Suara tepuk tangan masih terdengar walau Alfa Band sudah turun dari panggung. Acara malam ini ditutup dengan nyanyian Axel yang sangat fantastis. Mereka tidak menyangka kalau seorang Axel yang selalu teriak-teriak memiliki suara sebagus itu.
Semua murid kelas XI MIPA 2 ke arah stand makanan. Mereka masuk ke dalam stand makanan Cina. Stand ini dibuat oleh murid kelas X IPS 1.
"Gua pesan La Mian-nya 25 porsi," ucap Obe kepada salah satu murid kelas X IPS 1.
"Dih kok 25, kan harusnya 24," protes Reno.
Total murid di kelas XI MIPA 2 memang benar 25, tapi sekarang Axel tidak sedang ada di sana, jadi seharusnya Obe cuma memesan 24 porsi.
"Hust anak kecil diem ya, jangan kebanyakan bicara nanti ngigo," ejek Obe sambil mendekatkan jari telunjuknya ke mulut.
Obe sengaja melebihi pesanannya untuk jaga-jaga kalau Axel tiba-tiba datang ke sini dan alasan ia memesan La Mian karena itu adalah makanan favorit Axel ketika sedang berada di restoran Cina.
Selama pesanan sedang dibikin mereka hanya bicara biasa. Tidak terlalu asik dan tidak terlalu membosankan.
Tiba-tiba suasana menjadi sepi saat Bram dan Vina masuk ke dalam ruangan, Viola tersenyum saat melihat kedua orang tuanya datang ke acara ini dan ia sangat bahagia karena di belakang orang tuanya ada Axel.
"Makasih ya Xel udah nganterin Om sama Tante ke sini," ucap Vina.
"Sama-sama, kalau gitu Axel pergi dulu Tan," balas Axel.
"Kamu nemenin Om sama Tante makan dulu baru boleh pergi," ucap Bram sambil merangkul pundak Axel.
"Maaf Om, tapi Axel ada acara keluarga," ucap Axel sambil menyingkirkan tangan kanan Bram.
"Mau sampai kapan bohong sama kita?"
"Bohong apa om?"
Obe ingin ikut bicara, tapi dilarang oleh Viola karena sekarang cuma ayahnya yang bisa bicara dengan Axel. Sekali saja ada orang yang ikut campur semuanya akan berantakan.
"Kamu kerja kan? Kita semua yang ada di sini sudah tau tentang itu."
Axel kaget mendengar itu, dia baru sadar kalau seharusnya dia meminta kepada orang-orang yang tahu tentang kehidupannya tidak menceritakan kepada orang luar.
"Om cuma tahu sedikit tentang saya, karena saya Axel Zakky Carlo bukan Asa Manggala Pratama."
*****
Semua murid kelas XI MIPA 2 sudah hadir di kelas kecuali Axel, sudah lima menit jam mata pelajaran berlangsung, tapi Axel belum juga datang. Viola tersenyum saat tahu ada seseorang yang masuk ke dalam kelas.
"Maaf pak, saya telat," ucap Axel sambil berjalan ke arah Pak Ghibran.
"Kenapa telat?" tanya Pak Ghibran sambil memasukan spidol ke dalam kantong baju.
"Saya ke kantor dulu buat nanyain semua tugas selama saya diskors."
"Oh gitu."
"Pak, saya minta izin buat ngerjain tugas saya sekarang."
"Selama kamu masih bisa mengikuti materi saya boleh saja."
"Makasih."
Axel pun beranjak dari depan kelas, ia mengarah ke arah murid-murid lainnya, untuk sesaat senyum Obe mengembang, tapi seketika luntur saat Axel melewatinya, Axel mengarah ke meja Zahra dan Helen.
"Len tukar tempat," ucap Axel saat sudah berada di samping Helen.
Helen tersenyum mendengar itu, duduk di samping Obe adalah keinginannya, tapi ia sadar sekarang bukan lah waktu yang tepat untuk memaksakan keinginannya.
"Maaf Xel, gua nyaman duduk di sini."
"Satu hari aja, gua nggak bisa fokus ngerjain semua tugas kalau ada di depan."
"Lo bisa tukar tempat sama gua," sahut Reno.
"Terima kasih."
Reno dan Axel pun bertukar tempat duduk, sekarang Axel satu meja dengan Brian sedangkan Obe dengan Reno. Axel tidak ingin membuang kesempatan, ia langsung menyelesaikan satu persatu tugas, ia sempat meminjam beberapa buku paket dari perpus jadi tidak perlu meminjam catatan orang lain.
Axel memasang earphone di telinganya dan menyetel lagu dengan keras selama ia mengerjakan tugas. Pak Ghibran membiarkannya karena ia tau itu adalah kebiasaan Axel saat sedang ingin fokus terhadap sesuatu.
Kring .... Kring
Suara bel istirahat berbunyi. Semua kegiatan belajar-mengajar berhenti setelah mendengar itu, tapi Axel masih saja fokus mengerjakan tugas.
Pak Ghibran memasukan buku paket yang dari tadi ia pegang ke dalam tas lalu duduk meja Axel. Ia sudah tak tahan melihat situasi kelas dan sekarang ia ingin mengakhiri ini semua.
"Satu bulan kemana aja?" tanya Pak Ghibran sambil mengambil satu buku Axel.
"Ke Yogyakarta, ada urusan keluarga," jawab Axel sambil melepaskan earphone.
"Gimana? Asik?"
"Saya bersyukur karena sudah diskors."
"Kenapa?"
"Rahasia."
Pak Ghibran tersenyum mendengar itu. Ia sedikit lega karena sifat jaim Axel belum hilang sepenuhnya jadi ia bisa mengembalikan Axel seperti dulu lagi.
"Bapak denger Nada sudah punya pacar, gimana menurut kamu?"
"Saya nggak paham maksud Bapak."
Axel sebenarnya tahu apa yang dimaksud Pak Ghibran, tapi ia tidak ingin menyimpulkan begitu saja. Ia tidak suka menyimpulkan hal yang belum pasti.
"Bukannya kamu suka sama Nada? Jadi Bapak ingin tahu pendapat kamu tentang pacar Nada yang sekarang."
"Saya nggak pernah suka sama Nada."
"Oh, kalau gitu kamu sukanya sama siapa?"
"Belum ada."
"Dih kasian jomblo!"
"Yee biarin, jomblo mah bebas."
"Bilang aja nggak ada yang mau."
"Dih Bapak sok tau!"
"Lha kan emang bener."
"Ya bener sih, tapi kan pasti ada lah satu orang."
"Dih pasrah!"
"Terus, terus, baru masuk satu kali udah dibikin kesel, kagak ada tata krama amat jadi guru!"
"Iri bilang bos!"
"Idih manggil gua bos, jadi mulai sekarang Bapak anak buah Axel."
"Masih pagi udah ngigo aja," ucap Pak Ghibran sambil memukul kepala Axel menggunakan buku tulis.
"Dih kan Bapak sendiri yang nyebut Axel bos," ucap Axel sambil memegangi puncak kepalanya .
"Ya nggak gitu juga. Males amat punya bos kayak kamu."
"Axel juga nggak mau punya anak buah kayak Pak Ghibran."
"Xel?"
"Apa pak?"
"Nanti malam sahabat-sahabat kamu ngajak main ke pasar malam, kamu ikut ya?"
"Dih ingat umur Pak, udah tua juga nanti kalau encok Axel juga yang repot."
"Dih jangan kepedean, siapa juga yang mau ikut kalian."
"Gitu aja baperan. Ikut aja Pak nanti sepi kalau nggak ada bapak."
"Bapak ikut kalau kamu juga ikut."
"Saya nggak bisa janji."
Pak Ghibran bersyukur karena Axel masih bisa sedikit terbuka dengannya tapi ia juga cemas dengan muridnya yang lain. Ia cemas kalau Axel tidak bisa terbuka seperti ini dengan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...