Setelah melalu pembelajaran yang begitu ketat dan harus menghafalkan begitu banyaknya materi akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Axel tiba. Ia siap dengan almamater sekolah dan sudah siap untuk mengerjakan setiap soal yang berada di sebuah kertas yang dibagikan oleh panitia olimpiade.
Setiap soal dikerjakan oleh Axel dengan sungguh-sungguh karena ia ingin menunjukan kepada seluruh orang kalau selama ini ia berada di sekolah bukan hanya sebagai biang onar saja tapi ia juga bisa menjadi bintang.
Setiap ada kendala ia selalu teringat senyuman sahabat-sahabatnya yang memberikan ia semangat sebelum ia berangkat ke tempat ini. Ia berjuang memecahkan soal-soal yang sulit terlebih dahulu. Ia tidak membiarkan satu detik terbuang sia-sia karena ia tau kalau sekali saja ia teledor pasti ia akan langsung kalah dalam olimpiade ini.
Ia juga teringat saat adik kesayangannya menelfon untuk memberikannya semangat. Ia tidak tau siapa yang memberitahu Nadhil tentangnya yang mengikuti olimpiade ini, tapi ia harus berterima kasih karena tanpa orang itu pasti semangatnya sekarang kurang dan pasti pikirannya akan kacau.
Setelah sekian lama ia mengerjakan soal-soal akhirnya selesai, tapi saat ia melihat jam yang menunjukan sisa waktu mengerjakan soal ternyata masih tersisa 7 menit tiba-tiba ia teringat dengan perkataan Pak Panji.
"Kerjain soal itu sekali lagi. Ingat di dunia ini nggak ada sempurna jadi kamu harus membuat kesempurnaan itu sendiri," ucap Pak Panji sebelum olimpiade ini dimulai.
Axel pun mulai meneliti jawabannya mulai dari nomor satu. Memastikan kalau semua jawaban yang ia tuliskan benar atau sesuai dengan pola pikirnya, jadi kalau pun salah ia tidak menyesal karena jawaban itu sudah ia kerjakan dengan sungguh-sungguh.
Suara alarm menjadi pengingat kalau waktu telah habis pun berbunyi. Sekarang semua peserta sedang menunggu hasil dan peringkat yang mereka peroleh. Semuanya sudah bisa bernafas lega karena mereka sudah melewati sebuah tes yang selama ini menjadi beban pikiran mereka.
Axel menghampiri Pak Panji yang setia menunggunya dan berdoa agar ia mendapatkan hasil yang baik. Pak Panji tersenyum saat ia berada di hadapannya.
"Bagus. Kamu udah ngelakuin yang terbaik jadi bagaimanapun hasilnya kita harus bersyukur," ucap Pak Panji.
"Terima kasih pak," ucap Axel.
"Ayo beli minuman, bapak traktir."
Mereka pun berjalan menuju kantin. Seperti yang Pak Panji bilang tadi ia membelikan sebuah minuman untuk Axel. Ia senang saat melihat Axel sudah bisa tersenyum karena sebelum-sebelumnya ia selalu merasa kalau senyuman yang di tunjukan Axel selalu ada unsur paksaan, tapi sekarang beda.
Karena sebentar lagi pengumuman hasil tes akan dilakukan jadi Pak Panji mengajak Axel kembali ke ruangan untuk menunggu di sana terlebih dahulu, tapi Axel menolak karena ia harus pergi ke kamar mandi dulu.
Pak Panji menuju ke ruangan terlebih dahulu sementara Axel menuju ke kamar mandi. Setelah keperluan di kamar mandi selesai ia pun langsung ke luar dari situ tapi saat di luar dihadang seorang laki-laki yang umurnya setara dengan Victor.
"Apa kamu Axel Zakky Carlo?" tanya laki-laki itu.
"Iya," jawab Axel sambil melihat seksama laki-laki yang berada di hadapannya ini.
"Bisa ikut saya sebentar?" tanya laki-laki itu lagi.
"Tidak bisa. Saya harus pergi sekarang karena hasil tes akan diumumkan." jawab Axel.
"Kalau gitu bisa kita ketemu lain kali?"
"Saya nggak yakin karena jadwal saya sibuk."
"Bisa luangkan waktu kamu sebentar?"
"Maaf tapi saya nggak bisa membuang waktu berharga saya untuk orang yang belum saya kenal," ucap Axel sambil melewati laki-laki tersebut.
"Saya ayah kandung kamu," ucap laki-laki itu.
Kaki Axel seketika berhenti melangkah. Hatinya berdebar kencang setelah mendengar itu. Ia merasakan sebuah kehangatan yang muncul dari hatinya.
"Saya akan kirim orang untuk menjemput kamu," ucap laki-laki tersebut sambil berjalan menjauh.
"Bodoh, mana mungkin gua percaya sama hal yang kayak gitu," gumam Axel.
*****
Pak Panji dan Axel memilih untuk kembali ke sekolah setelah mengetahui hasil dari olimpiade tadi. Mereka naik taksi untuk kembali ke sekolah, selama perjalanan Axel tertidur pulas.
"Maaf karena udah ngasih kamu beban seberat ini." gumam Pak Panji sambil melihat Axel.
Setelah sampai di sekolah depan sekolah Pak Panji pun membangunkan Axel lalu membayar ongkos taksi tersebut. Saat mereka baru saja masuk ke dalam sudah banyak suara tepuk tangan terdengar.
Semua guru dan murid menghentikan seluruh kegiatan pembelajaran untuk menyambut kedatangan Pak Panji dan Axel. Terdengar ucapan selamat dari seluruh penjuru sekolah membuat mereka berdua tersenyum.
"Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Kami semua bangga sama kamu Xel," ucap Pak Ghibran sambil berdiri di samping kiri Axel.
Pak Ghibran, Axel, dan Pak Panji berjalan menuju ke tengah lapangan. Axel baru menyadari kalau ada sebuah spanduk yang terbentang di sebuah tembok. Ia langsung mengoceh saat tau kalau spanduk itu bergambarkan dirinya yang sedang tertidur di dalam kelas.
"Selama dua hari kedepan kamu tetap masuk sekolah tapi kamu akan dibebaskan dari pembelajaran, kamu bebas mau ngapain aja" ucap Pak Ghibran.
Axel memikirkan sesuatu yang menurutnya sedikit gila. Ia membisikan sesuatu kalimat di telinga Pak Ghibran. Ia menyampaikan suatu keinginan yang baru saja terpikir olehnya.
"Kamu yakin?" tanya Pak Ghibran.
"Saya yakin," jawab Axel.
"Nanti bapak pertimbangkan sama guru-guru yang lain dulu."
"Terima kasih pak."
"Sama-sama."
Sambutan semakin meriah saat Axel mengacungkan tangannya. Ia berjalan ke arah koridor untuk menyalami semuanya satu persatu dan mengucapkan terima kasih karena telah menyambut kedatangannya.
Sebuah acara yang sederhana untuk menyambut seorang Axel yang telah mengharumkan nama sekolah di sebuah olimpiade berkelas. Semua guru bersyukur karena muridnya itu mendapatkan peringkat juara yang tidak pernah didapatkan oleh senior-seniornya yang lalu.
"Selamat Xel, makasih udah mengharumkan nama sekolah," ucap Bu Violet.
"Sama-sama Bu. Maaf ya kalau selama ini saya punya salah sama ibu," ucap Axel.
Sekarang Axel memilik dua julukan di sekolah ini. yang pertama adalah sang penakluk, ia mendapatkan julukan itu karena ia berada dalam posisi pertama dalam daftar orang yang paling ditakuti di sekolah ini. Yang kedua adalah sang juara, julukan yang diberi para guru untuknya karena ia telah berhasil mendapatkan juara satu pada olimpiade.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...