BAB 11

5K 221 17
                                    

Sepanjang hari Arthur menjaga Anna dengan baik. Ia terus memegang tangan Anna, berharap gadis tersebut cepat sadar dari tidurnya. Orang tua Arthur sudah menyuruh Arthur pulang untuk istirahat, tetapi Arthur menolak. Sebab ia ingin menjaga Anna, sampai ia sadar. Arthur rela membolos sekolah, demi menjaga Anna, walaupun ia harus fokus pada sekolahnya.

"Anna bangun... kita semua khawatir sama kamu."

"Aku mau minta maaf, gara-gara aku, kamu jadi kayak gini. Aku nyesel banget Na... ayok bangun, Na." Arthur terus merengek meminta Anna cepat sadar, namun itu semua sia-sia sebelumnya. 

Tiba-Tiba jari-jari Anna bergerak, seakan ia mendengar ucapan Arthur. Tidak lama Anna pun membuka matanya secara perlahan dan menerima cahaya yang masuk ke matanya. Arthur yang menyadari hal itu langsung merasa sangat senang.

"Akhirnya kamu sadar juga, ada yang sakit gak? Biar aku panggilin dokter." Anna tidak menggubris perkataan Arthur. Sebenarnya Anna sedikit bingung, karena ia sedang berada di rumah sakit saat ini. Ia belum mengingat kejadian yang terjadi terhadapnya.

"Anna aku minta maaf, please maafin aku Na. Gara-gara aku, kamu jadi terbaring lemah kayak gini." perkataan Arthur membuat Anna kebingungan, apa hubungannya dengan Arthur jika dirinya yang terbaring? Apa arthur mencelakainya? 

"Aku gak seharusnya nyakitin hati kamu dengan omongan aku. Jangan coba bunuh diri lagi ya, Na." Anna terkejut mendengar ucapan Arthur. Apakah ia benar-benar mencoba untuk bunuh diri?

Pada akhirnya, Anna pun mengingat kejadian di mana ia mencoba untuk mengakhiri hidupnya sungguhan.

'Gue- kenapa gue bodoh banget?' tidak lama air mata pun keluar dari mata Anna. Ia menyesal telah melakukan hal itu. Pikirannya sedang tidak benar saat itu, tapi tidak seharusnya ia melakukan hal tersebut.

Anna berpikiran kalau orang tuanya pasti sangat khawatir padanya. Arthur melihat Anna yang menangis pun merasa sakit hati yang luar biasa, serta rasa penyesalan yang semakin bertambah.

"Jangan nangis Na, ini semua salah aku." Arthur menghapus air mata yang turun dari pipi Anna.

"Gue buat Mama, Papa hampir kehilangan Anak nya hiks, gue bodoh banget." Arthur merasa tersiksa melihat Anna yang merasa bersalah.

"Pasti mereka kecewa hiks banget sama gue... hiks gue anak gak tau diri. Udah hamil di luar nikah, hiks terus sekarang gue hampir buat mereka kehilangan anak nya hiks." Anna memukul dirinya sendiri, namun Arthur berusaha menghentikannya.

"Sshhhtt... gak Anna... itu bukan kesalahan kamu, kamu anak yang baik sama orang tua kamu. Percaya sama aku."

"Gue anak yang durhaka hiks." Arthur pun langsung memeluk Anna dengan erat, guna menenangkan dirinya. Karena Anna sedang mengandung saat ini. Jadi Anna tidak boleh terbebani.

"Kamu bukan anak durhaka Anna... percaya sama aku, Tante Rena sama Om Jefri gak marah sama kamu." Anna hanya menangis kejar di pelukan Arthur. Sungguh Anna merasa sangat sedih saat ini, dia merasa sudah membuat orang tuanya sangat kecewa padanya. Arthur terus berusaha membuat Anna tenang dan berhenti nangis dengan mengusap lembut pundak dan rambut Anna.

"Sshhhtt... udah ya jangan nangis lagi Na, kasian baby-nya kalo Mamanya sedih... nanti dia ikutan sedih." Ucapan Arthur membuat Anna semakin marah. Anna langsung melepaskan pelukan Arthur dari tubuhnya.

"Persetan sama bayi sialan ini! Semenjak ada bayi sialan ini, hidup gue hancur! Puas lo buat gue hancur hah?! Hidup gue hancur!" Anna berteriak.

Arthur sangat terkejut mendengar teriakan Anna yang sangat kencang dan menyebabkan wajahnya yang tadi pucat berubah menjadi merah karena gejolak amarah yang baru saja dikeluarkan. Arthur merasa salah berbicara. Anna masih belum bisa menerima anaknya untuk saat ini, sehrusnya dirinya memilah kata terlebih dahulu.

SOLITUDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang