50

68.1K 3.1K 114
                                    

Oh, gitu?

"Maaf."

"Maaf kenapa?" Tanya Indra datar

"Udah ambil Luna dari lo." Kataku pelan.

Sekarang, dia gantian memukul lenganku, "Lo pikir Aluna barang, apa!" Amuknya.

Aku terkekeh pelan. "Ya, tapikan. Mungkin rasa cinta lo lebih besar dari gue." Cicitku

"Kalau gitu, ya lo harus lebih serius dari pada gue." Jawab dia enteng.

"Tapi-

Ucapanku menggantung gitu saja, sedangkan dia tidak berusaha untuk memotong. "Lo nggak akan rebut Luna dari gue kan." Lanjutku.

Dia tertawa, tertawa kencang sekaligus sumbang.

"Lo udah mulai posesif anjir!" Pekiknya, lalu mengucek matanya karena berair.

"Ya gue setakut Luna kehilangan gue waktu Sela bilang gitu." Gumamku pelan.

Dia berdeham cukup keras, lalu tersenyum. Ini kali pertama aku lihat dia tersenyum.

"Lo nggak tahu si, sehancur apa Luna waktu itu, lo juga nggak tahu segimananya Luna coba biasa aja biar nggak sakit pas ketemu Sela." Gumamnya.

Aku mensifitkan mataku, "Hm... Gue cuma denger dari Luna, itupun dia cerita sambil sesegukan, jadi gue kurang bisa bayangin kejadian aslinya gimana."

"Waktu tahun kemaren, Luna kalau berpapasan sama Sela dia selalu nangis di kamar mandi, sampe kelas matanya udah betem. Sekarang Luna sudah tegar, sialan banget si Sela, udah berkhianat dan seolah-olah nggak tahu apa-apa, minta maaf aja nggak. Bangsat!" Maki Indra menggebu-gebu

"Eh, tapikan kemaren Sela udah minta maaf." Kataku

Dia menoleh ke arahku dengan tatapan paling sebal sedunia, lalu tiba-tiba menoyor kepalaku lagi, ini nggak Luna nggak Indra demen banget nabok orang.

"Minta maaf buat melakukan kesalahan yang lebih besar lagi." Serunya.

"Makanya, gue selalu bilang dari awal, jangan pernah deketin Sela, jangan pernah deket-deket sama Sela. Sela itu nggak seperti apa yang lo kira. Ucapan dia emang lembut, halus, manis tapi kelakuannya nauzubillah kalau udah kepengen sesuatu." Ucap Indra lagi, sorot matanya terlihat marah.

"Lo tahu banyak."

"Jelas, Sela itu anak tunggal, apapun yang dia mau selalu terpenuhi makanya makanya sikapnya kayak gitu. Jika aja dia bilang baik-baik kalau Luna nggak boleh ikut Olimpiade, mungkin Luna nggak akan ikut. Tapi dia melakukan dengan cara yang rumit dan dramatis, dan Luna jadi korbannya."

"Asal lo tahu, gue selalu sakit kalau inget Luna yang dua tahun lalu. Hancurnya parah banget."

"Lo tahu nggak kalau Luna pernah punya Trauma dan harus di Hipnotis ingatannya?" Tanyaku agak ragu.

Dia menatapku, lalu tersenyum "Nggak tahu," dia menggeleng.

"intinya Raka, gue ini nggak selalu tahu tentang Luna. Dan lo suaminya jadi harus tahu banyak hal tentang dia."

Satu hal yang saya yakini, Indra adalah seorang pria baik-baik yang cerdas dalam pemikirannya, kalau di lihat-lihat Indra ini tipe laki-laki yang perdulian sama temen, saya sih yakin, Indra ini sayang juga sama Sela, tapi mungkin dia masih marah.

"Gue minta, lo jaga Bulan baik-baik." Ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku.

Eh?

"Maksudnya Bulan apa?" Tepat saat saya bertanya, bel masuk berdenting sangat nyaring.

"Dahlah, udah masuk. Bebeb Luna pasti udah nyari." Katanya santai, santai banget dia ngomong  bebeb Luna. Nggak nyadar apa, ini aku suaminya lho, SUAMINYA tolong garis bawahi.

Eh tapi, emang saya berhak gitu cemburu sama Indra?

Indra melangkah pergi gitu aja, ini saya di tinggal sendirian di ruang Osis. Saya ikut bergegas berjalan keluar ruangan, nggak mau juga sendirian di ruang osis dengan segala tetek bengek yang ada di dalamnya.

Asal kalian tahu, ruang Osis ini sempit banget, makanya kalau mau rapat nggak pake kursi tapi duduk di lantai lesehan, percis kayak di Aula.

***

Sepulang ulangan, saya mendatangi ruangan Luna, dan menatap bangkunya sudah kosong, tidak berbekas.

"Nyari Luna?" Seseorang menoel bahuku. Lalu saya membalikan badan dan mendapati Jaka yang sedang tersenyum sumringah, Jaka ini emang tipe orang yang gampang senyum.

"Iya. Mana dia."

"Udah pulang, lo telat sih, gila banget dia paling cepet ngerjain soalnya." Ucap Jaka heboh.

Hem, saya menghembuskan nafas pelan.

Luna menghindar ternyata.

"Lo lagi marahan?" Jaka menatapku penuh selidik. Aku menatapnya malas "Nggak."

"Tapi kok, kayak orang marahan." Gumam Jaka lagi, saya meninggalkannya begitu saja, nggak berguna juga ngobrolin itu.

"Woy! Ketua osis kampret!" Jaka menggeram marah. Dan saya tidak perduli.

Sesampainya di parkiran saya langsung menggoes sepedaku cepat, ingin cepat-cepat bertemu Luna dan bilang kalau Ivan Raka Pratama juga menyayangi Aluna Ratu Az-Zahra.

Nggak perduli gimana reaksi orang-orang lihat cowok ganteng naik sepeda perempuan,nggak perduli juga di ketawain anak kecil lihat kakak kece naik sepeda warna ungu. Nggak mau denger juga ocehan temen-temen yang bilang ketua osisnya udah mirip perempuan.

Sampai suara klakson motor memecah konsentrasiku, motor Sela memblokir jalan di depanku, dia berhenti dan turun menghampiriku.

"Lho, katanya mau pulang bareng Luna?" Tanya Sela sedikit terkejut.

"Nggak jadi, Luna nya ngambek." Ucapku sambil mengatur nafasku, capek tahu!

Dia memincingkan matanya. "Ngambek? Karena kamu pake sepeda?" Tanyanya sedikit ragu.

"Mungkin." Kataku sekenanya.

Maaf, saya memang senang mengorek informasi, saya penasaran reaksi Sela.

"Hem... Luna emang gitu sih, dia matre." Ucapnya.

"Ohya?" Tanyaku seolah penasaran.

Kayaknya saya ini juga termasuk dramatis sih, hahah!

"Iya, diakan pernah punya pacar dan dia di putusin gara-gara matre."

Aku hanya ber-oh saja.

"Eh, maaf yah Ka. Aku nggak maksud jelekin Luna."

Saya mengangguk sambil tersenyum.

"Alan?"

Dia terkejut sekali saat saya mengatakan satu nama itu. Matanya menatapku syok

"Kamu tahu Alan?" Pekiknya. Saya menggeleng, "Nggak."
Dia menatapku lega sekali.

"Mantan dia Alan namanya, aku juga nggak kenal, tapi karena sekelas jadi aku tahu setiap hal tentang Luna." Ucapnya lagi.

"Yaudah Sel, gue duluan yah, dan makasih Informasinya, SANGAT BERGUNA." kataku sambil menekan kata sangat berguna

Sel, Aluna-ku itu kaya, orangtuanya kaya raya, tiap bulan di kasih uang sepuluh juta, dia nggak kekurangan apapun, jadi buat apa Aluna matre?
Bahkan di kasih uang dua puluh ribu perhari aja dia nggak ngeluh, meski awalnya sempet protes.

Temen-temen maaf, saya salah menulis. Harusnya UTS yah, bukan UAS. Ini tuh faktor udah kelamaan nggak sekolah jadi mendadak lupa, wkwk 😁

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang