadak sangar. Saya tahu jawabannya seratus persen, dia masih marah.

"Kenapa lo masih deket sama Luna? Bahkan gue pernah lihat lo pulang bareng di mobil Luna. "

Karena gue suaminya, Bob.

Kataku dalam hati. Tapi kan, saya nggak mungkin bilang begitu.

"Lo udah tahu jawabannya, Bob." Kataku.

Dia tertawa sumbang, "Lo rusak persahabatan kita demi perempuan Ka, lo tahu gue suka banget sama Luna. Dan gue tahu lo itu peka sama perasaan Sela ke lo." Tuturnya.

"Lo emang bangsat, Ka!" Dia meninju dadaku sedikit kencang, aku reflek memegangi dadaku, sakit tahu.

"Maaf, " kataku saat dia berjalan pergi.

Ini memang sudah jam istirahat, aku hanya ke kelas untuk menyimpan tas, lalu menuju ke ruangan Bu Marina, ada sesuatu yang ingin ku cari tahu.

Aku mengetuk pintu, lalu membukanya perlahan. Disana Bu Marina sedang menulis sesuatu entah apa itu. Lalu tersenyum saat melihatku.

"Ada apa Raka?" Tanyanya,

"Saya butuh bantuan ibu." Aku-ku.

Wajah bu Marina mengkerut bingung.

"Boleh minta rekaman cctv pada hari Sabtu di lantai tiga, tepatnya di Aula?"

"Kamu di suruh siapa?"

"Saya ingin melihat kebenaran, Bu." Jawabku.

Aku menjelaskan jika Luna sedang sakit karena tertancap paku, aku menuturkan ingin tahu siapa yang dengan sengaja memasukan tiga paku payung itu di sepatu Luna.

Setelah semuanya jelas, aku justru bingung harus berbuat apa. Masa marah-marah kayak Luna? Atau masa aku balas hal yang sama?

"Freya, kelas dua belas Bahasa." Jelas Bu Marina.

"Jadi, setelah tahu apa yang ingin kamu lakukan, atau apa tindakan kamu?" Tanya Bu Marina.

Aku mengacak rambutku, lalu merapihkannya kembali saat kuingat kalau ini di sekolah, harus rapih.

"Awalnya saya cuma Penasaran siapa yang ngelakuin ini, tapi sekarang saya juga nggak tahu mau ngapain setelah saya tahu." Gumamku.

Bu Marina tersenyum kecil. "Mau kamu bales?"

Aku menggeleng cepat.  "Nggak mungkin Bu, saya nggak mau perbuatan seburuk itu."

"Em... Bu." Gumamku.

"Jangan bilang dengan orang tua Luna yah, orang tua Luna tahunya dia yang berbuat usil." Ujarku pelan.

Bu Marina tersenyum kecil sambil mengangguk. "Itu masalah rumah tangga kalian, kan." Katanya.

Di bilang masalah rumah tangga, entah kenapa saya jadi gugup. Benarkah saya ini seorang suami? Apa saya mampu jadi suami yang bertanggung jawab, dan apa saya mampu merubah Luna jadi Singa betina yang jinak?

***

Ummi menghampiriku saat aku duduk untuk mengikuti pelajaran sesudah istirahat.

Lalu memberikan kunci motor padaku.

"Boleh minta tolong nggak?" Tanyaku pada Ummi.

Ummi yang awalnya akan kembali duduk kini menatapku bingung, "apa?"

"Ekhem." Aku berdeham canggung.

"Gue kan, akhir-akhir ini tinggal di kontrakan dekat sekolah, lo boleh nggak bawain motornya, karena gue kesini pake mobil, gue nggak bisa bawa kedua-nya sekaligus." Tuturku.

"Kecuali kalau gue punya jutsu kagebunsin miliknya Naruto." Imbuhku.

Dia terkekeh "Boleh-boleh. Tapi Ntar lo anterin gue pulang yah."

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang