045

4K 407 49
                                    

Author POV

Gulf duduk di kaki tempat tidur sambil masih memandangi pergelangan tangannya yang memperlihatkan bekas biru di sana. Ia masih di dalam ruangan terkunci dan sudah mengenakan pakaian yang diberikan pria tadi. Gulf mencoba mengingat apa yang sedang terjadi padanya. Namun lagi-lagi gagal. Ia yakin orang-orang yang menculiknya sudah membiusnya sejak malam di bar. Kemudian Gulf pasti melakukan perlawanan sehingga mereka terpaksa memukuli dan mengingkat tangannya.

Lalu mengapa ia telanjang? Tidak tahu. Gulf tidak bisa memikirkan hal lain karena ia tahu tidak ada yang memperkosanya. Ia memastikan anusnya bersih ketika ia mandi tadi. Kemungkinan besar mengapa tubuhnya sakit adalah perlawanan yang ia lakukan sehingga orang-orang ini memukulinya.

Tapi siapa orang dibalik penculikan ini? Apa yang mereka mau dari Gulf?

Lalu ia teringat peristiwa stalker waktu itu. Apakah pelakunya orang yang sama? Apakah target sebenarnya adalah Mew? Ia hanya sebagai umpan saja?

Gulf merasa tidak adil mengingat orang melakukan ini kepadanya ataupun Mew. Siapapun yang melakukan ini, ingin memisahkan dan memanfaatkan hubungan di antara Mew dan Gulf untuk membalas dendam. Tapi mengapa? Mereka pantas untuk bahagia. Gulf merasa mereka pantas untuk bersama.

Memikirkan semua hal itu membuat Gulf menangis lagi. Ia merindukan Mew. Ia juga yakin saat ini Mew sedang sangat mengkhawatirkannya dan mati-matian mencarinya.

Gulf terkesiap terkejut ketika mendengar suara seseorang membuka kunci dan rantai di pintu. Pria tadi datang lagi tepat langit sudah gelap. Ia meminta Gulf untuk berdiri. Lalu mengikat sangat kencang kedua tangan Gulf.

Gulf hanya memerhatikan mengingat tubuhnya masih terasa sakit. Terutama di bagian tulang rusuknya.

"Don't you have a question?" ujar pria itu.

"Yes. Where are we going?" tanya Gulf dengan suara yang lebih stabil.

Pria itu mendorong Gulf keluar dari ruangan. Terlihat lorong panjang di ujung matanya. Bangunan itu terlihat seperti hotel lama yang tidak beroperasi lagi, tapi lampu di sepanjang lorong masih berfungsi dengan baik. Pria itu mendorong Gulf lagi untuk berjalan.

"We're going to meet our boss," jawab pria itu di belakang Gulf.

"Boss? A person who hire you?" tanya Gulf lagi mencoba mengorek informasi lebih banyak.

"No more question," ujar pria itu membuat Gulf menutup mulutnya.

Mereka berjalan menyusuri lorong panjang menuju lift. Gedung itu benar-benar sepi tidak berpenghuni, tapi masih layak disinggahi. Sesampainya di lantai dasar, Gulf disambut orang-orang berperawakan sama seperti pria yang membawanya. Pria itu memaksa Gulf masuk ke dalam salah satu mobil. Beberapa lama kemudian mobil itu meluncur.

Pria yang membawanya duduk di samping Gulf dengan wajah datar dan dingin. Gulf mencoba memerhatikan jalanan di luar jendela. Gulf mulai melihat gedung-gedung tinggi di pelupuk matanya. Ternyata ia bukan di tempat entah berantah. Ia masih di sebuah perkotaan. Semoga ia punya kesempatan untuk menghubungi Mew.

"What's your name?" tanya pria di samping Gulf tiba-tiba.

"Kanawut," ujar Gulf singkat karena ia merasakan tenggorokannya masih sakit.

"Thai people are really nuisance..." cibir pria itu.

Gulf terkesiap mendengar itu. Thai people? Orang Thailand? Gulf menduga bukan hanya dia yang orang Thailand di sini. Ada yang lain.

"What--what about you?" ucap Gulf ragu-ragu.

"Just call me Max."

Percakapan mereka hanya sampai di situ karena mobil terhenti tepat di gedung tinggi yang Gulf yakini semacam gedung apartment di kota itu. Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam lalu menaiki lift.

ENCOUNTER 1 (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang