Chapter 13 : Is it too late now to say sorry?

1.5K 109 7
                                    

Hai, Aku kasih lagi nih part di hari ini, hehehe.

Selamat membaca. Semoga suka ya?. Jangan lupa stay at home and tetep social distancing ya. Stay safe, everyone♥

**

Keduanya sudah ada di Rooftop hotel sekarang. Udara pagi hari di Fuzhou, menyambut mereka dengan suasana langit yang mendung, seolah mewakilkan perasaan keduanya.

Rian baru saja datang menemui Icha, berdiri dihadapan Icha yang sejak tadi hanya menunduk tanpa pernah memandangnya sekalipun.

Helaan nafas kasar dari Rian terdengar oleh Icha. Hingga Icha memberanikan diri memulai pembicaraan. "Mas, ada yang mau Icha omongin." ujarnya, masih dengan posisi menunduk.

"Soal apa?." tanya Rian dengan wajah datarnya.

"Soal........" Icha menggantung kalimatnya. Dia berniat jujur sekarang, berniat minta maaf pada Rian.

"Kalau soal kejadian kemarin, aku sudah tahu." sahut Rian.

Icha mendongakkan kepalanya menatap Rian. Seolah meminta penjelasan. "Kejadian kemarin?." tanya Icha sembari mengernyitkan keningnya.

Rian menghela nafas kasarnya, mencoba membuang emosinya dan rileks. Namun, tetap ada perasaan emosi didalam hatinya. "Aku udah tahu semuanya, Cha." tutur Rian mencoba tenang.

Icha menatap Rian. Apa yang Rian tahu?

"Kamu kepulau kemarin kan? Sama orang yang kamu sebut 'teman'?." tanya Rian dengan tatapan mengintimidasi.

"Dia memang temanku, Mas." sahut Icha lembut.

"Teman yang sebentar lagi akan menjadi pacarmu? Iya, kan?." tanya Rian.

Icha tidak menyahut. Icha masih menunduk, dan berusaha menahan air matanya. "Raka. Iya, kan?."

Bahkan Rian tahu nama Raka. Icha masih bungkam. "Aku selalu percaya sama kamu, Cha. Dengan semua yang kamu lakuin. Aku gak pernah curiga sedikit pun sama kamu. Aku selalu membebaskan kamu untuk melakukan apa yang kamu mau, tapi bukan seperti ini." tutur Rian.

"Berhari-hari aku nunggu kabar kamu yang sering hilang-hilangan. Kemarin, aku mati-matian coba menghubungi kamu. Nomor kamu gak aktif. Wajar, kamu di pulau." sambung Rian.

"Tapi bukan itu yang aku permasalahkan, Cha. Masalahnya, kamu kesana sama laki-laki itu. Laki-laki yang berusaha deketin kamu. Bahkan kamu gak bicara apapun sama aku." ujar Rian. Intonasi nya terdengar sedikit meninggi dan menggebu-gebu.

Icha masih bungkam, air matanya sudah menetes di pipinya sekarang. "Aku tahu, semua yang kamu lakuin pasti ada sebab nya.'' tutur Rian, kali ini nadanya merendah.

"Maaf kalau aku terlalu kaku. Terlalu dingin. Maaf kalau aku gak bisa jadi pacar yang kamu inginkan. Gak bisa ajak kamu kemana-mana. Gak bisa kasih kenyamanan buat kamu. Maaf kalau aku belum bisa bahagian kamu." tutur Rian. Icha mendongakkan kepalanya menatap Rian dengan air matanya yang berlinang.

Itu salah, Rian sudah jadi yang terbaik untuk Icha. Icha nya saja yang kurang bersyukur.

"Mas, kamu-"

"Video yang ada di social media, sudah cukup menunjukkan kedekatan kalian berdua. Hanya kejadian kemarin, aku gak tahu apa yang terjadi sebelum-sebelumnya." sambung Rian lagi.

"Aku gak akan salahin kamu. Perempuan gak akan mencoba berlari kalau laki-lakinya mampu jadi yang terbaik untuk dia." tutur Rian dengan nada yang merendah.

"Mas, gak gitu." ujar Icha sembari menggelengkan kepalanya.

Sekarang gantian, Rian tidak ingin menatap Icha, matanya menatap arah lain. "Icha minta maaf." ujar Icha diselingi sesegukan khas orang nangis.

Lucky (Rian Ardianto)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang