Malam ini Axel sudah siap dengan pakai ala kadarnya. Menggunakan kaos oblong dan celana jeans pendek tak lupa dengan sendal jepit. Penampilan yang sangat sederhana untuk mengajak seorang wanita berkencan.
Axel tersenyum saat melihat Viola mulai menuruni tangga dengan pakaian yang terlihat sangat mewah dan sangat anggun.
"Gila!" ucap Viola kesal karena pacarnya berpakaian sangat santai apalagi memakai sendal jepit saat mau berkencan dengannya.
"Gila dari mana coba? Orang jelas-jelas ganteng kayak gini," ucap Axel.
"Ganteng? Eh mas kalau ngomong di jaga ya, muka sama panci gosong aja mirip,"
"Eh keturunan dugong kalau ngomong jangan asal."
"Udah jangan berantem, berangkat sana nanti kehujanan di jalan repot," ucap Bram melerai perdebatan antara anaknya dan Axel.
"Tapi dia pakai sendal jepit pah," protes Viola sambil menunjuk Axel.
"Dih emang ada undang-undang kalau kencan nggak boleh pakai sendal jepit" protes Axel.
"Kalian pilih pergi sekarang atau ayah nggak izinin kalian pergi sekalian," ancam Bram.
Axel dan Viola pun dengan cepat mengakhiri perdebatannya karena Bram sudah mulai mengancam tidak memberikan mereka izin untuk pergi kencan.
Axel membawa Viola lapangan hijau luas yang jaraknya tidak begitu jauh dari landasan penerbangan penerbangan pesawat.
Menikmati udara dingin dan menatap sebuah pesawat-pesawat yang sedang persiapan terbang. Axel memberikan jaket yang sengaja ia simpan di jok motor tadi kepada Viola. Ia tersenyum saat Viola mulai menggunakan jaketnya.
"Dingin?" tanya Viola.
"Ya enggak lah. Mana mungkin aku kedinginan cuma gara-gara kayak gini," bohong Axel. Ia sebenarnya sangat kedinginan karena cuma memakai kaos oblong dan celana pendek tapi ia juga tidak mau kalau Viola merasakan hal sama kayak dirinya.
Viola tersenyum mendengar itu. Ia tau kalau pacarnya sedang merasa kedinginan. Ia juga tau kalau laki-laki yang sekarang berstatus sebagai pacarnya ini berbohong agar ia tidak merasa kedinginan.
Viola mulai bergeser mendekat ke tubuh Axel lalu menyampirkan sebagian jaket ke tubuh laki-laki itu. Satu jaket digunakan untuk menghangatkan tubuh mereka. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Axel lalu menggenggam tangan Axel dengan erat.
"Cuma kamu laki-laki yang ngajak perempuan kencan ke lapangan," ucap Viola.
"Yah mau gimana lagi, kalau aku ngajak makan di restoran nanti sama kayak mantan-mantan kamu," ucap Axel.
"Emang kenapa kalau sama?"
"Nanti nggak spesial."
"Martabak kali ah pakai acara spesial segala."
"Sebenarnya nggak perlu spesial sih yang penting aku bisa buat kamu bahagia itu aja udah cukup."
"Kalau aku bahagia kamu juga bahagia?"
"Ya iyalah, kan selama ini kamu sumber kebahagiaan aku."
"Makasih Xel."
"Harusnya aku yang berterima kasih."
"Kok gitu?"
"Ya gitu lah pokoknya. Terima kasih sudah jadi bagian hidupku yang fana ini,"
"Fana?"
Axel menggigit bibir bawahnya. Ia menyesal telah mengatakan hal yang bisa membuat pacarnya ini menjadi kepo setengah mati. Ia mencari sebuah hal lain untuk mengalihkan topik pembicaraan dan akhirnya ia menemukan sebuah hal yang bisa buat menjadi pengalihan.
"BAPAK PILOT MINTA UANGNYA DONG BUAT BELI MAKANAN SAMA BELI BENSIN!" teriak Axel saat sebuah pesawat sudah terbang di atas kepalanya.
"JANGAN PAK, BIAR SI AXEL MANDIRI!" teriak Viola.
"Dih kamu sih, nggak dikasih uang beneran kan sama pak pilot," protes Axel.
"Mau aku teriak apa enggak tetap nggak akan dikasih bodoh."
Mereka saling menertawakan kebodohan mereka masing-masing. Axel mulai merebahkan dirinya di atas rerumputan dan Viola juga ikut merebahkan dirinya tapi kepalanya beralaskan tangan kanan Axel.
"Terima kasih ya Xel." ucap Viola.
"Untuk apa?" tanya Axel.
"Karena udah nyimpan rasa cinta ini 5 tahun dan terima kasih karena nggak pindah ke hati lain."
5 tahun lamanya Axel menanti sebuah rasa yang sama dari hati Viola dan selama itu juga ia harus merasakan perasaan sakit saat Viola menyatakan kalau dirinya sudah punya pacar.
"Kenapa orang yang saling cinta tapi nggak ditakdirkan untuk bersama?" tanya Axel.
"Mungkin belum jodohnya," jawab Viola sedikit ragu.
"Cinta belum cukup kuat untuk melawan garis takdir."
"Takdir kan nggak bisa dibantah."
"Selama kamu percaya sama aku, pasti kita akan tetap bersama walau takdir berkata lain."
"Aku percaya sama kamu."
"Gimana kalau kita nggak jodoh?"
Hati Viola sakit saat mendengar itu. Ia tidak ingin kalau hubungannya dengan Axel berakhir begitu saja. Ia tidak pernah berpikir kalau orang yang berada di sampingnya ini hanya sebatas pemanis cerita hidup bukan sebagai pelengkap kisah cintanya.
"Kita jodoh! Itu pasti! Kalau ada yang berani ganggu kita hadapi sama-sama."
"Semoga aja takdir nggak sekejam itu."
"Takdir nggak akan sekejam itu kalau kita bisa saling ngertiin satu sama lain."
Viola emang bicara seperti itu tapi nyatanya ia bahkan belum mengerti sedikit pun tentang Axel. Ia hanya mengerti sedikit tentang kehidupan pacarnya itu dan itu juga hanya sekedar tentang hal-hal yang disukai Axel.
"Kita hanya perlu bertahan 8 bulan setelah itu kita bisa bahagia tanpa takut di ganggu orang lain."
"Aku nggak sabar nunggu hari itu."
"Itu masih lama jadi nikmatin aja masa-masa sekarang."
"Kenapa nggak dipercepat aja?"
"Sekarang mustahil. Arka udah kembali dan aku yakin dia pasti punya rencana busuk."
"Arka ya. Harusnya aku nggak pernah suka sama dia."
"Udah jangan nyesel. Kamu nggak tau kalau dia akan begitu setelah pacaran sama kamu."
"Aku sangat benci sama dia."
"Aku juga."
Viola benci dengan Arka karena ia hampir saja menjadi korban pemerkosaan oleh orang itu. Untung saja waktu itu ada Axel yang selalu mengikutinya kemana saja dan selalu bersembunyi saat Arka berada di dekatnya. Axel benci dengan Arka karena wanita yang ia cintai hampir saja dinodai oleh laki-laki itu.
"Kenapa harus dia yang kembali," ucap Axel sambil mengenang saat-saat masa suramnya.
Axel dan Arka adalah salah satu petarung jalanan yang sangat disegani oleh orang-orang yang berada di sebuah tempat yang biasa disebut oleh orang-orang sekitar sana dengan sebutan Dunia Malam. Mereka diberi julukan sesuai dengan peringkat mereka disana. Axel mendapatkan julukan The King karena sekalinya ia bertarung tidak ada yang bisa mengalahkannya dan Arka mendapatkan julukan Ice Prince karena ia selalu menampilkan wajah tidak peduli saat bertarung.
"Harusnya aku singkirkan dia saat itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...