Sekarang Nindy sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit karena sudah sehat, kondisinya sudah pulih sepenuhnya tapi hatinya masih sakit karena tahu kalau kakaknya besok harus pergi meninggalkannya lagi.
Axel kembali ke rumah, ia tidur di kamar saat kecilnya, tidak ada yang berubah kamarnya masih bertema astronomi, ia memang suka dengan bintang-bintang bahkan sampai sebagian nama-nama bintang.
"Kak, kita ke pantai yuk," ajak Nindy di ambang pintu sambil melihat kearah Axel.
"Kakak sudah nggak punya baju ganti," ucap Axel sambil menatap Nindy.
"Nanti sebelum ke pantai kita ke mall dulu beli baju buat kamu," ucap Adel sambil masuk ke dalam kamar Axel lalu duduk di kasur.
"Gimana Xel?" tanya Victor.
"Ya ayo aja, kan sebentar lagi kan Axel sudah nggak ada di sini jadi harus bikin banyak kenangan."
Semuanya sedih mendengar itu, mereka sadar kalau sudah telat untuk membujuk Axel untuk kembali bersama lagi, sekarang mereka hanya bisa membuat hari-hari terakhir Axel menjadi sangat indah untuk dikenang.
Semuanya pun bersiap untuk berangkat ke mall, Victor sedang menyiapkan mobilnya di halaman rumah, Adel sedang menyiapkan bekal untuk mereka makan saat berada di pantai, Nindy sedang berdandan agar terlihat cantik, sedangkan Axel sedang meminum susu kotak milik Nindy yang disimpan di dalam kulkas.
"Nggak siap-siap Xel?" tanya Adel sambil memasukan kotak bekal ke dalam plastik hitam.
"Enggak mah, mau siap-siap apa enggak sama aja," ucap Axel sambil menutup pintu kulkas
"Ya seenggaknya cuci muka atau gimana gitu?"
"Axel nggak bawa sabun cuci muka kalau pakai punya ayah pasti muncul jerawat."
"Emang pernah nyoba?"
"Enggak sih tapi kan jaga-jaga, muka Axel udah pas-pasan kalau ada jerawat perempuan nggak ada yang mau."
"Emang kamu sudah punya calon Xel?"
"Dulu punya sekarang udah enggak."
"Kenapa?"
"Enggak papa."
Adel masih memaklumi kalau anak laki-lakinya ini masih belum siap terbuka dengannya bagaimanapun mereka sudah berpisah lebih dari 10 tahun jadi wajar saja kalau masih ada rasa canggung di hati Axel.
"Emang jijik ya mah kalau di cintai sama sahabat sendiri?"
Adel menatap anaknya dengan perasaan sedih, ia tidak menyangka kalau hubungan asmara anaknya akan serumit ini, ia juga merasa marah kepada sosok perempuan yang bilang jijik kepada anaknya.
"Sudah jangan dibahas, nanti mamah kenalin sama anak sahabat-sahabat mamah, siapa tau ada yang cocok," ucap Adel sambil mengelus puncak kepala Axel.
Axel tersenyum mendengar itu, ia bingung apakah sekarang saatnya untuk berpaling dari Viola dan membuka diri untuk anak sahabat-sahabat mamahnya.
"Kenapa mah?" tanya Nindy bingung melihat kakaknya sedang bersedih.
"Ini kakak kamu dibilang jijik sama sahabatnya sendiri"
Nindy langsung geram mendengar itu, ia tidak terima kalau kakak kesayangannya dibilang jijik oleh orang lain apalagi orang itu adalah sabahat kakaknya sendiri.
"Sudah nggak usah dibahas hari ini kita kan niatnya senang-senang," ucap Adel untuk menghentikan topik pembicaraan.
Axel dan Nindy menuruti perkataan Adel, mereka menghentikan topik pembicaraan agar mereka sekarang bisa berangkat ke mall lalu ke pantai.
Mereka membelikan Axel beberapa baju, celana, jaket, HP dan koper. Tentu saja ia sudah menolak semua itu, tapi tetap saja dibelikan oleh kedua orang tuanya. Sekarang saatnya tampil beda, ia dipaksa untuk masuk kedalam salon oleh Adel untuk melakukan beberapa perawatan wajah.
Setelah sekian lama melakukan perawatan akhirnya Axel ke luar dari salon dengan gaya barunya, tapi saat sudah di luar ia melihat ke arah dua orang yang sedang berbicara dengan keluarganya.
"Xel sini," ucap Adel saat mengetahui kalau anaknya sudah keluar dari salon.
"Iya Mah," ucap Axel sambil berjalan menghampiri Mamahnya dan yang lainnya.
"Kenalin Xel, ini Tante Reni sahabat Mamah pas Kuliah, ini anaknya namanya Nadhil," ucap Adel memperkenalkan Reni dan Nadhil kepada Axel.
Axel menatap Nadhil dengan seksama, setelah melihatnya ia langsung teringat dengan Nada. Nadhil yang merasa dirinya sedang diamati pun langsung tersenyum kepada Axel.
"Maaf, ada yang salah?" tanya Nadhil sambil melihat ke arah Axel.
"Oh sorry, gua keinget sama adik kelas gua, dia mirip kayak lu," jawab Axel sambil memalingkan matanya.
"Siapa namanya?"
"Elina Nada Agustin."
"Oh, itu adik gua."
Axel kaget mendengar itu dan langsung menatap ke arah Nadhil, ia tidak percaya kalau Nada adalah anak Reni karena dilihat dari penampilan aja Reni dan Nadhil sudah seperti orang dikalangan atas.
"Oh kebetulan kamu juga sudah kenal sama Nada," ucap Reni sambil memegang pundak Axel.
"Emang kenapa Tan?"
"Selama Nada masih satu sekolah sama kamu tolong jaga dia ya, dia tuh nggak mau terima uang dari tante, katanya dia mau belajar mandiri."
"Tenang tan, nggak usah disuruh pun Axel akan jagain Nada."
"Oh ya, makasih udah bantuin Nada pas MOS."
"Tante tahu darimana?"
"Tante tahu semuanya kok, kita sudah dengar semuanya langsung dari Nada."
Axel langsung melihat ke orang tuanya dan adiknya, dia takut kalau mereka juga tahu tentang dirinya yang diskors karena berantem.
"Kenapa Xel?" tanya Victor.
"Enggak papa kok yah," ucap Axel lega karena orang tuanya nggak tahu kalau dirinya sedang dalam masa skors.
"Gua tahu kalau lo diskors," bisik Nadhil di telinga Axel.
Nadhil tau itu dari adiknya, ia sudah banyak mendengar cerita tentang Axel yang selalu menyelamatkan adiknya dari pembullyan dan selalu membantu adiknya dalam belajar.
"Kalau tahu diem, jangan kayak ember bocor," bisik Axel di telinga Nadhil membuat sang empu langsung terkekeh.
Nadhil dan Axel sibuk sendiri, mereka saling berbisik agar para orang tua dan adiknya Axel tidak mendengar, orang tua mereka pun tersenyum saat melihat kalau anak mereka sudah bisa saling akrab.
"Gimana kalau kalian tunangan?"
"Ha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...