47

198 19 7
                                    

Hari pertama masuk sekolah. Semua murid senang karena bisa bertemu dengan teman-teman mereka lagi dan ada yang sedih karena harus mengikuti pembelajaran lagi.

Seperti biasa murid kelas XII dan XI disibukan dengan pencarian kelas sedangkan murid kelas X melakukan kegiatan MOS.

Setiap murid kelas XII MIPA 2 disibukan oleh kegiatan masing-masing mulai dari memilih tempat duduk dan bertengkar siapa yang akan duduk di samping mereka. Tingkah mereka masih saja kayak anak kecil walau tubuh mereka sudah besar.

Kegiatan mereka dihentikan paksa oleh pak Ghibran. Ia lagi-lagi ditunjuk oleh kepala sekolah untuk menjadi wali kelas mereka.

Pak Ghibran pun menyuruh para muridnya untuk duduk dengan posisi dan urutan yang sama saat mereka di kelas XI. Ia tersenyum puas saat semua muridnya menuruti kata-katanya.

"Oh, khusus Axel kamu akan jarang di kelas mulai sekarang, jadi saat murid baru sudah datang kamu akan pindah tempat duduk dan karena belum ada meja jadi hari ini kamu akan mulai belajar di ruang guru," ucap Pak Ghibran.

"Ha! Mana bisa kayak gitu pak, baru juga masuk masa saya udah diusir aja," protes Axel.

"Bukannya diusir kamu akan dibimbing di ruang guru untuk ikut olimpiade."

"Ya kan bisa tambahin meja lagi pak, pokoknya jangan meja saya."

"Ini keputusan kepala sekolah, kamu juga sudah dibuatkan meja khusus di ruang guru jadi terima aja."

"Gila sih, udah kayak orang penting aja sampai-sampai dibuatin meja khusus," sindir Nathan.

"Kalau lo mau ambil aja kambing, gua juga ogah belajar di ruang guru," balas Axel.

"Wah, sebentar lagi kelas kita jadi sepi nih" celetuk Yoga.

"Enggak kok, Axel akan dibimbing cuma dua kali seminggu," ucap Pak Ghibran.

"Cuma dua kali pak?" tanya Axel.

"Iya, tapi kalau kamu mau bisa aja setiap hari jadi kamu akan diajari guru-guru dan di prioritaskan  untuk menjadi juara pada saat UN,"

"Gila sih, baru aja masuk udah dijadiin tumbal," ucap Axel sambil menepuk jidatnya.

"Udah sih, ruang guru deket dari sini jadi kita masih bisa ketemuan," ucap Obe sambil menepuk bahu Axel.

Saat mereka sedang membicarakan hal tersebut ada orang di luar kelas sedang menunggu pembicaraan mereka selesai. Saat suasana sudah mulai sepi orang tersebut pun mengetuk pintu lalu masuk ke dalam kelas.

"Kamu murid pindahan?" tanya Pak Ghibran.

"iya pak," jawabnya.

"Kalau gitu perkenalan dulu ya."

"Iya pak,"

Laki-laki itu pun menatap semua orang yang ada di dalam kelas secara satu persatu dan berusaha mengingat wajahnya karena mau gimana pun mereka akan menjadi teman sekelasnya mulai saat ini. Matanya terfokus kepada salah satu perempuan yang pernah sekali menjadi bagian dari hidupnya. Ia tersenyum saat tau kalau ia akan satu kelas lagi dengan perempuan itu.

"Nama saya Zalfa Arkana Alamsyah, biasa dipanggil Arka, saya pindahan dari SMA Pustaka, untuk kedepannya mohon bimbingannya," ucap Arka sambil tersenyum.

Mata Arka masih memandang perempuan itu. Senyumannya mulai merekah saat perempuan itu juga mulai memandangnya.

"Xel, kamu ke ruang guru sekarang," ucap Pak Ghibran.

Mata Arka sekarang beralih melihat ke arah Axel. Ia tersenyum sinis saat tau kalau ia juga satu kelas dengan laki-laki tersebut. Mata Arka dan mata Axel saling bertatapan menghasilkan aura yang mencekam.

Axel berjalan dengan tangannya yang sudah mengepal kuat. Ia mencoba untuk tidak memandang laki-laki yang sudah berani-beraninya kembali kehidupannya itu. Ia sangat membencinya.

"Lama nggak bertemu The King," ucap Arka.

Setelah mendengar ucapan itu langkah Axel langsung terhenti sempurna. Semua orang memandang Arka dengan penuh tanya. Mereka tidak mengerti kenapa ia memanggil Axel dengan sebutan The King.

"Sapaan lo tadi apa perlu gua jawab?" tanya Axel.

Semua orang kaget mendengar itu. Mereka berasa aneh dengan tingkah Axel sekarang karena tidak biasa laki-laki itu tidak ramah dengan orang lain bahkan sampai mengeluarkan kata-kata seperti itu.

"Enggak perlu, gua lebih butuh balasan Viola dari pada lo" ucap Arka.

Sebuah pukulan langsung mendarat di pipi sebelah kanan Arka membuat sang empu kesakitan. Semua yang melihat itu pun langsung bergerak cepat memisahkan mereka berdua. Viola memeluk tubuh Axel erat.

"Viola udah jadi milik gua jadi jangan ngarep," ucap Axel.

"Gua bisa bikin dia jatuh cinta sama gua dalam sekejap jadi tunggu aja kabar kalau kita berdua jadian," ucap Arka sambil menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Gua tunggu saat itu, jangan buat gua bosen ice prince" ucap Axel sambil beranjak pergi meninggalkan semua sahabat-sahabatnya.

Hati Axel mulai tidak tenang saat tau kalau Arka lah sang murid pindahan itu. Ia takut kalau Viola akan kembali lagi dalam pelukan Arka. Ia sangat benci saat mulai mengingat tentang laki-laki itu yang berstatus sebagai cinta pertama Viola.

Axel berjalan menuju kantor guru sambil mengelus dadanya berharap kalau hari ini tidak akan kesialan lagi yang datang menghampirinya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam saat sudah berada di depan pintu ruang guru. Sebuah pintu yang akan membawanya ke dalam pembelajaran yang sangat ketat dan sangat sulit.

"Assalamualaikum," ucap Axel sambil membuka pintu.

"Waallaikumsallam, pas banget ada kamu," ucap Pak Panji sambil melihat ke arah Axel.

"Emang kenapa Pak?" tanya Axel sambil berjalan mendekat kearah Pak Panji.

"Bawa ini ke kelasnya Nada," perintah Pak Panji sambil menyerahkan setumpuk berkas kepada Axel.

"Tapi kan saya harus belajar di sini Pak."

"Iya, tau kan saya yang bertugas membimbing kamu, jadi kamu bawa ini dulu ke kelas Nada baru saya mulai pembelajarannya."

"Di kelas jadi tumbal, di ruang guru juga jadi babu," gerutu Axel sambil berbalik.

Axel meninggalkan ruang guru. Ia mengarah ke kelas Nada atau lebih tepatnya kelas XI MIPA 2. Saat berada di depan kelas ia melihat kalau Nada sedang di kelilingi oleh beberapa laki-laki dan tubuhnya yang sudah bergetar ketakutan.

Axel pun langsung masuk ke dalam kelas tersebut, mengambil salah satu botol air mineral yang tidak tertutup lalu menggugurkannya kepada salah laki-laki yang berada tepat di depan Nada.

"Ups, tangan gua kepleset."

Tangannya tak bergerak sedikit pun sampai air di botol itu habis sempurna. Axel tersenyum sinis saat laki-laki yang berada di depannya sekarang ini sudah basah kuyup akibat guyuran airnya.

Axel (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang