Pertarungan sengit terjadi antara Lyona dan Deren. Dari tadi mereka saling beradu pukulan. Axel cemas dengan kaki Lyona yang belum sembuh sempurna. Axel tau kalau dari awal Lyona menahan sakit. Ia sudah geram dan ingin sekali loncat dari tribun lalu menghentikan pertandingan ini.
Lyona fokus dengan musuhnya, ia selalu mempriotaskan serangan ke arah muka lawan, ia mempraktekan gerakan yang ia ajari dari Axel tadi dan ternyata benar semuanya berhasil tapi sayangnya tenaganya tidak cukup kuat.
Kakinya sudah sakit sekali, tapi ia tetap memasang muka biasa buat membohongi orang lain, ia tersenyum tipis saat tiba-tiba wajah Axel muncul dalam pikirannya sekarang ia baru ingat kalau ia bisa menipu orang lain tapi tidak akan bisa membohongi orang itu yang selalu peka terhadap orang di sekitarnya.
Ia sudah kehabisan cara, tapi ia ingat sebuah kalimat yang Axel ucapkan sebelum ia naik ke atas arena.
"Lo harus tahan emosi, tutup mata sebentar atur nafas lalu rangkai semua gerakan yang bakal lu gunain."
Lyona pun mengikuti saran Axel, ia meredam semua emosi menutup mata lalu berfikir apa yang akan ia lakuin setelah ini.
Tak butuh waktu lama ia langsung menyimpulkan untuk meniru gerakan Axel saat melawan Rendi.
Ia melesat maju kecepatannya tak setara dengan Axel jadi ada kemungkinan ia kalah sangat lah besar, saat musuhnya menendang menggunakan kaki kanan ia menghindar lalu menjegal kaki kiri musuhnya, memang benar musuhnya itu jatuh, tapi kakinya juga terasa sakit akibat benturan tadi.
Saat musuhnya bangun Lyona hanya bisa defense, ia tau kalau musuhnya mengincar kakinya yang cidera, ia kehilangan keseimbangan dan musuhnya ingin menginjak kepala Lyona, saat itu ia hanya bisa pasrah melihat kaki musuh yang hampir mengenai kepalanya tapi tiba-tiba dihentikan oleh tendangan kaki lain.
Kaki itu milik sahabat laki-lakinya yang nekat loncat dari tribun lalu naik ke atas arena, kaki Axel menendang kaki Deren yang hampir mengenai muka Lyona dengan mimik marahnya langsung mendorong Deren, setelah laki-laki itu mundur ia langsung menerjang maju lalu menendang sekuat tenaga perut Deren hingga keluar arena lalu pingsan.
Semua orang takut melihatnya, betapa kuat tenaga Axel sampai-sampai bisa menendang Deren sampai terbentur dinding yang jaraknya jauh dari arena.
"Kedua peserta didiskualifikasi karena kedua duanya melakukan pelanggaran, dari pihak Deren hampir mencelakai Lyona, dari pihak Lyona ada salah satu orang yang naik ke atas arena, pertandingan akan diulang besok lusa," ucap juri menggunakan mic.
"Naik!" ucap Axel sambil berjongkok di depan Lyona.
Lyona pun mematuhi ucapan Axel, ia digendong Axel sampai kerumunan Rendi setelah itu ia turun dari gendongan Axel lalu duduk bangku.
"Gua tau lo sangat ingin menang, tapi nggak gini juga, untung gua bisa nahan emosi kalau enggak udah gua habisin tuh orang," ucap Axel sambil memijit kaki Lyona.
"Ma--," ucapan maaf Lyona terpotong karena tiba-tiba Axel menekan kuat kakinya.
"Kita sahabat, di dalam persahabatan nggak ada kata terimakasih sama maaf," ucap Axel.
Axel sangat tidak suka jika sahabatnya menyebut kedua kata itu, baginya sahabat akan saling mengerti tanpa harus ada penjelasan.
"Hari ini sama besok lo harus istirahat total agar kaki lo sembuh, gua pamit sisanya gua serahin kekalian semua," ucap Axel sambil berdiri lalu berjalan menjauh
"Xel tolong latih gua," ucap Lyona saat sadar kalau Axel mulai menjauh
Axel tersenyum mendengar itu. Bukannya tidak ingin melatih Lyona tapi dia khawatir kalau saat dia melatihnya akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Lyona hanya bisa melihat kepergian Axel, tidak ada yang bisa mengerti jalan pikir Axel, Bahkan Viola yang predikatnya sebagai sahabat dari SMP tidak tau sama sekali tentang pemikiran Axel.
Semuanya pun pulang, untuk sementara Lyona harus istirahat tapi dia harus sekolah besok untuk bujukin Axel supaya bisa melatihnya, Viola pulang dijemput sang ayah karena dia tadi berangkat sama Axel dan sekarang entah dimana Axel berada.
*****
Kebesokan harinya semua murid kelas X MIPA 2 sudah hadir di kelas termasuk Lyona yang kakinya masih terasa sedikit sakit. Mereka bingung karena tas Axel sudah ada di dalam kelas tapi sang pemilik tidak ada.
"Di mana Axel?" tanya Rendi yang baru saja masuk kebdalam kelas. Sejak kejadian Axel memenangkan pertarungan itu ia selalu mampir ke kelas X MIPA 2.
"Ni orang bisa punya ilmu gaib apa gimana? Tasnya ada tapi orangnya kagak ada," celetuk Nathan.
"Pasti orangnya nyungsep di selokan," ucap Obe.
Tiba-tiba Pak Ghibran masuk ke dalam kelas padahal belum waktunya masuk dan hari ini tidak ada mata pelajarannya.
"Nih pada ngapain? Heboh banget sampai ada Rendi di sini?" tanya pak Ghibran sambil melihat satu-persatu muridnya yang ada di dalam kelas.
"Ni pak, si cerewet tasnya ada tapi orangnya nggak ada," ucap Viola sambi menunjuk tas Axel.
"Si Axel kena hukuman," ucap Pak Ghibran sambil menunjukan wajah bersedihnya.
"Kenapa pak? Bukan dia saja yang salah kita semua juga ikut tapi kenapa cuma dia yang dihukum," ucap Obe sambil menggebrak meja. Emosinya tiba-tiba tersulut ketika mendengar kalau sahabatnya itu kena hukuman.
"Ini bukan soal itu doang."
"Terus apa pak, bapak jangan coba-coba bohongi kami, seharian kami bersama Axel jadi kami tau semuanya," ucap Nathan.
"Kemarin Axel nyerang orang yang bikin Lyona cidera," jelas pak Ghibran.
Semua orang yang ada di dalam kelas kaget mendengar itu termasuk Rendi tapi yang paling merasa kaget adalah Lyona.
"Bodoh, kenapa lo harus sendirian sih," ucap Nathan sambil memukul mejanya dengan keras.
"Tenang, Axel menang," ucap Pak Ghibran membuat kekhawatiran semua orang sedikit menghilang.
"Terus di mana Axel pak?" Tanya Lyona sambil berdiri.
Pak Ghibran hanya diam tapi telunjuknya menunjuk seseorang yang sedang berdiri di tengah lapangan.
Itu Axel, ia dihukum berdiri di tengah lapangan sampai pulang sekolah, hukuman yang sangat berat bagi seorang siswa.
"Harusnya Axel cuma berdiri di tengah lapangan sampai jam delapan tapi sekarang dia harus berdiri di sana sampai jam terakhir karena---," ucap Pak Ghibran terhenti karena ia ingat kalau Axel menyuruhnya untuk tidak menyebarkan alasan.
"Karena apa pak?" tanya Reno. Dia adalah ketua kelas.
"Jawab pak, bapak guru kan? Guru nggak boleh bohong sama muridnya."
"Karena dia mengambil alih semua hukuman kalian, memang benar kalau Pak Panji mengizinkan kalian ke luar sekolah, tapi BK tidak," jelas Pak Ghibran.
Setelah mendengar itu Lyona berjalan ke arah luar kelas, walau kakinya sakit tapi dia memaksakannya.
"Mau kemana?" tanya pak Ghibran.
"Mau nemenin orang goblok," jawab Lyona.
Lyona ke luar kelas diikuti semua sahabat-sahabatnya, mereka semua berjalan ke arah tengah lapangan lalu berbaris rapi, Axel yang melihat sahabat-sahabatnya sudah berbaris bersamanya pun tersenyum.
Bukan cuma murid kelas X MIPA 2 tapi Pak Ghibran dan Pak Panji pun ikut berdiri di tengah lapangan, kedua guru itu sangat merasa bersalah karena tidak bisa meyakinkan BK dan merasa kagum kepada Axel yang bersedia mengambil alih semua hukuman sahabatnya.
"Bilang ke mereka kalau hukuman mereka berakhir jam 9," ucap Pak Henri kepada salah satu siswa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...