019

6.1K 736 35
                                        

🔞🔞🔞WARNING!!!🔞🔞🔞

Chapter ini akan ada sedikit adegan rated 18+ jadi diharapkan yang belum 18, agar bisa memilih dengan bijak. Selain tanda warning di awal chapter, AU ini sudah termasuk ke dalam mature content. Diharapkan agar bisa jadi pembaca yang bijak ya.

Mari lanjutkan...

-------------------------------

Mew POV

Tidak kusangka akan ketiduran di kamar Alexa setelah mengantarkannya. Waktu menunjukkan pukul dua pagi. Akhirnya aku pergi ke kamarku. Karena besok pagi harus kembali ke kota. Aku tidak ingin membuat Gulf dan sang supir menungguku bangun tidur.

Aku masuk ke dalam kamarku. Aku terkejut melihat Gulf tertidur dengan kepala menempel di meja dan duduk di atas lantai. Ia mencoba menyortir ulang beberapa dokumen yang ia bawa tadi.

Apa ia menungguku?

Aku mendekatinya. Lalu berjongkok memandangi wajahnya yang sedang tertidur. Aku tertegun beberapa saat. Memandangi wajah tidur Gulf entah mengapa menjadi candu bagiku. Ia terlihat begitu tenang dan seperti bayi. Sangat menggemaskan.

Aku mencium aroma sejuk dari odor tubuhnya. Aroma tubuh khas Gulf. Ia mengenakan kaos oversized dan celana piyama panjang yang kubelikan untuknya tadi. Tidak kusangka perbedaan tubuhku dan dirinya jadi terlihat jelas setelah baju ini dipakai olehnya.

Aku bisa melihat pundak mulusnya yang terekspos karena kaus yang kebesaran itu. Entah mengapa jantungku langsung berdegup kencang. Aku belum pernah merasakan gairah seperti ini. Ada apa denganku? Apa aku begitu penasaran dengannya sampai terangsang melihat tubuhnya? Mew! Sadar!!

Aku memang tidak pernah mempermasalahkan orientasi seksualku. Aku tertarik dengan keduanya. Siapapun yang membuatku jatuh hati, aku akan tertarik padanya.

Tunggu.

Apa aku bilang jatuh hati? Aku? Jatuh hati dengan Gulf? Apa yang sedang kupikirkan?

Namun hatiku tidak bisa menyangkal. Ketika melihat sikap dan tatapan Gulf tadi saat makan malam bersama membuatku bertanya-tanya ada apa. Membuatku cemas. Memikirkan apa yang sedang terjadi padanya. Aku menjadi selalu penasaran dengan apa yang ia lakukan. Bahkan aku memeriksa kegiatan Gulf secara berkala di luar kantor.

Ia masih bekerja di kafe, di klub malam milik Mek, juga mengajar les anak sekolah tiap malam. Setelah mengetahui itu, dengan egoisnya aku memintanya bekerja lebih lama. Karena apa? Hanya karena aku tidak ingin perhatiannya lepas. Perhatiannya hanya untukku. Itu yang kuinginkan.

Aku mengguncangkan pundaknya perlahan. Mencoba membangunkannya. Namun ia tidak terbangun. Aku tekejut ketika menemukan sekaleng bir di atas lantai. Tepat di sampingnya.

Apa ia habis minum? Kuguncangkan kaleng bir itu. Masih terisi setengah. Gulf tidak bisa minum sama sekali. Bahkan bir ini hanya mengandung sekitar 20% alkohol. Dibandingkan minuman yang kuminum tadi, ini tidak akan membuatku mabuk lalu tertidur seperti ini.

Aku mengguncangkan tubuhnya lagi. Mencoba membangunkannya. Namun hasilnya nihil. Anak ini benar-benar tertidur pulas. Aku memutuskan untuk memindahkannya ke tempat tidur. Aku tidak sanggup jika harus membawanya ke kamar sebelah. Gulf memang terlihat punya tubuh kurus, tapi tetap saja dengan kondisiku yang lelah, aku tidak sanggup menggendongnya ke sana.

Gulf sama sekali tidak memberontak. Ia masih tertidur pulas hingga aku berhasil merebahkannya di atas kasur.

"Dasar bocah..." bisikku sambil menatap wajah tenang Gulf yang tertidur.

Tiba-tiba matanya terbuka perlahan. Lalu membulat mungkin karena melihatku dari jarak dekat. Ia mencoba bangkit namun aku menahannya.

"Tidak apa. Kamu bisa tidur di sini. Saya tidur di kamar sebelah..." ucapku lalu ingin beranjak pergi.

Namun Gulf menahanku. Aku menoleh ke arahnya. Ia menatapku tajam lurus ke arah mataku.

"Aku... merasa aneh..." bisiknya tapi aku masih mendengarnya.

Aku menunggunya melanjutkan lagi. Namun ia terdiam. Beberapa lama kemudian, ia mengusap matanya yang berair. Ia menangis.

"Gulf? Ada apa?" Tanyaku bingung sambil mencoba menenangkannya.

"Aku tidak tahu..."

"Aku sadar, aku tidak berhak berkata seperti ini. Tapi, bisakah kau tinggal di sini? Bersamaku?" ujar Gulf yang membuatku terkejut.

Entah apa yang dipikirkan Gulf saat ini. Tapi sudah jelas aku tidak bisa berada bersama Gulf sekarang. Melihat penampilan Gulf dan pemikiran kotorku beberapa saat yang lalu. Tidak. Tentu saja aku tidak akan bisa tinggal di sini dengan tenang.

"Tidak bisa, Gulf. Saya rasa saya harus tidur di kamar lain..." ucapku lalu menghapus air mata Gulf yang bergulir ke pipinya.

"Mengapa?" tanya Gulf terlihat kecewa. Tapi aku tidak mengerti mengapa.

"Saya sedang berpikir hal yang macam-macam tentangmu. Bisa dibilang saya tidak menjamin, kamu bisa tidur tenang..."

Gulf mengerutkan kening. Tetapi kedua tangannya menggenggam erat tanganku. Mencoba menahanku agar tidak pergi.

Melihat Gulf saat ini membuatku ingin memeluknya. Ingin menghiburnya. Ingin menghilangkan rasa risau di hatinya.

Tetapi...

Bibirku malah menempel di bibirnya. Membuat tubuhnya terkejut melihatku merasakan bibir lembutnya itu. Lalu aku melihat lagi ke arahnya. Ia benar-benar terlihat terkejut. Matanya menatap lurus. Mulutnya terbuka sedikit karena kehabisan kata-kata.

"Ini.. aku tidak bisa menahan ini..." bisikku sambil ikut menatap lurus ke arahnya.

"Kalau begitu jangan menahannya..." jawab Gulf yang membuatku terkejut. Tapi tubuhku mendorong agar menyentuhnya lagi.

Aku menciumnya lagi. Kali ini lebih lembut dan terkontrol, tidak terburu-buru. Mengejutkannya lagi, ia membalas ciumanku. Kami saling menghisap bibir masing-masing hingga terdengar suara benturan kulit menggema di kamar. Aku mendorong paksa masuk lidahku ke dalam mulutnya. Menjelajahi tiap sudut di sana.

Tanganku menarik tubuh Gulf agar ia lebih mendekat. Aku memeluknya erat hingga kami melepaskan ciuman itu. Lalu kulanjutkan dengan mencium leher dan pundaknya yang terekspos itu. Terdengar suara desahan nikmat yang amat manis dari mulut Gulf. Aku mengecup tiap bagian di leher dan pundaknya. Ia mendorongku menjauh.

"No hickeys..." ucap Gulf terengah-engah.

Aku menyunggingkan senyuman. Aku sangat menyukai ekspresi wajahnya sekarang. Sangat. Aku bahkan tidak ingin membayangkan ekspresi ini terlihat oleh orang lain.

Aku meneruskannya dengan melahap bibirnya lagi. Kami bercumbu cukup lama hingga aku menyadari Gulf terlelap tidur lagi. Aku hanya tertawa dan menggelengkan kepala tidak percaya. Ia benar-benar tidak bisa minum alkohol. Aku tidak akan pernah membiarkannya minum lagi. Dan tidak akan pernah membiarkan orang lain menyentuhnya. Karena sudah kuputuskan, Gulf adalah milikku.

...

So, how is it?? 👀👀

Semakin memanas kah? Belum? Tunggu chapter selanjutnya besok, ya!

Yang udah penasaran banget, like I said, AU ini udah rilis lebih dahulu di Twitter. Kalian bisa cek langsung kalau mau baca terusannya. Kalau mau nunggu sampai besok juga gapapa.

Terima kasih banyak yang udah baca dan kasih komentar. Gue bacain semua kok, hehe... kalau punya feedback, jangan sungkan ya. Karena gue tau ini AU kentang banget wkwk

Jangan lupa follow dan vote, ya!

Pokoknya sayang kalian banyak-banyak!🤟

See you tomorrow!👄

ENCOUNTER 1 (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang