OS - Fifty Seven

848 98 13
                                    

57.DORRR!

Perlahan mata cantik itu mengerjap, menatap sekeliling yang terasa asing dengan cahaya yang minim. Ingin berontak namun tangan dan kakinya seperti terikat. Ingin berteriak tapi mulutnya dibekam. Dan hanya menangis yang ia bisa lakukan sekarang.

"April, jangan menangis!" Prilly, ya gadis mungil itu menoleh, menatap gadis manis yang sama-sama tengah diikat seperti dirinya.

"Eriska?" gumam Prilly, dengan bola mata membulat.

"Diam ya, Pril!" Prilly mengangguk lemah.

"Wah,,, gadis-gadis manis sudah bangun rupanya? Bagaimana dikurung ditempat seperti ini? Menyenangkan bukan? Apalagi jika dikurung berdua!" gadis dengan topengnya itu tertawa keras, berjalan memutari kursi yang diduduki Prilly dan Eriska. Seakan-akan gadis itulah yang paling berkuasa.

"Kalau kamu mau! Kamu bunuh saja aku. Jangan April!" ujar Eriska lantang, bahkan sorot matanya menajam dengan seiring rintihan yang keluar. Eriska memang diikat namun tidak dibekam.

"Berani kau!" dengan tidak punya perasaannya, gadis bertopeng itu menarik rambut Eriska yang terikat satu, secara bruntal. "Awsh!"

Hiks aku benar-benar seperti psikopat. Ampuni aku tuhan.

"Jangan coba-coba membuatku marah, karena itu akan mempersingkat nafas kalian!" Eriska bungkam, air matanya luruh melirik Prilly yang nampak menggeleng sembari memohon. 

Hingga pintu terbuka, menampilkan seseorang yang gadis itu tunggu. Dan lebih mengejutkan lagi, Prilly melihat laki-laki itu.

Arkan! Batinnya berontak, melihat sahabatnya yang datang ia kira untuk menolong dirinya tapi laki-laki itu malah berbincang-bincang tenang dengan si gadis bertopeng.

"Sini!"

"Ingat tan! Jika kamu menyakiti mereka kamu akan berdosa!"

"Ya aku tau tapi aku tidak perduli, ini demi kebahagiaan dia!" desisnya meninggalkan Arkan dan mendekati Prilly. Arkan disana terlihat gusar, tubuhnya bergerak kesana kemari seperti menunggu kedatangan seseorang.

Gadis bertopeng itu perlahan membuka sesuatu yang menjadi penghambat Prilly untuk berbicara. Lalu berpindah posisi berjongkok dihadapan Eriska.

Dalam balik topengnya ia meringis. Ia takut?. Tidak-tidak, bersikaplah seperti psikopat demi seseorang. Batin gadis bertopeng itu.

"Aku mohon jangan!"

Maafkan akuuu!. Batinnya menahan isakan.

Srekk

Tanpa aba-aba gadis bertopeng itu menggoreskan sedikit pipi Eriska... Ujung pisau bertemu dengan kulit? Jangan tanyakan lagi seperti apa rasanya.

"Sakit sialan!"

"Berani memakiku, eh?"

Srettt

Pipi kirinya kini menjadi sasaran, Eriska meringis menahan sakit dikedua pipinya. "Awsh!" rasanya ia sudah tidak sanggup berbicara sedikitpun.

Srekkk

Sekali goresan lagi, gadis itu tambahkan didahi Eriska, membuat wajah Eriska berlumuran oleh darah yang begitu anyir dan memualkan. "Perih hiks... Hiks."

Maaf-maaf, maafkan aku!!. Maafkan aku tuhannn.

"Eriska?" gumam Prilly sendu, ini salahnya! Ia terlalu terobsesi ingin mengetahui hingga nyawa orang lain menjadi taruhannya. "SUDAH CUKUPPP!!! KASIHAN ERISKA!!! HIKS ARKAN TOLONG KAMI!" pekik Prilly histeris, gadis itu meronta-ronta dalam duduknya.

Sementara diujung sana Arkan hampir menangis, ia tidak sanggup, gadis bertopeng itu berpindah posisi menjadi berjongkok tepat dihadapan Prilly.
"Laki-laki payah itu tidak bisa membantumu dengan tangan kosong!" Prilly menggeleng, ingin berbicara namun ia terlalu takut.

Srekkk

Hingga ujung pisau itu bertemu dengan pipi chubby Prilly. Menghasilkan sebuah cairan berwarna merah dengan sedikit lebih deras. Benar-benar, gadis bertopeng itu lebih menekan ujung pisaunya, membuat luka Prilly sedikit lebih parah dari Eriska yang sudah tak sadarkan diri.

Tap tap tap

Suara apa itu?. Batin gadis bertopeng mulai gelisah.

Mendengar langkah kaki yang mendekat, gadis bertopeng itu memasang posisi kuda-kudanya dibelakang Prilly yang sudah terkulai lemas. Darahnya terkuras habis.

Gadis itu mengeluarkan sesuatu disaku jaketnya, pistol... Ya bahkan dengan begitu niatnya gadis bertopeng itu menyiapkan sebuah pistol sungguhan.

Brak!!!

"Saya perintahkan untuk jangan bergerak!"

Rizky, Syifa, Monik, Jihan dan beberapa polisi mengambil ancang-ancang juga. Melihat diujung sana, ada gadis yang sedang memegang pistol jelas membuat polisi sedikit terkejut.

"JADI ANDA YANG MENCURI TEMBAKAN DIKANTOR KAMI?!"

Gadis bertopeng itu diam, karena dia memang tidak tahu. Dia hanya diberi dan ia memakainya.

Monik histeris saat menatap wajah Prilly, begitupun Syifa. Keduanya berpelukan dengan mata terpejam.

"Papahhhh, Aprilll!"

"Kalian jangan mendekat! Atau aku akan bunuh gadis menjijikan ini!" gadis itu memalingkan pistolnya agar mengarah pada Prilly.

"ANAK SAYA TIDAK MENJIJIKAN!"

Arkan disana hanya menunduk, ia bahkan tak tahu harus melakukan apa. Pikirannya kalut, semuanya rumit untuk ia mengerti.

Hingga...

Dorrr!!!

Dorrr!!!

"APRILLL!"

Monik memeluk tubuh Prilly yang terkapar tak berdaya dengan tubuh yang masih terikat. "Aprilll! Jangan tinggalin mamah sayanggg!"
-----
Bugh!

"Apa yang kamu lakukan?!"

"Sialan! Kenapa gue masih dikurung gini?"

"Kamu harus banyak istirahat!"

"Bahu gue! Bahu gue sakit! Arghhh!"

"Jangan mencoba-coba menipu kami!"

"BAHU GUE SAKIT ANJENG! ARGHHHHH SAKITTTT!" para orang dengan baju susternya berdatangan. Menghampiri laki-laki yang tiba-tiba pingsan setelah tadi berteriak.

"Kenapa dia?"

"Bahunya tiba-tiba sakit katanya, dok."

"Padahal disini aman-aman saja, kan?"

.....
A/N: Tadinya mao next kmrin cuma liat cerita tetangga ada jedor2 jg... Jdi mikir ulang, tkutnya kmrin penonton bosen membaca dor dor dorrr 😂🤣

Our Struggle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang