46

202 23 5
                                    

Setelah berbagai pertimbangan dan banyaknya permohonan Axel untuk tetap bersama dengan Viola akhirnya Adel rela untuk melepas anaknya untuk bersama dengan wanita yang sangat ia benci. Ia sudah bersumpah di depan Viola jika ia akan membawa Axel pergi jauh jika Viola membuat anak laki-laki kesayangannya itu menangis.

Adel sedikit demi sedikit mulai membuka hati untuk menerima Viola di keluarganya karena mau gimana pun Axel bilang kepadanya akan melamar Viola setelah kelulusannya. Ia hanya bisa mengiyakan permintaan Axel karena ini pertama kalinya anak laki-lakinya itu bertindak egois.

Selama Adel sedang membuka hati untuk sang pujaan hati anaknya itu Victor lah yang berusaha meyakinkan Adel saat istrinya itu merasa bimbang dengan pilihannya. Victor sudah rela jika Axel memilih untuk membatalkan perjodohannya dan pergi bersama sahabat-sahabatnya.

Axel dan sahabat-sahabatnya sudah kembali ke tempat mereka berasal. Sebuah kota yang penuh kenangan yang mereka ukir dengan sebuah senyuman dan tetesan air mata.

Mereka memutuskan untuk kembali ke rumah Viola terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah masing-masing. Mereka ke rumah Viola menggunakan dua taksi.

Sesampainya di depan rumah Viola terlihat lah Bram dan Vina yang sudah berdiri tegap dengan wajah sedikit seram.

"Nih ngapain di depan rumah, masuk lah," ucap Axel sambil merangkul Bram.

"Wah ni bocah baru balik udah ngajak berantem," ucap Bram.

"Dih, ngajak berantem gimana coba? Kan Axel cuma nyuruh om sama tante masuk dari pada berdiri di depan rumah gini kayak satpam tau nggak."

"Ini rumah gua," ucap Bram sambil menjitak kepala Axel.

"Eh ternyata anda tuan rumah."

"Kamu pulang-pulang udah kayak orang lupa ingatan ya." ucap Vina sambil mencubit pipi Axel.

"Iya nih tan gara-gara dijitak terus sama om Bram."

"Dah ngadu terus," ucap Bram.

"Ciee ngambek." goda Axel

Tak hanya Axel yang berbicara semuanya pun ikut meramaikan suasana tapi beda dengan Obe. Ia menatap Axel dengan seksama dan memperhatikan setiap gelagat sahabatnya itu. Sejak kemarin bertemu dengan Axel ia merasa kalau ada yang janggal.

"Aneh," gumam Obe.

*****

Bram menggelar pesta memanggang barbeque untuk menyambut kedatangan Viola dan sahabat-sahabatnya. Ia menggelar pesta itu di dekat kolam renang.

"Xel bisa ikut gua sebentar," ucap Viola sambil menarik ujung baju Axel.

Viola dan Axel pun sedikit menjauh dari keramaian. Mereka duduk dipinggir kolam sambil menggerakkan kaki mereka.

"Kenapa?" tanya Axel.

"Enggak papa, gua cuma mau ngabisin waktu sama lo."

"Tumben, biasanya juga sama Lyona kalau nggak Helen."

"Ya pengen aja ngehabisin waktu sama orang yang dicinta."

"Vi inget, hubungan kita masih sahabat bukan pacar."

Viola menghembuskan nafas. Ia seharusnya menyadari kalau hubungan mereka berdua masih sebagai sahabat tidak lebih.

"Kenapa nggak pacaran? Kan kita saling cinta?"

"OM BRAM BOLEH NGGAK KALAU AXEL PACARAN SAMA VIOLA," teriak Axel dengan keras sehingga membuat semua orang di sana melihat ke arahnya.

"NIKAHIN AJA SEKALIAN. OM UDAH BOSEN NGURUS VIOLA JADI KALAU BISA NGASIH CUCU SECEPATNYA YA XEL," balas Bram.

"SIAP, AYAH MERTUA."

"OKE, MENANTU."

Yang lainnya pun terdiam melihat kejadian itu. Otak mereka masih mencoba memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka semua langsung berlari kearah Axel.

"Eh gila lo kok seberani itu," ucap Nathan.

"Lha gua mah apa sih yang nggak berani," ucap Axel.

"Cie yang udah direstui," sindir Lyona sambil menyenggol tangan Viola.

"Apa sih Li," ucap Viola malu-malu.

"Nih kok nggak ada jadwal makan-makan ya," sindir Rendi.

"Kalian mau makan-makan?" tanya Axel.

"Mau dong," jawab Helen.

"Tuh calon ayah mertua gua lagi masak ikan bakar," ucap Axel.

"Itu beda lagi," ucap Obe sambil menjitak kepala Axel.

"OI BOCAH-BOCAH NI MAKANAN UDAH SIAP," teriak Bram membuat percakapan Axel dan lainnya terhenti.

"Udah makan dulu aja, soal traktiran belakangan," ucap Nathan sambil berlari ke arah Bram.

Semuanya pun berjalan kearah makanan yang sudah disiapkan Bram, tapi saat di tengah perjalanan Obe tiba-tiba menghentikan langkah Axel. Sekarang cuma ada ia dan Axel di tempat ini.

Obe mengepalkan tangannya lalu menonjok perut Axel. Matanya masih menatap Axel dengan tajam padahal saat ini didepannya sahabatnya itu sedang merasa kesakitan.

Obe mengulurkan tangannya untuk membantu Axel berdiri. Axel pun menerima jabatan tangan Obe. Obe menarik tangan Axel dengan kuat sehingga tubuh Axel juga ikut terangkat.

"Gua benci kalau disuruh mukul sahabat gua sendiri, tapi gua lebih benci kalau sahabat gua nutupin masalahnya sendiri dari gua," ucap Obe saat Axel sudah berdiri sempurna di hadapannya.

"Gua udah anggap lo sebagai kakak gua jadi jangan sungkan-sungkan minta bantuan gua," ucap Obe sambil menempelkan genggaman tangannya ke dada Axel.

"Makasih sudah bantu gua selama ini," ucap Axel sambil menempelkan genggaman tangannya ke dada Obe.

Mereka pernah berjanji kalau mereka akan tetap saling membantu walau salah satu mereka sudah pergi dari dunia ini duluan dan akhirnya janji itu sudah terpenuhi semua. Axel sudah membantu sahabat-sahabatnya untuk mewujudkan cita-citanya masing-masing sedangkan sahabat-sahabatnya sudah membantunya untuk menggagalkan perjodohannya.

Bukan berarti setelah perjanjian mereka sudah terpenuhi mereka akan pergi masing-masing. Mereka akan tetap bersama sampai nyawa mereka sudah tidak ada di bumi ini lagi. Sekarang sudah tidak ada penghalang bagi mereka selain ajal. Mereka akan selalu mengukir senyuman selama masih diberi waktu untuk berada di dunia ini dan akan mengukur kesedihan saat salah satu dari mereka meninggalkan bumi ini untuk selamanya.

Axel (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang