Viola, Lyona, Rendi, Nathan, dan Obe masih menunggu Axel di depan sekolah karena Axel akan datang untuk menjemput Viola.
Tak lama kemudian datang laki-laki menggunakan kemeja rapi dan celana panjang berwarna hitam.
"Rambut lo acak-acakan kenapa?" tanya Rendi yang sadar kalau rambut Axel acak-acakan.
"Kena air wudhu," ucap Axel.
Semuanya sahabatnya pun paham kalau Axel habis sholat, tapi lupa kalau menyisir rambutnya lagi setelah habis wudhu.
"Ini mau kumpul atau gimana?" tanya Axel yang bingung kenapa para sahabatnya kumpul.
"Mau nya sih gitu tapi masa di rumah Viola terus," jawab Nathan merasa sedikit tidak enak kepada Viola karena selalu membuat rumahnya tempat kumpul.
"Di rumah gua aja," ucap Obe menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah.
"Oke."
Mereka pun langsung beranjak dari sana, mereka menuju rumah Obe, sebelum sampai di rumah Obe mereka sempat mampir ke minimarket untuk beli beberapa cemilan.
Setelah sampai di rumah Obe mereka langsung masuk ke dalam karena mereka tahu kalau jam segini ayah sama ibunya Obe sedang tidak ada di rumah, mereka orang yang sibuk jadi Obe selalu merasa kesepian kalau berada di rumah karena itu ia sangat bersyukur karena sudah dipertemukan dengan Axel dan yang lainnya karena mereka selalu siap menemaninya saat sedang merasa kesepian.
"Tuan rumah tolong AC-nya dinyalakan dong, kalau bisa yang paling dingin ya," ucap Axel sambil duduk di sofa ruang tamu.
"Nih atur sendiri," ucap Obe sambil melemparkan remote AC kepada Axel.
"Nih rumah tumben sepi pembantu lo mana?" tanya Nathan yang dari tadi belum melihat keberadaan pembantu keluarga Obe.
"Dia sakit."
"Jangan bilang lo bawa gua ke sini buat masakin lo makanan," ucap Axel yang sudah hafal dengan pemikiran Obe, setiap Obe berbaik hati dengannya pasti ada niat terselubung.
"Tau aja sih Xel, lo emang sahabat terbaik gua," ucap Obe sambil mengacungkan jempol.
"Tau gini gua mending langsung pulang."
"Xel gua lapar," ucap Viola sambil memegang ujung lengan kemeja Axel.
"Lo mau makan apa?"
"Halo, di sini tuan rumahnya gua bukan Viola," ucap Obe yang merasa tak dianggap sebagai tuan rumah.
"Alah, kalau lo mah semua lauk pasti mau mending nurut aja," ucap Nathan yang juga sudah mulai lapar.
"Bubur ayam Xel," ucap Viola yang tiba tiba ingin memakan bubur ayam buatan Axel.
Axel diam sebentar untuk mengingat langkah-langkahnya membuat bubur ayam, sudah lama Viola tidak minta dibuatkan bubur ayam jadi wajar saja kalau ia sedikit lupa dengan langkah-langkahnya.
"Gua buatin bubur ayam kalau bumbunya ada kalau enggak ada gua buatin seadanya," ucap Axel sambil berdiri lalu berjalan kearah dapur.
"Lo kasih mantra apaan tuh Axel sampai-sampai bisa nurut sama lo," ujar Rendi yang merasa kalau Axel selalu menuruti setiap permintaan Viola.
"Entah, semenjak dia sering main ke rumah gua dia jadi nurut sama perkataan gua sama nyokap-bokap gua," ucap Viola, Axel tidak pernah membantah setiap perkataan Viola dan kedua orang tuanya.
"Wih kalau dia sering main kesini dia bisa jadi nurut sama gua dong," ucap Obe.
"Mungkin."
"WOI XEL BESOK-BESOK SERING MAIN KESINI!!" teriak Obe dengan keras agar Axel yang berada di dapur kedengaran.
"OGAH, LO PASTI PUNYA NIAT JAHAT," jawab Axel dengan keras sehingga terdengar jelas dari ruang tamu, semua orang terkekeh mendengar jawaban Axel.
"Udah jangan diganggu nanti buburnya kagak jadi-jadi."
"XEL UDAH BELUM," teriak Rendi memastikan kalau Axel sudah selesai belum memasak buburnya
"SABAR KAMBING, LO KIRA MASAK BUBUR BISA JADI DALAM 5 MENIT."
"INI UDAH 6 MENIT."
"BODO AMAT."
Setelah itu mereka membiarkan Axel memasak dengan tenang, mereka memilih untuk tiduran di sofa.
Tak lama kemudian sudah tercium bau sedap dari arah dapur, perut mereka langsung terasa sangat lapar setelah mencium bau itu.
Mereka langsung berjalan kearah meja makan, sesampainya di sana sudah ada tersaji bubur ayam dan ada Axel yang sudah duduk di kursi.
"Ayamnya kagak ada jadi cuma bubur," ucap Axel sambil menuangkan bubur ke piringnya.
"Harusnya tadi kita motong si Jago," ucap Nathan sambil duduk di kursi samping Axel.
"Sini kepala lo, gua potong!" Ketus Obe tidak terima kalau ayam kesayangannya akan dipotong.
"Lo aja lihat darah takut sok-sokan mau motong kepala Nathan," ucap Lyona yang ingat kalau Obe takut dengan darah.
"Laki apa perempuan tuh," ejek Rendi baru tau kalau Obe takut dengan darah.
"Laki-laki lah apa perlu gua tunjukkin kegagahan gua disini."
"Kegagahan atau kegagalan?" Tanya Axel ikut memanaskan suasana.
"Ya elah kagak percayaan amat sih jadi sahabat."
"Lo tukang bohong,"
"Gua bohong apa coba?"
"Lo bohong pas bilang kalau lo nggak suka sama Helen."
"Itu beda cerita."
"Tapi lo cinta kan sama dia?"
"Iya gua cinta sama dia."
"Ngomong yang keras dong," ucap Axel.
"GUA CINTA SAMA HELEN!!" teriak Obe dengan lantang hingga bisa terdengar sampai sudut ruangan.
"Halo Len denger sendiri kan," ucap Axel sambil mengangkat hpnya yang dari tadi dia biarkan tergeletak di atas meja makan.
"Makasih Xel, gua bahagia dengernya," jawab Helen diseberang telefon
Semua orang yang ada di meja makan tidak menyangka kalau dari tadi Axel sedang telfonan dengan Helen dan memancing Obe untuk mengungkapkan perasaannya.
"Kalau gitu sekarang gantian lo yang ngungkapin perasaan lo ke Obe."
"Gua juga cinta sama Obe."
"Besok gua tunggu traktirannya," ucap Axel sambil memutuskan sambungan telfonnya dengan Helen.
"CIEE ... CIEE ... CIEE!!" teriak Axel, Lyona, Viola, Nathan, Rendi secara bersamaan.
"EMAK ANAK MU INI UDAH PUNYA PACAR!" teriak Obe sambil loncat-loncat kegirangan.
"Makasih Xel lo emang sahabat gua yang paling the best" lanjut Obe.
Axel tidak menjawab ucapan Obe, ia hanya tersenyum sebagai tanda kalau ia juga turut bahagia, walau hatinya masih hancur gara-gara melihat Viola dan Zidan kemarin tapi ia masih harus membuat para sahabatnya bahagia dan itu termasuk Viola.
"Cukup gua yang sedih kalian semua harus bahagia" batin Axel
"Aku sahabat mu
tugasku adalah memastikan
kau berbahagia dengan pilihanmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...