"Xel, cepettan dikit dong. Sebentar lagi telat nih," ucap Viola sambil memukul punggung Axel."Berisik! Siapa suruh pakai acara bocor segala," ujar Axel, ia masih setia fokus mengendarai motor miliknya.
"Ya namanya lupa mah wajar, tadi tuh gua ganti anu dulu jadi lama deh."
"Otak lu nggak sekalian diganti."
"Otak lu sana yang ditukar tambah."
"Dah lah lu turun aja."
"Ehh, jangan ngambek dong. Tadi gua cuma bercanda kok, iya-iya semuanya salah gua."
Axel hanya menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan. Ia fokus mengemudikan motornya agar bisa secepatnya sampai di sekolah. Kalau Viola bukan sahabatnya dari SMP ia tidak akan mau menjemputnya pagi ini.
Motor Axel melesat begitu saja saat gerbang sekolah sudah mulai tertutup, setelah memarkirkan motor Axel dan Viola langsung berlari ke arah kelas karena waktunya sudah mepet.
"Ehh babi kalau gua telat tanggung jawab lo," ucap Axel sambil berlari karena 3 menit lagi bel masuk sekolah akan berbunyi dan dijam mapel pertama pengajarnya adalah guru killer.
"Iya-iya entar kalau dipanggil BK gua yang tanggung jawab," ucap Viola.
"Bagus deh kalau gitu."
Sesampainya di depan kelas Axel langsung membuka pintu kelas yang tadinya tertutup. Ia melihat ke dalam kelas mencari guru berkacamata yang paling ditakuti oleh para murid dan ternyata guru tersebut belum datang.
Axel dan Viola pun tenang karena setidaknya hari ini tidak akan dihukum oleh guru killer itu lagi. Axel langsung melemparkan tasnya ke mejanya.
"Ehh bego kalau gua jantungan gimana!" ujar Obe.
Oberon Aldebaran. Ia teman sebangku Axel Zakky Carlo. Mereka berdua lah yang selalu membuat kelas yang selalu senyap ini menjadi kelas penuh aksi, apalagi kalau Nathan sudah gabung sama mereka pasti kelas ini akan membuat kebisingan yang akan terdengar sampai ruang guru.
"Ehh ada Obe gua kira tadi tumpukan sampah," ucap Axel sambil merebahkan dirinya di atas meja.
"Tumbukan sampah mata lo katarak!" ucap Obe sambil menepuk kening Axel dengan keras membuat sang empu langsung mengaduh sambil menyentuh kening.
"Kalau kening gua jadi lapangan pesawat mau tanggung jawab lo ha?" tanya Axel sambil merubah posisinya yang tadinya tiduran menjadi duduk.
"Apa? Ada yang mau bikin bandara?" sahut Nathan sambil membersihkan papan tulis.
"Iya, nanti pulang sekolah kita semua ke rumahnya Obe terus kita ratain rumahnya biar kita bisa bikin bandara di sana," sahut Viola. Tempat duduk Viola ada di depan Obe dan Axel jadi ia bisa kapan saja ikut nimbrung cerita mereka.
"Eh babi! Kalau ngomong dipikir dong. Entar kalau rumah gua lu ratain gua tidur di mana," ucap Obe.
"Kolong jembatan!" teriak semua orang yang ada di kelas serentak membuat Obe diam.
"Lo semua pada sengkongkol buat ngejatuhin gua ya, hiks .... hiks jahatnya kalian."
"Sudah-sudah selesai, Obe udah mulai drama. Cukup sekian dan terima kasih," ucap Axel sambil duduk di kursinya.
"Oii Pak Panci datang," teriak Lyona sambil lari memasuki kelas lalu duduk di kursi samping Viola.
Pak Panci adalah sebutan khusus dari murid kelas X MIPA 2 untuk Pak Panji yang terkenal dengan hukumannya yang tak pandang bulu, sekecil apapun kesalahannya pasti akan dihukum.
"Oii yang masih pada bacot Pak Panci udah otw," ucap Axel sambil mengetuk meja menggunakan tutup bolpoin.
Seketika kelas hening karena kedatangan Pak Panji, guru yang paling disegani oleh semua murid di sekolah ini dan dia tidak segan-segan menghukum muridnya yang terciduk mengantuk saat mata pelajarannya.
"Axel, kalau ngantuk kamu boleh keluar!" Perintah Pak Panji sambil menunjuk ke arah Axel.
Seluruh murid yang ada di kelas pun langsung melihat ke arah Axel, memang benar kata Pak Panji wajahnya seperti orang yang sedang mengantuk.
"Enggak kok pak, ini cuma kecapekan kemarin latihan paskibra sampai malam," ujar Axel sambil mengusap wajahnya.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Axel, ia adalah salah satu anggota paskibra jadi kemarin ia berlatih dari sore sampai malam dan membuatnya sangat kelelahan.
"Mana buktinya kamu latihan?" tanya Pak Panji, ia emang orang yang tidak bisa menerima alasan tanpa bukti.
"Ni pak, sampai sepatu pantofel saya lapar," ucap Axel sambil mengangkat sepatu pantofelnya yang bagian depannya sudah sobek.
Pak Panji hanya menggeleng melihat sepatu pantofel Axel yang sudah sobek di bagian depannya sedangkan para murid yang lain sedang berusaha menahan tawa.
"Makanya dikasih makan, cuma makai doang kagak mau tanggung jawab, laki-laki macam apa tuh," sindir Nathan. Ia duduk di kursi belakang Axel jadi selalu bisa menjahili Axel dan Obe.
"Apa kabar sama sepatu Voli lo? Gua denger kemarin ada orang bodoh yang ngelempar sepatunya sendiri terus masuk kolam, untung ikannya kagak mati gara-gara bau dari sepatu lo."
"EKHEM," suara itu berasal dari Pak Panji yang masih melihat Axel dan Nathan yang masih berdebat.
"Udah pak, hukum aja," ujar Viola.
"Kenapa? Kamu juga mau ikut dihukum?" tanya Pak Panji sambil melihat ke arah Viola.
"Kok jadi saya sih pak, kan mereka yang berantem."
"Iya pak, daripada ngehukum Viola mending ngehukum Obe, biar otaknya jadi encer," ujar Axel sambil menunjuk Obe.
"Lho, kok jadi gua lagi sih, diem salah ngomong salah," protes Obe sambil berdiri lalu berjalan maju ke depan kelas.
"Ditinggal dong, mau kemana oi," ucap Axel
"Bunuh diri."
"Lo belum mandi."
"Bodo amat."
Sontak semua orang tertawa mendengar respon Obe, bukan Axel namanya kalau tidak bisa membuat Obe marah dan bukan Obe namanya kalau tidak bisa bikin kelas tertawa karena responnya.
"Izin ke kamar mandi pak," ujar Obe.
"Bohong pak, dia mau ke kantin tadi ngajak saya tapi saya nya nggak mau," ucap Axel.
Pak Panji langsung menatap Obe dengan tatapan tajam, membuat Obe mundur satu langkah lalu mengangkat tangannya.
"Dompet saya di tas kok pak, jadi nggak mungkin saya ke kantin."
"5 menit belum sampai sini bapak alfa kamu"
"Obe, kalau pipis disiram," ucap Nathan.
"Ogah, ntar gua simpan ke
botol habis itu gua suruh lo minum,""Lho pak Obe mau ngelakuin pelecehan seksual," ujar Axel.
"Au ah gelap, dah kagak tahan gua," ujar Obe lalu berlari keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...