61.Ali is Depressed
Ali meronta-ronta kala tubuhnya diangkut paksa, laki-laki itu dibawa kedalam mobil dimana Resi sudah menunggunya.Resi mendekap tubuh putranya erat, "pulang sama mamah ya?"
Ali menyembunyikan wajahnya dibahu Resi, menangis kecil didekapan mamahnya. "Ali gamau mah, hiks Ali takut dikatain pembunuh lagi. Hiks mah, Ali gamau."
"Mamah bakal jagain Ali. Ali bukan pembunuh, Ali anak ganteng." Ali masih menangis, Resi juga ikut menangis.
Resi benar-benar takut pada Ali akhir-akhir ini. Kadang ketika ia sedang menjenguk Ali, putranya itu tertawa sendiri.
"Hahaha, enak banget jadi pembunuh. Ga punya temen."
Kadang juga Resi melihat Ali menangis terisak sendirian.
"Hiks... Kenapa sih Ali jahat? Kenapa Ali jadi pembunuh? Hiks Ali ga pantes hidup. Orang-orang jauhin Ali karena mereka takut. Hiks, abah... Ali jadi pembunuh bah."
Resi begitu tercubit, ia mengetahui semuanya. Tapi ia diam. Resi bersikap biasa saja pada Rizky padahal dalam hatinya ia tak terima. Dan Resi kali ini benar-benar kecewa pada Prilly. Ia bahkan berniat menjauhkan Ali dengan Prilly, sejauh-jauhnya hingga bertatap matapun mereka takan bisa.
Tak jarang pula Resi melihat putranya diam, menatap kosong lantai ruangannya.
Sampai dirumah Resi dan Ali disambut oleh Alya, Gisel dan wanita paruh baya.
"Kita langsung lihat saja, sebenarnya Ali ini kenapa." sahut wanita dengan nametag Pemita. "Oiya pasal London, aku udah nemu adik teman yang siap untuk stay di London."
Resi mengangguk, lalu mendudukan putranya disofa. Sedaritadi putranya diam, Ali melamun dengan pandangan kosongnya. Gisel menangis tidak terima sementara Alya memeluk Gisel rapuh.
Ali, laki-laki satu-satunya yang mereka punya. Laki-laki yang begitu menjaga semua sodaranya dan Resi.
"Hiks... Icel gamau! Icel gamau abang kaya gitu! Hiks... Yaallah Icel mohon balikin abang Icel. Icel ga mau Kaiii!" histeris Gisel dengan segera melesat kekamarnya. Ia hanya adik sepupu Ali, tapi Ali begitu menyayanginya. Ali men-spesialkan Gisel dari sepupu-sepupunya yang lain.
"Mita kamu mulai yah? Mbak dan Kaia susul dulu Gisel." Pemita sang psikolog mengangguk lalu mulai membawa mata Ali untuk menatapnya.
"Ali, dengar saya?"
Ali mengangguk dalam lamunannya.
"Apakah pekan ini Ali lebih sering menangis daripada sebelumnya?"
Ali mengangguk kecil, "iya mbak. Karena Ali takut."
"Oke, Apakah pekan ini Ali kecewa dengan diri Ali sendiri atau Ali membenci diri sendiri?"
Ali kembali mengangguk, "Ali benci diri sendiri karena Ali pembunuh, mbak."
"Apakah Ali pekan ini menatap masa depan dengan sangat takut?"
Ali kembali mengangguk, "Ali takut masuk penjara. Ali setiap hari mikir gimana rasanya dipenjara."
"Apakah Ali pekan ini merasa sebagai orang yang gagal?"
Ali menatap Pemita lekat, "iya mbak! Ali gagal. Coba aja waktu itu Ali nolong Bani! Ga mungkin bakal gini mbakkk."
Fyi: Kalau semua pertanyaan dijawab dengan "ya", berarti ada gejala depresi. Mon maaf kalo salah, tapi ini hasil sercing lohhh:"(
"Kamu kenapa?"
Ali menggeleng dengan air mata yang perlahan turun.
"Ayo katakan."
"Ali ga gila mbak. Ali cuma takut Ali dipenjara, kata mereka Ali pembunuh. Ali jahat mbak."
Pemita mengelus surai hitam Ali. "Kamu bukan pembunuh, mereka cuma salah paham kan? Jadi Ali ga bakal masuk penjara."
Brak!!!
"MBAK GA PERCAYA HAH?! PRILLY BILANG ALI PEMBUNUH MBAK! ALI PEMBUNUH MBAKKK!"
"Ali, hiks... Hiks Ali pasti bakal dilaporin ke polisi. Hiks... Ali takut." Ali berlari keatas, masuk kedalam kamarnya dengan membanting pintu.
Resi terkejut, berlari kearah kamar putranya yang terkunci. Lalu berputar arah kearah ruang tamu.
"Ada apa Ta?"
Pemita menggeleng, "Ali benar-benar tidak gila. Dia hanya depresi. Ali adalah sosok pribadi yang selalu mengingat-ngingat ucapan orang. Aku lihat juga, Ali cemas. Cemas karena takut diamankan oleh pihak berwajib."
Resi merasa bersyukur putranya tidak gila, tapi mamah muda itu juga menangis mengetahui Ali depresi.
"Depresi Ali ini ringan, hanya perlu diyakinkan bahwa ia bukan pembunuh, meyakinkan bahwa pihak berwajib tidak akan membawanya."
Resi mengangguk lalu mulai menangis lagi, Pemita memeluk Resi dari samping. Ia adalah sahabat kecil Resi. "Ali bisa mbak, harus segera diyakinkan supaya tidak makin parah. Dan lebih baik dengan psikolog yang sudah aku sarankan. Dia adik temanku."
"Aku akan urus kepergian kami. Makasih Pemita."
-----
Rizky meyakinkan dirinya, ia bingung harus bagaimana. Saat Ali dibawa pulang, Rizky ada disana. Melihat langsung semuanya, dan merekam kejadian tersebut.Berjalan pelan kearah brangkar Prilly yang memang masih terbaring koma. Membuka lock ponselnya lalu memutar sebuah vidio didekat telinga Prilly.
"Gaaa! Ali gamau pulang! Ali pengen disiniiii. Ali suka disini."
"Lepasin ihhhh, Ali gamau pulanggg!"
"HIKS... HIKS... ALI PENGEN DISINIIIII!"
Degh!
Rizky terkejut saat itu juga...
.....
A/N: Gw gtau ada typo atau engganya, karena ini langsung dipub tanpa ada revisi. Mohon diralat... Oiya yg tahu menahu soal depresi kalian bs share dan klo ada kalimat yg slh atau g bnr / g sesuai mhn dikoreksi ya... Tq.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Struggle [END]
De TodoEnd! Mengandung sedikit kekerasan, Ada beberapa kata kotor di beberapa part, Konflik ringan dan tidak mengandung bawang bombai. "Aku berjuang untukmu!" "Dan aku pernah berjuang untukmu juga." "Kita adalah pejuang cinta diwaktu yang tidak sama." ...