BAB 21

3K 157 16
                                    

Terlihat langit masih sangat gelap di pukul empat pagi ini. Namun Anna masih terbangun dan enggan menutup matanya untuk mengistirahatkan diri serta pikirannya itu. Mata Anna sudah sangat merah dan bengkak akibat menangis dan menahan kantuknya.

Gadis malang itu takut untuk memejamkan mata, karena ia tidak sanggup lagi memimpikan malam buruk baginya yang terus memutar di kepalanya itu. Ia hanya bisa menangis malam ini. Anna merasa benci, marah dan ketakutan pada waktu yang bersamaan.

Bahkan sedari tadi, hanya suara isak tangis yang mengisi kamarnya ini. Ia memeluk kedua lututnya di atas kasur, ia merasa kesepian dan sendiri. Kadang rasa kesepian selalu datang jika dirinya dipenuhi oleh rasa benci yang sangat besar.

"Hiks gue capek.... mau udahan aja rasanya hiks. Gimana berhentiinnya ya Tuhan..." lirih Anna dalam tangis nya seraya memukul dadanya yang terasa nyeri. Gadis itu masih belum bisa melupakan dan menerima semuanya, maka dari itu ia selalu tersiksa dan nyeri di dalam dada.

Anna sebisa mungkin menutupi rasa sakitnya di depan semua orang, tetapi ia terlalu lemah untuk hal itu. Bahkan ia tidak pernah kuat jika melihat Arthur di depan matanya. Lelaki itu selalu membuat pertahanan Anna runtuh.

Ia merasa sumpek terusmenerus berada di dalam kamarnya. Akhirnya ia berjalan menuju balkon kamar untuk menghirup udara segar yang bisa menenangkan pikiran. Di luar sana masih banyak kendaraan yang berlalu lalang. Jujur Anna ingin sekali melompat dari lantai empat puluh satu ini. Ia ingin mengakhiri hidupnya lagi, namun ia tidak sanggup melihat orang-orang yang sayang padanya tersiksa.

Terkadang Anna merasa kepalanya yang sangat sakit, serta perutnya yang terasa nyeri. Hal itu terjadi karena ia terlalu stres. Anna selalu berusaha mengatur pikirannya, agar anak di perutnya juga tidak tersiksa, akan tetap hal itu sia-sia. Bahkan Anna takut pada takdirnya ini.

Melihat kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, membuat pikiran Anna sedikit teralihkan dari sesaknya hidup. Ia terkadang merasa hidupnya seperti jalan lalu lintas yang jalanannya rusak. Di mana jika seseorang mengendarai hidupnya dengan benar, maka tidak akan terjadi apa pun dengan hidupnya. Akan tetapi, jika ia tidak terlalu fokus mengendarai hidupnya, maka hidupnya akan melenceng dari kata baik-baik saja.

Anna sangat iri dengan orang-orang yang bisa mengendalikan hidupnya dengan baik. Tidak sepertinya yang bodoh masuk ke perangkap hitam kehidupan. Anna selalu marah pada dirinya karena terlalu bodoh. Saking lelahnya membenci dirinya, ia sampai merasa lelah untuk hidup.

"Huft..." Anna menghela napas berat di sertakan air mata yang kembali turun. Gadis tersebut sudah berulang kali menahan air matanya agar tidak turun, namun tetap saja pikiran dan hatinya bertolak belakang.

Setelah ia lelah menangis, Anna merasa sangat haus. Gadis itu menuju keluar kamar untuk mengambil minum di teko, lalu membawanya ke kamar. Tapi, tiba-tiba Anna merasa enggan untuk kembali ke kamar. Dan Anna  memutuskan untuk menonton televisi, guna mengalihkan pikirannya yang banyak beban.

Menonton televisi berhasil membuat pikiran buruknya hilang dan tergantikan dengan adegan-adegan film yang ia tonton. Sudah hampir satu setengah jam ia menonton televisi, tiba-tiba Arthur keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan khas seseorang yang baru bangun tidur.

Arthur terbangun karena mendengar suara televisi di pagi hari ini. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar kamar dan memeriksanya. Dan ia melihat Anna yang sedang duduk tenang di depan televisi. Jujur Arthur bingung, karena tumben sekali Anna menonton televisi pagi ini, yang bahkan langit belum terang.

"Anna? Kamu ngapain?" Arthur bertanya pada Anna yang masih sibuk menonton televisi, namun Anna tidak merespon dan terus menonton televisi. Arthur pun yang penasaran langsung menghampirinya.

SOLITUDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang