Axel, Nathan, Obe, dan Reno sedang ada di rooftop sekolah. Mereka memilih untuk bolos pelajaran karena untuk membahas hal yang penting, yaitu tentang perpisahan. Perpisahan yang tidak diinginkan oleh semua orang, tapi mau tidak mau akan terjadi dalam waktu dekat.
"Udah jangan sedih, kita masih bisa bertemu," ucap Axel sambil menepuk pundak Reno.
Axel lah yang paling tegar di antara mereka ber-empat. Walau hatinya juga sakit saat harus memimpin rapat ini, tapi ia tetap berusaha kelihatan senang. Ia tau kalau ia sedih pasti semua sahabatnya itu akan merasakan kesedihan juga.
"Semoga aja takdir nggak begitu kejam," ucap Obe sambil memandang langit.
Satu tetes air mata menetes. Reno tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Ia tidak bisa menahan segala kesedihan saat tau kalau sebentar lagi semuanya akan berpisah dan memilih jalannya masing-masing.
"Kita harus fokus. Ini kesempatan terakhir kita," ucap Nathan. Ia sangat tersiksa dengan posisinya sekarang. Ia harus merencanakan pesta perpisahan, walaupun ia sendiri tidak ingin perpisahan itu terjadi.
Kesempatan terakhir untuk mereka memutuskan apa saja yang akan mereka lakukan saat sudah memasuki hari perpisahan. Mungkin juga kesempatan terakhir untuk mereka bisa tertawa bersama.
"Percaya gua! Ini bukan pertama kalinya kita berpisah, jadi gua yakin kalau kita masih tetep bisa bersahabat walau jarang ketemu," ucap Axel.
"Gua yakin ini awal dari semuanya," ucap Obe sambil merangkul pundak Axel.
Saling menguatkan satu sama lain. Itu lah yang bisa mereka lakukan sekarang. Mereka tau kalau hati mereka sedang menangis, tapi mereka tidak membiarkan mukanya juga menampakkan hal yang sama.
"Kita harus kuat, kita itu panutan bagi yang lainnya, kita nggak boleh kelihatan sedih, kita harus bisa bertahan sampai hari itu," ucap Nathan.
Menutupi segala perasaan sedih untuk kebahagiaan yang lain. Mereka rela melakukan itu agar sahabat mereka tidak terlalu merasakan sakitnya sebuah perpisahan. Rasa sakitnya kehilangan orang yang sangat penting dalam hidupnya.
"Sebelum hari itu tiba, gua minta kalian buat bikin suasana kelas jadi ceria, kita buat seceria mungkin biar mereka nggak ngerasain detik-detik kehilangan," ucap Axel.
Pemalsuan keadaan. Axel tau kalau rencananya ini mungkin juga akan berakibat fatal disaat-saat terakhir, tapi ia juga yakin kalau rencana ini bisa mengurangi kesedihan sahabat-sahabatnya.
"Kita bikin saat-saat ini jadi kenangan yang tidak akan pernah terlupakan," ucap Nathan sambil menyeka air matanya.
"Jangan Nangis! Kita harus nikmati saat-saat ini," ucap Obe. Memang benar ia mengucapkan itu, tapi matanya berkata lain. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
"Kita memang biang onar, kita memang tukang buat masalah, tapi saat ini kita harus meninggalkan itu semua, kita harus fokus buat sahabat-sahabat kita bahagia, ini kesempatan terakhir, jadi kita manfaatkan sebaik mungkin," ucap Axel.
Reno tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa diam dan membiarkan air matanya mengalir. Mungkin jabatannya sebagai ketua kelas sudah tidak berguna, ia selalu menggantungkan seluruh keputusan kepada Axel. Selama ini ia hanya hidup di bayang-bayang Axel.
"Lo panutan kita. Jadi jangan sampai kalah sama kita," ucap Axel sambil menepuk bahu Reno.
Reno tersentak mendengar ucapan Axel. Ia sangat bahagia karena sudah dipertemukan dengan Axel. Ia sangat bahagia karena akhirnya tau orang yang tidak berguna seperti dirinya bisa menjadi permata di mata orang lain.
"Terima kasih, sudah mau sahabatan sama orang kayak gua," gumam Reno.
Axel berjalan ke arah tepi rooftop, ia melihat ke arah bawah, ia memandangi segala penjuru sekolah dengan seksama, ia tidak ingin kehilangan satu kenangan pun.
Sudah banyak sekali kenangan yang tercipta dengan sahabat-sahabatnya di sekolah ini. Mulai dari kesedihan sampai kebahagiaan, ia sedih karena sebentar lagi mereka akan berpisah.
"GUA YAKIN KITA SEMUA BISA! KITA BUAT SEKOLAH KITA JADI NOMOR SATU! BANGGAKAN SELURUH GURU YANG MENGAJAR DI SINI, KITA DAPATKAN NIAI SEBAIK MUNGKIN, CUMA ITU LAH YANG BISA KITA LAKUKAN SEKARANG. TERIMA KASIH UNTUK SEGALA KENANGAN. MAAF UNTUK SEGALA KESEDIHAN," teriak Axel dengan lantang sehingga suaranya menggema di seluruh sekolah.
Axel tersenyum setelah meneriakan kalimat itu, ia sangat bersyukur jika semua orang mendengar teriakannya tadi. Ia yakin kalau mereka bisa berpisah dengan tangisan kebahagiaan.
Setelah perpisahan terjadi pasti banyak perubahan yang signifikan terhadap mereka masing-masing. Perubahan yang bisa menghilangkan seluruh kenangan yang pernah mereka buat di sekolah ini.
Saat-saat yang paling menguras air mata. Detik demi detik mulai berganti, mendekatkan mereka dengan perpisahan yang sangat menyedihkan. Seakan tidak ingin berkompromi dengan waktu, Axel mulai membuat segala kenangan kebahagiaan yang bisa ia kenang selama ia masih berada di dunia ini.
Ia menolak segala kesedihan yang ada. Ia membuat kebahagiaan di sekitarnya. Ia tidak percaya dengan kata perpisahan di dunia ini. Yang ia percayai adalah sebuah perpisahan dimana salah satu dari mereka sudah dipanggil untuk kembali kepangkuan sang kuasa.
Ia berjanji pada dirinya sendiri, kalau ia akan membuat semua sahabatnya tersenyum gembira sampai-sampai melupakan kalau mereka sebentar lagi akan berpisah. Ia tidak peduli dengan kesedihan yang ada di dalam hatinya, yang ia utamakan adalah kebahagiaan sahabat-sahabatnya.
Hatinya berteriak kesakitan, tubuhnya mulai bergetar hebat, matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat tersiksa, tapi ia harus melakukannya. Karena kebahagiaan sahabat-sahabatnya adalah hal yang paling penting dalam hidupnya.
Terbesit dalam hatinya untuk menyerah pada keadaan dan membiarkan semuanya terjadi pada semestinya, tapi ia menolak segala logikanya itu. Ia yakin segala usahanya akan membuahkan hasil yang maksimal. Ia tidak akan membiarkan perpisahan ini menjadi perpisahannya yang menampilkan kesedihan. Ia ingin perpisahan ini adalah awal kebahagiaan bagi seluruh sahabat-sahabatnya.
Ia sangat yakin kalau sahabat-sahabatnya akan bahagia saat perpisahan, tapi ia tidak yakin dengan dirinya sendiri, terlebih lagi dengan kondisi tubuhnya yang sekarang. Mungkin ini akan menjadi perpisahan yang abadi antara dirinya dengan para sahabat-sahabatnya yang telah menciptakan kehangatan dalam hidupnya.
"Ini mungkin saat-saat terakhir gua, jadi gua nggak akan biarin kalian sedih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...