44

66.5K 3K 178
                                    

Raka

Tubuhku bergetar hebat, kakiku mendadak lumpuh, lupa cara nya untuk sekedar berdiri.

Saya terduduk di tanah, entah ada apa di bawah sana saya tidak berani menerka-nerka.

"Luna, sayang." Suara lembut itu, datang dari belakang, aku menoleh dan mendapati Raka dengan cahaya kuning karena senter kepalanya.

Dia mengela nafas, sambil berjongkok.

"Maaf yah, aku nggak maksud kayak tadi," katanya lembut.

"Aku cuma pengen kamu dewasa saja mengalahkan ketakutanmu, tapi nyatanya ini nggak sesuai sama apa yang aku harapkan." Katanya parau.

"Aku juga nggak maksud buat nyuruh kamu belajar dari Sela buat nggak ngomong kasar, ada alasan tertentu yang belum bisa aku bilang sakarang."

"Mau peluk?" Tawarnya.

Aku mengangguk

Lalu dia memelukku erat, sambil mengusap-usap punggungku.

"Yuk balik ke tenda lagi." Katanya

Dia merangkulku untuk berdiri. Lalu menggendongku dari depan.

"Takut, di belakang gelap." Cicitku.

Dia memposisikan diriku untuk berdiri, aku emang berdiri tapi masih melingkarkan tanganku pada lehernya, takut ini membuatku kehilangan tenaga.

Tiba-tiba dia mencium bibirku lembut, lalu melumatnya pelan, tangannya melingkar di perutku, sedangkan satunya menggenggam kepalaku jika takut terjatuh.

Lalu dia berjongkok untuk maksud menyuruhku berada dalam gendongannya.

Aku menurut, memeluknya sekuat tenagaku, lalu menyenderkan kepalaku di bahunya.

Aku sempat mencium leher putih Raka, dengan jakunnya yang naik turun.

"Luna, jangan menggodaku." Katanya parau.

Sekitar sepuluh menitan, kami sampai di tenda, disana sudah ramai orang menunggu kami dengan wajah cemas, terutama Indra.

"Luna nya kenapa?" Tanya Pak Habibi.

Aku hanya tahu suaranya, karena saat ini saya sedang memejamkan mataku, malu tahu, gini-gini aku juga punya malu.

"Nggak kenapa-kenapa si Pak, mungkin dia ketiduran tadi." Jawab Raka.

"Yaudah pak, saya ke Tenda UKS dulu yah." Raka berkata lagi,

"Soalnya kalau di tenda perempuan takut ada yang sedang ganti pakaian.

Raka berjalan, aku mengeratkan pelukanku, mungkin Raka juga sadar kalau saya cuma pura-pura tertidur.

Raka membaringkan tubuhku di matras tipis.

Lalu tiba-tiba ada benda kenyal dan dingin yang bersentuhan dengan bibirku, aku membuka mataku cepat, lalu menatap Raka yang sedang memejamkan matanya.

Raka membuka matanya, lalu menatap mataku, kening kami sengaja ia persatukan, lalu hidungnya sesekali menabrak hidungku pelan.

Tanpa suara, dia melumat bibirku lama, saat nafas ini hampir tersendak, aku buru-buru mendorong bahunya kuat.

Dia menatapku, lalu nafasnya tidak teratur seperti orang kelelahan. Gitu juga aku.

"Jangan kayak gitu lagi yah." Kata Raka berbisik.

Aku memajukan bibirku lagi, nyebelin harusnya yang jangan gitu lagi tuh Raka bukannya Luna!

"Ih, kenapa bibirnya di giniin, minta di cium lagi?" Godanya sambil memegangi bibirku.

Reflek, aku memukul tangannya yang jahil.

Dia tampak terkekeh, "yaudah aku keluar yah..." Ucapnya, lalu membuka resleting tenda dan keluar perlahan.

"Habis ngapain aja lo? Lama bener!" Suara kepo Jaka terdengar di gendang telingaku, kemudian orang paling galaj, paling nyebelin paling-paling pokoknya jawab dengan intonasi dinginnya.

"Habis cium Luna." Katanya datar,

Anjir, nggak ada malunya!

***

Jam sudah menunjukan pukul satu malam setelah insiden tadi yang dramatis, saya keluar tenda, lalu menatap sekeliling yang sedang asik melingkar di perapian, biar nggak dingin katanya.

Suara dentingan senar gitar terasa berirama, dengan suara lembut orang-orang yang bernyanyi.

Beberapa juga ada yang tidur-tidur cantik gelar tiker di samping tenda, ada Indra juga disana. Lalu tanpa ba-bi-bu aku langsung menghampirnya.

"Udah main drama nya?" Omel Indra, lalu menepuk-nepuk samping nya.

Aku ikut duduk di samping Indra yang tengah terlentang.

Lalu dia ikut duduk, sambil merangkul pundakku.

"Bukan salah gue yah." Omelku, Indra tampak terkekeh, "Lo itu masih aja kayak anak kecil ih." Gerutunya.

"Tapi lo tahu nggak, si Sela tadi sempet mau nangis karena lo dan Raka nggak balik-balik."

"Naaah, lebih dramatisan dia kali." Aku menanggapi, Indra tertawa sumbang.

"Sialan, temen bangsat kayak Sela itu emang hobi buat drama. Cocoknya jadi artis, bukan jadi Ilmuwan!" Katanya berapi-api.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang