Gulf POV
Sore itu aku benar-benar kelelahan setelah melakukan satu sesi seks bersama Mew di kamar mandi. It was amazing, tapi aku sangat kelelahan bahkan Mew membantuku mandi. Rasanya hari-hariku di London akan dihabiskan memenuhi nafsu birahi Mew. Aahh... aku tidak bisa percaya kalau berpikir Mew tidak akan terpikirkan hal seperti ini ketika perjalanan bisnis. Ternyata aku salah. Mengingat kenyataan aku juga pacarnya.
"Kamu masih kuat jalan nggak?" tanya Mew yang sudah rapi. Sedangkan aku masih tiduran terlungkup dengan hanya memakai boxer tanpa atasan. Aku menghela napas panjang. Aku ingin sekali jalan-jalan ke luar. Tapi aku masih lemas. Apa karena sudah lama kita tidak melakukannya?
Mew menghampiriku sambil menyodorkan sebotol air minum kepadaku. "Does it hurt a lot?" tanyanya dengan mode khawatir.
Aku meneguk habis air di botol. Kemudian menggelengkan kepala. "Nggak. It was amazing. Tapi mungkin karena udah lama kita nggak melakukannya aku agak kelelahan aja. And you're a real beast."
Mew tertawa mendengar jawabanku. Ia mengusap rambutku yang setengah kering itu.
"So, kita stay di kamar aja atau jalan cari makan?" tanya Mew lagi mencoba memberikan opsional karena ia tahu aku tidak begitu suka planning walaupun aku bekerja dengan sangat baik dalam merangkai jadwal.
Lalu aku teringat akan tekadku untuk mencari tahu soal Type, obat-obatan yang ia gunakan, dan hal lainnya. Aku ingin tahu semua tentangnya.
"Cari makan di luar aja. Aku baik-baik aja kok. Mungkin karena belum makan jadinya lemes..." ucapku diikuti anggukan kepalanya lalu ia meraih daguku untuk menciumku begitu lembut.
"Alright, kamu siap-siap. Aku telepon supir dan konfirmasi reservasi di resto," ujarnya.
"Kamu udah reservasi di resto? Mew, kita kan lagi perjalanan bisnis. Bukan honeymoon..."
"I know. I just want to treat you like a prince, babe." Mew melemparkan senyuman mautnya.
Terlalu tampan. Batinku dalam hati.
"Aargh.. whatever." Aku menghindari tatapan dan senyuman mautnya itu lalu berjalan mengambil pakaianku.
...
Selama di perjalanan Mew sibuk dengan teleponnya. Itu telepon dari Mek. Ia bilang ada urusan penting yang perlu mereka diskusikan. Well, aku tidak pernah memaksa Mew 100% selalu memperhatikanku. Aku tahu ia pria yang super sibuk. Aku tidak mungkin komplain setelah menjadi pacarnya. Padahal aku tahu betul soal kesibukannya.
Tangannya masih menggenggam tangaku sambil bercakap di telepon. Seling sepuluh menit, ia memutuskan telepon lalu melihat ke arahku yang tengah asyik memandangi jalanan London yang ramai karena mengingat hari ini masih hari kerja.
"Gulf, ada yang ingin kubicarakan. Tapi janji untuk nggak panik," ucapnya masih menggenggam erat tanganku. Aku hanya mengangguk mengerti.
"Soal stalker waktu itu. Aku udah mencari tau, siapa mereka. Well it was too complicated. Intinya mereka orang-orang profesional yang mengincarku. Tapi tentu ia berusaha mendapatkanmu karena mereka tau hubungan kita..." paparnya yang membuat tubuhku menegang.
"Terus siapa orang di balik ini semua?" tanyaku ragu-ragu namun terdengar mantap.
"We still haven't figure it out. Ada banyak suspect yang aku curigai. Do you have names you think they could harm you?"
Aku berusaha memutar otak untuk memikirkan nama, tapi hidupku terlalu sederhana. Aku berhubungan dengan sedikit orang. Siapa? Joss? Nggak mungkin. Ia bahkan tidak punya uang banyak untuk menyewa stalker. Gun? Nggak mungkin juga. Aku tahu Gun sedang kesusahan saat ini. Kemungkinan ingin mencelakai seseorang itu sangat kecil. Dia? Nggak mungkin karena sudah hampir dua tahun aku kehilangan kontaknya.
Setelah berpikir cukup lama, aku menggelengkan kepala. "Nggak ada. Aku nggak berhubungan dengan banyak orang," ucapku kepada Mew yang terlihat juga berpikir keras.
"It's okay. Kita akan cari tahu bersama..."
"Stalker itu masih ngikutin aku?"
"Yes..."
"Kamu kenapa baru bilang sekarang?" tanyaku terdengar merajuk.
Mew tersenyum. "Aku lagi berusaha cari tau lebih banyak dahulu sebelum memberitahumu. Aku nggak mau kamu khawatir soal sesuatu yang nggak jelas. Next time aku akan kasih tau kamu," ujarnya.
Aku menganggukan kepala mengerti. "Mew, aku boleh tanya sesuatu?"
Mew menganggukan kepala lalu menatapku dengan penuh penantian.
"Who's Type?"
Mew langsung melepas genggaman tangannya dan melihatku dengan wajah terkejut. Aku sudah membayangkan Mew akan bereaksi seperti apa. Akan tetapi bukan reaksi seperti ini.
"Aku... aku nggak berniat cari tahu, tapi aku baca tentang Type di internet. Semua orang tau tentang dia. But not me. Siapa Type, Mew?"
Mew masih terdiam. Bergeming di tempatnya sambil menatap mataku. Ia terlihat begitu syok atau lebih tepatnya kejadian ini seolah sesuai ekspektasinya.
"Gulf, aku--"
"Who's Type, Mew?" ujarku lagi sekarang terdengar lebih mendesaknya. Melihat reaksinya dan mengingat ia selalu menyebutkan nama Type di tidurnya, membuatku terdesak untuk tahu siapa dia sebenarnya.
Iya, aku merasa terancam. Saat ini aku merasa perasaan Mew untukku tidak nyata. Di kepalanya saat ini ia hanya memikirkan Type. Terbayang kenangan masa lalunya bersama Type.
Type... type... type...
"Stop!" teriakku tiba-tiba kepada supir yang sedang mengendarai mobil.
"Gulf?" ujar Mew kebingungan. Ia seperti baru sadar dari menjelajah masa lalunya bersama Type.
"Stop! I said stop!!" teriakku lagi lalu supir itu menghentikan mobil di pinggir jalan. Aku bergegas ingin keluar dari mobil.
"Gulf, jangan bercanda. Ini London. Kamu nggak tau apa-apa. Ayo, kita ngomong baik-baik," ucap Mew sambil menahanku untuk keluar.
"Mew... aku butuh ruang sendiri. Begitupun kamu. Pikiranku sedang nggak jernih. Aku nggak mau menuangkan semuanya padamu. Aku akan kasih kamu waktu, begitupun aku. Aku hanya membutuhkan waktu sebentar. Nggak akan lama. I'll call you later. Pick me up, ok?" ucapku dengan nada bergetar lalu mencium pipinya sebelum melompat keluar mobil.
Entah mengapa aku tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatir dan takutku. Aku begitu ketakutan untuk mendengar tentang Type dari mulut Mew sendiri. Padahal selama ini aku sangat menantikannya. Namun saat melihat reaksi dan ekspresi Mew, membuat dadaku sesak. Ekspresi Mew yang berubah sangat sedih dan sakit itu tidak bisa kutampung lagi. Aku tidak menyukainya. Apapun yang akan ia ceritakan nanti, aku yakin Type merupakan orang terpenting di dalam hidupnya. Dan fakta itu menyakitiku...
Aku sudah terlanjur jatuh begitu dalam. Mew, aku sangat mencintaimu.
...
SAWADEEEEE~!!!
It's been a while. Kayaknya udah lama banget author Cha nggak update AU ini ya???🤔🤔🤔
Hmm, author minta maaf ya karena hampir seminggu lagi recovery. Beberapa hari yang lalu author kena alergi yang lumayan parah sampai muka merah bruntusan trus demam gitu. I barely do a thing karena itu. Alhamdulillah udah ke dokter dan jauh lebih baik sekarang...
Semangatin author, dong! Hehehe nggak deng bercanda😚
Anyway gimana sama chapter ini? Udah terasa roller coaster-nya belum? Atau malah bikin bingung gitu? Hehehe
Sabar ya... chapter selanjutnya akan author up secepatnya. Doakan author besok sembuh total, hehe...
Lalu gimana sama Kazz Awards? Nggak nyangka banget mewgulf bawa 4 awards! Trus moment mereka banyak banget. Bucin banget!! Gila gila gilaaaaa! Nyaris hilang kewarasanku ini wkwkwkkk... bikin seneng banget hehehe...
Well, semoga kalian sehat dan bahagia selalu, ya!
Jangan lupa kasih feedback, follow author di sini, dan vote au ini!
Wuv you all!💙🤟
KAMU SEDANG MEMBACA
ENCOUNTER 1 (Editing)
Fanfiction[END/ COMPLETE] - Bahasa Indonesia, English Pertemuan singkat antara Mew Suppasit yang dikenal sebagai aktor sekaligus CEO dari perusahaan keluarganya dengan seorang mahasiswa dan part timer di sebuah bar, Gulf Kanawut tidak disangka menjadi turning...