OS - Nine

1.3K 137 17
                                        

9.Quarrels and Wounds to Prilly

Siang hari tepat pada jam 13.00, Prilly mendudukan bokongnya dibangku kantin tepat berada dimeja paling depan. Bersama kedua sahabatnya Prilly nampak terlihat sedang memilih makanan yang mereka mau.

"Ban, gue pengen bakso extra samballl uwuwww," Syifa menatap Bani dengan semangat yang memburu. Sementara Bani mengangguk mengiyakan.

Prilly menepuk-nepuk dagu dengan jari telunjuknya, "Oke gue juga." Bani segera beranjak dari meja meninggalkan teman-temannya untuk memesan makanan mereka bertiga.

Saat sedang asik memakan makanannya, Prilly dikejutkan oleh suara gebrakan meja yang begitu lantang dan memekik.

Braggg!

"Gue harus ngomong sama lo!" Syifa yang sedang asik makanpun tersentak dan segera berdiri.

"Heh! Maksud lo apaan gebrak-gebrak meja ini?! Mau jadi preman sekolah?!" bentak Syifa tak tertahan.

Siswa-siswi nampak berkumpul mengerumuni meja yang Prilly duduki. "Udah Sippp!" Prilly menarik Syifa untuk kembali duduk bersamanya.

"Heh April! Lo tau kan Alex milik gue?! Kenapa masih lo ambil hah!? Lo harusnya sadar diri dan ngembaliin Alex sama gue!" Indah, gadis itu menatap Prilly tajam, tangannya sudah siap untuk menyerang rambut milik Prilly, namun sebuah tangan menghentikannya dengan tamparan.

Plakkk!

"Gue ga suka lo coba-coba kasar sama sahabat gue!" Syifa, gadis itu akan kembali melayangkan tangannya, namun kembali turun ketika Prilly menahannya.

"Sip, ini biar jadi urusan gue. Lo jangan ikut campur karena nanti predikat lo sebagai waketos akan tercoret dan dianggap ga baik sama satu sekolah."

Bani menarik Syifa menjauh, "Jagain dia Yo jangan sampe dia ikutan kesana!" Bani kembali melangkahkan kakinya menuju kerumunan itu lagi.

Bruggg!

Indah begitu tenang mendorong bahu Prilly, hingga dahi Prilly benar-benar membentur sisi meja kantin. "Gue udah bilang jauhin Alex tapi lo ga nurut!" desisinya tajam.

Bani segera menghampiri Prilly mendorong Indah menjauh lalu segera memeluknya. Dahi Prilly mengeluarkan banyak darah membuat Bani meringis kecil. Bani menatap ujung meja itu tajam, "Paku?" gumamnya.

"KENAPA DIKANTIN SEKOLAH BISA ADA PAKU?!" bentak Bani dengan mata terpejamnya.

Buk!

Lagi, suara itu terdengar lagi namun bukan terjadi pada Prilly melainkan Indah yang tidak sengaja didorong oleh Bani. Indah mengusap bokongnya pelan, melihat Prilly berdiri walaupun dibantu Bani, Indahpun ikut bangkit dan hampir mendorong Prilly lagi, tapi sebelum itu Bani mendorong Indah lebih dulu.

Lagi-lagi Indah menggerutu, walau dorongan Bani tak sekuat dorongan Indah pada Prilly, tapi percayalah bahwa itu sakit.

"HEHH!"

Indah menoleh kearah suara itu, mendapati Ali yang tengah menatap tajam Prilly. Indah tersenyum otak pintarnya tiba-tiba mengusulkan sebuah ide. Indah membantingkan tubuhnya kelantai kantin berpura-pura pingsan disana. Ia tahu kelemahan mantannya, kalang kabut jikalau melihat seseorang pingsan.

"Heh banci! Lo cowok kan? Ko beraninya sama cewe?" Ali menatap Bani sinis lalu pandangannya beralih pada Prilly yang hanya diam menunduk. Dahi Prilly yang berdarah nampak tak terlihat karena Bani sedikit menutupnya.

"Prill! Kalo kamu masih sahabatan sama Bani, mending kita jauhan dulu aja! Karena aku ga mau punya pacar yang temenan sama banci!" Ali berjalan kearah Indah, menggendongnya ala bridal style. Sementara Prilly terpaku pada ucapan Ali, menatap tak percaya Ali yang langsung menghakimi sahabatnya, tanpa mau tahu kronologi ceritanya.

Semua siswa dan siswi perlahan mulai berhamburan, masih tak menyangka pada Indah yang mereka kira gadis baik-baik.

"Maaf, gara-gara gue hubungan kalian renggang." gumam Bani menyesal, sementara Prilly mengangguk lemas. "Ga-pa-pa!" mata Prilly meredup, lalu perlahan mulai tertutup.

Syifa berjalan kearah keduanya. "Baniii, Aprel berdarah!" Bani menoleh pada Prilly, menelan ludahnya susah payah. Sebenarnya Bani sangat takut pada Darah namun karena ini darurat bukan hal main-main, mau tak mau Bani membawa Prilly keklinik yang memang tak begitu jauh jaraknya dari sekolah mereka.

"Pak, kasih izin saya untuk membawa dia keklinik."

"Ke Uks saja juga bisa."

"Maksud bapak! Bapak mau sahabat saya kenapa-napa? Dia butuh DOKTER bukan PMR!" tanpa memperdulikan satpam sekolah yang menyebalkan itu, Bani menerobos, mendorong Pak Edwi dengan tubuhnya agar satpam itu menyingkir.

Syifa membantu membuka gerbang sekolah, setelahnya memberi jalan agar Bani bisa keluar. Mereka berlari bahkan hingga banyak menubruk tubuh orang yang sedang berlalu lalang.

"Sus tolong sahabat saya," Bani membaringkan tubuh mungil Prilly dengan hati-hati. Membiarkan suster dan Syifa mendorong brangkarnya kedalam ruangan.

Syifa keluar ruangan dengan wajah cemasnya menghampiri Bani lalu ikut duduk disana. "Kita berdoa semoga Aprel ga kenapa-napa."

Cleck

"Kalian temannya?"

"Iya dok,"

"Maaf apa sebelumnya pasien terbentur keras?"

"Iya dok, yang saya tau dahi terbentur meja dan ada paku disana. Kalo hidung saya gatau penyebabnya."

"Baik, dahi dan hidung memang sama-sama berdarah, sama-sama terluka dan mungkin lebih parah memang pada dahinya, namun keadaan hidung juga perlu saya beri tahu."

"Maksud dokter, bukan mimisan biasa?"

"Bukan."

.....
A/N: Dinext skrng aja tkut siang g bisa:"( Gw kesel njir liat mulmednya:"( wkwk

Our Struggle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang