Pikiran Anna terus dikaluti oleh pertengkarannya oleh Arthur siang tadi. Namun, yang terus ia pikirkan adalah ucapan Arthur yang dilontarkan padanya sewaktu pertengkaran mereka. Anna merasa sakit yang luar biasa mendengarnya. Perihal, ia merasa dirinya yang jahat di sini. Anna hanya belum bisa menerima ini semua, bukannya ia ingin menjadi orang jahat.
Anna berusaha menenangkan dirinya, dengan berendam di bathtub kamar mandinya. Anna berendam sudah sekitar dua jam, namun dirinya enggan untuk menyudah kegiatan itu. Air mata terus mengalir di pelipisnya. Bahkan Anna merasakan matanya memanas, akibat terus menangis.
"Gue emang jalang... hahaha gak tau diri ya gue. Udah tau jalang, tapi masih aja keras kepala," gumam Anna untuk diri sendiri.
"Gue gak pantes hidup, ya... lebih baik gue mati."
Pikiran Anna sedang tidak sehat saat ini. Ia pun mencari benda tajam di sekitar kamar mandi, tetapi ia tidak menemukannya. Pada akhirnya, Anna memutuskan untuk memecahkan cermin di kamar mandinya itu dengan tangannya. Anna meninju cermin tersebut dengan keras ,dan mengakibatkan tangannya berdarah.
Prang!
Suara pecahan kaca menggema di kamar mandi. Setelah melihat banyak benda tajam di sekitarnya, Anna langsung mengambil nya, lalu di arahkan ke nadinya, meskipun ia ragu.
"Hiks, gue gak pantes hidup."
"Hidup gue udah hancur."
"Gue cuma jalang, hiks."
Setelah kata-kata tersebut ia keluarkan, tanpa pikir panjang langsung ia gesek pecahan kaca tersebut ke arah nadinya.
Anna merasakan perih yang luar biasa pada pergelangan tangannya itu, namun rasa sakitnya tidak sebanding dengan yang ia rasakan saat ini. Darah pun mulai bercucuran di sekitar tangan Anna. Ia pun terhuyung hingga pingsan. Sampai tiba-tiba seseorang datang dan menggedor pintu kamar mandi dari luar.
"Anna! Kamu gapapa, sayang? Papa denger suara pecahan kaca dari kamar kamu." Itu suara Jefri, yang tersadar akan suara pecahan kaca.
"Anna?!" Jefri memanggil sekali lagi, namun tidak ada jawaban dari Anna. Pada akhirnya Jefri mendobrak pintu kamar mandi.
Brak!
Brak!
Brak!
Brak!
Dobrakan nya yang ke-empat kali berhasil. Jefri terkejut melihat Anna yang pingsan, serta tangan yang dilumuri darah.
"Anna!" Jefri langsung membopong Anna dan menyuruh Rena untuk menyiapkan mobil guna mengantar Anna ke rumah sakit dengan segera.
[][][][]
Arthur sedang diselimuti oleh perasaan bersalah saat ini. Mengingat ia telah menyakiti perasaan Anna dengan ucapannya siang tadi. Arthur bersumpah, jika ia tidak sengaja mengeluarkan kata-kata itu, ia sedang dikaluti oleh rasa emosi dan pikiran yang bertumpuk, sehingga menyebabkan perkataan kasar tersebut keluar.
Di tambah Arthur meninggalkan keadaan Anna yang tergeletak di lantai siang tadi, perasaan bersalah pun semakin muncul berkali lipat.
"Arthur!" suara Nathan membuyarkan lamunannya. Arthur yang mendengar sang papa memanggilnya pun langsung keluar dari kamar, untuk menghampiri papanya. Sesampa nya ia di ruang keluarga, ia melihat mamanya yang sedang menangis dan juga wajah papanya yang memerah menahan amarah.
"Kenapa, Pa? Mama, kenapa nangis?" tanya Arthur bingung.
"Kamu masih belum tahu di mana kesalahan kamu?!" bentak Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITUDES
RomanceHighest rank: #1 in Fiksiremaja #1 in Cerita #3 Pregnant #5 teenfiction #8 in Benci #8 in Pregnant ...