Hari demi berlalu tidak terasa kalau sekarang Axel dan sahabat-sahabatnya sudah naik kelas dua, mereka sudah melakukan ujian dengan sangat baik, tentu saja Axel tetap menjadi juara bertahan dalam perolehan nilai, dia mendapat nilai paling tinggi di sekolahan.
Sekarang masa MOS para murid kelas dua dan tiga diizinkan untuk melihat kegiatan MOS adik kelasnya tapi berbeda dengan Axel dia harus membantu Pak Ghibran dulu memindahkan berkas-berkas murid-murid baru.
Saat Axel menaruh berkas-berkas tersebut ada satu berkas terjatuh, dia membaca keseluruhan isi berkas itu, ada satu yang menarik perhatian Axel.
"Elina Nada Agustin, murid beasiswa," gumam Axel.
"Ngapain kamu?" tanya Pak Ghibran saat melihat Axel sedang membolak-balikkan sebuah berkas.
"Axel ingin tau tentang dia," ucap Axel sambil menyerahkan berkas itu ke Pak Ghibran.
"Oh Nada."
"Bapak kenal?"
"Kenal dong, dia murid kebanggaan SMP Citra Nusa."
"Axel ingin tau semua informasi yang bapak ketahui tentang dia."
Pak Ghibran pun menjelaskan semua yang ia ketahui tentang Nada ke Axel, ia tidak tahu kenapa Axel sangat tertarik tentang Nada sampai-sampai memaksanya menceritakan semuanya tentang Nada.
Setelah mendapatkan informasi Axel pun langsung kelapangan tempa MOS dilaksanakan, ia maju ke barisan paling depan agar bisa melihat Nada.
"Untuk tas kalian disusun rapi di depan, para anggota OSIS akan memeriksa nya, siapapun yang membawa barang yang tidak ada di daftar list akan disita" ucap Zidan, dia adalah penanggung jawab di acara MOS ini.
Semua murid kelas satu menaruh tasnya dengan rapi tapi Nada terlihat seperti orang yang kebingungan.
"Lo yang di sana cepat taruh tas lalu balik ke barisan," tegas Zidan.
"Tapi kak," ucap Nada. Ia sangat gelisah karena di dalam tas nya ada barang yang tidak ada di daftar list.
"Apa jangan-jangan di dalem tas lo ada sesuatu, sini tas lo" ucap Zidan sambil merebut tas milik Nada.
Saat di buka terdapat beberapa bungkus makanan di dalam tas tersebut, Axel yang melihat itu langsung teringat ucapan Pak Ghibran.
"Dia pemasok makanan ringan di SMP nya, dia ngelakuin itu buat nambahin biaya sekolah,"
"Lo pikir lo mau piknik bawa makanan segini banyak," ucap Zidan sambil menjatuhkan semua makanan ringan yang ada didalam tas Nada.
"Itu buat dijual di kantin kak."
Semuanya tertawa mendengar itu, mereka tidak percaya dengan alasan yang diucapkan Nada.
"LO PIKIR GUA PERCAYA SEKAR--," ucap Zidan berhenti saat ada satu buah sepatu melayang melewati depan mukanya.
Semua orang juga kaget melihat itu, mereka langsung mencari siapa yang melempar sepatu itu dan semua mata melihat kearah Axel.
"GUA KASIH LO PILIHAN, MASUKIN SEMUA MAKANAN NADA KE DALAM TAS ATAU SEMUA ANGGOTA OSIS YANG ADA DI LAPANGAN GUA HABISIN SEKARANG!" teriak Axel mempertingati para anggota OSIS.
"OH MASIH NGGAK MAU MILIH GUA HITUNG SAMPAI TIGA KALAU MASIH NGGAK MASUKIN SEMUA MAKANANNYA KEDALAM TAS JANGAN HARAP KALIAN PULANG DALAM KEADAAN SELAMAT."
"SATU."
"DUA."
Sontak semua OSIS membatu Zidan untuk memasukan seluruh makanan ringan ke dalam tas Nada, Axel menghentikan hitungannya setelah tas Nada sudah ada ditangannya.
"Lo serahin semua makanan lo ke kantin sekarang," ucap Axel sambil menyerahkan tas kepada pemilik nya.
"Tapi kak."
"Lo takut sama OSIS?" tanya Axel, hanya dijawab anggukan oleh Nada.
"MULAI SEKARANG NADA ADA DI BAWAH PERLINDUNGAN GUA, SIAPAPUN YANG BERANI GANGGU NADA BAKALAN BERHADAPAN SAMA GUA, GUA NGGAK AKAN SEGAN-SEGAN NGELAWAN ORANG YANG GANGGU NADA TERMASUK 4 ORANG YANG ADA DI ATAS GUA!" teriak Axel dengan lantang, yang di maksud 4 orang di atasnya adalah Danu, Irfan, Claris dan Luna karena mereka lah yang menduduki 4 orang yang paling di takuti di sekolah ini.
Semua orang hanya bisa diam mendengarkan perkataan Axel, para sahabat Axel juga diam, mereka membiarkan Axel untuk melakukan semua kemauannya.
"Gua pinjem Nada sebentar, gua mau anterin dia ke kantin," ucap Axel sambil menggandeng tangan Nada lalu pergi beranjak dari lapangan.
Nada hanya membisu dan mengikuti langkah Axel, dia ingin mengucapkan terimakasih tapi keadaannya masih sangat gugup.
Sesampainya di kantin Nada menitipkan makanannya untuk dijual kepada semua penjual di sana tentu saja dengan bantuan Axel.
"Kalau lo ada yang ganggu bilang ke gua," ucap Axel
"Makasih kak, tapi saya udah biasa kayak gini kok."
"Jangan ngeyel," ucap Axel sambil menyentil kening Nada membuat Nada mengaduh seketika.
"Sakit kak," ucap Nada sambil memegangi keningnya.
"Makannya jangan bantah ucapan gua, selama gua masih ada di sekolah ini lo akan jadi tanggung jawab gua."
"Saya dan kakak kan nggak saling kenal tapi kenapa kakak bantuin saya?"
"Belum saatnya lo tahu alasannya, yang penting sekarang yang harus lo lakuin cuma belajar di sekolah ini dengan tenang dan gua nggak akan biarin ada yang ngehina lo."
"EKHEM Axel Zakky murid yang paling teladan di sekolah kok tiba-tiba mencari masalah sama OSIS," ucap Pak Panji sambil menekan kata ekhem.
Axel dan Nada pun melihat ke arah Pak Panji, Axel tersenyum ia lupa kalau ada guru di sekolah jadi pasti para guru akan memberi hukuman ke Axel.
"Eh Pak Panji kok tiba-tiba ada di kantin kan seharusnya ada di ruang meeting," ucap Axel.
"Tadi ada laporan kalau ada orang bodoh yang ganggu acara MOS."
"Ayo pak duduk dulu kita bahas sambil makan jajanannya Nada, ini enak banget loh pak."
"Kamu mau nyogok?"
"Idih siapa juga yang mau nyogok bapak, Axel tuh mau mempromosikan jajanan Nada."
"Terus hubungannya sama bapak apa?"
"Nggak ada hubungannya sih, tapi bapak harus beli ini enak banget, Axel nggak bohong."
"Oh ya?"
"Dah lah pak percuma Axel bujukin batu kayak bapak, pergi yuk," ucap Axel sambil menarik tangan Nada menjauh.
"Mau kemana? Urusan nya belum selesai nih."
"Bapak beli dulu jajanannya Nada nanti Axel jelasin kenapa tadi Axel kayak gitu."
"Yaudah nih bapak beli lima bungkus."
Nada tersenyum saat melihat jajanannya dibeli oleh guru, ia tidak menyangka kalau akan bertemu orang sebaik Axel dihari pertama dia masuk SMA, ia sangat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Axel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...