Nathan sedang duduk di pinggir kolam renang, pikirannya sedang memikirkan seorang sahabatnya yang sekarang entah berada di mana.
"Kenapa Nath? Sedang ada masalah?" tanya Nando, ia adalah Ayah Nathan. Walau ia jarang di rumah, tapi saat ia tahu kalau anaknya sedang sedih ia langsung menyempatkan untuk pulang.
"Sahabat Nathan pergi."
"Pergi kemana?"
"Entah, jauh dari sini dan semua itu gara-gara Nathan."
"Kalau kamu salah ya minta maaf aja."
"Dia udah pergi, sekarang Nathan nggak tahu gimana cara minta maafnya."
"Kamu cari dia dong buktiin kalau kamu itu peduli sama dia."
"Udah tapi Nathan nggak nemuin informasi apa-apa, maaf tapi Nathan ingin sendiri."
"Papah akan bantu kamu cari informasi sebisanya kalau udah nemuin informasi nanti langsung Papah kasih tau Nathan, papa pergi dulu ya."
"Hati-hati."
Sekarang hari-hari Nathan serasa sunyi, tidak ada lagi orang yang bisa ia ajak debat, tidak ada lagi orang yang bisa ia jahili, tidak ada lagi orang yang bisa membuatnya tertawa.
Ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk, dengan cepat Nathan menjawab panggilan di ponselnya.
"Halo kenapa be?"
"Gua udah nemuin informasi tentang Axel, besok kita ke pasar kota, lo hubungin semuanya kita berangkat pagi-pagi biar dapat informasi lebih banyak"
Nathan tersenyum mendengar itu, walau informasinya hanya sedikit, tapi ia bersyukur karena Obe sudah bisa menemukan informasi tersebut.
"Makasih Be," ucap Nathan sambil memutuskan sambungan telefon.
Nathan langsung memberitahu semuanya lewat Grup Chat WhatsApp, kemudian ia kembali ke kamar untuk tidur, ia berharap kalau besok dia bisa bangun lebih pagi untuk mencari informasi lebih banyak.
*****
Semuanya sudah berkumpul di parkiran pasar kota, Obe sedang mengirimkan semua foto kios yang ada di HP Axel kepada semua orang.
"Kita berpencar satu kelompok 5 orang kalau udah dapet informasi direkam pakai HP, kalau udah kembali baru kita saling tukar informasi," ucap Nathan.
"Ini satu satunya informasi yang kita miliki jadi kita harus sungguh-sungguh," ucap Obe.
Semua orang pun berpencar, Viola satu kelompok dengan Nathan, Rendi,Lyona ,dan Obe mereka mencari satu kios yang mereka yakin kalau pemilik kios itu bisa memberikan informasi banyak tentang Axel dan akhirnya mereka sampai di depan kios tersebut.
"Mau beli apa dek?" tanya Bu Narsih sang pemilik kios tersebut.
"Maaf bu kita nggak mau beli kami mau nanya-nanya sedikit," ucap Viola.
"Mau nanya apa?"
"Ibu kenal sama laki-laki yang namanya Axel Zakky Carlo?"
"Oh nak Zakky saya kenal, emang kenapa? Dia bikin masalah di sekolah?"
"Enggak kok Bu, dia siapanya ibu ya?" tanya Obe.
"Bukan siapa-siapa sih, tapi nak Zakky kuli panggul di pasar ini"
Semua kaget mendengar itu, mereka tidak menyangka kalau sahabat mereka adalah kuli panggul di pasar ini.
"Pasti ibu salah orang, Axel yang saya maksud dia Bu," ucap Nathan sambil menunjukan Foto Axel.
"Iya ini nak Zakky,"
"Maaf Bu, bisa ceritain lebih tentang Axel?" tanya Lyona.
"Bisa kok. Kalian duduk disini," ucap Bu Narsih sambil membentangkan karpet.
Nathan, Obe, Viola, Lyona dan Rendi duduk di karpet yang sudah disiapkan oleh Bu Narsih, Bu Narsih menuangkan air putih di lima gelas.
"Maaf ya, ibu punyanya cuma air putih," ucap Bu Narsih sambil menaruh gelas didepan mereka.
"Nggak papa kok Bu, harusnya kami yang terima kasih karena ibu sudah mau cerita tentang Axel," ucap Rendi sambil mengambil salah satu gelas.
"Maaf Bu, ini sambil saya rekam nggak papa kan?" tanya Obe sambil mengeluarkan HP yang ia simpan di dalam kantong jaketnya.
"Iya nggak papa kok."
"Makasih, Bu."
"Sama-sama."
"Jadi gimana Bu?" tanya Viola.
"Pertama kali ibu kenal sama Zakky tuh lima tahun yang lalu kalau nggak salah pas dia kelas satu SMP, dia minta kerjaan kesemua pemilik kios di pasar ini karena kami kasihan kami terima dia jadi kuli panggul, setiap jam 1 pagi dia sudah di sini ngangkat barang-barang dari depan pintu masuk sampai ke dalam kios dan setiap jam 4 dia sudah harus pulang untuk siap-siap sekolah, biasanya kami gaji dia seminggu sekali kalau ibu sih ngasih dia uang 7 ribu setiap dia habis ngangkat barang," ujar Bu Narsih menceritakan tentang Axel.
Semuanya tidak menyangka kalau Axel melakukan pekerjaan berat seperti ini setiap hari, mereka sangat terpukul mendengar kalau sahabat dekatnya menjalankan hidup yang sangat kejam seperti ini.
"Di pasar ini ada yang kenal Axel selain ibu nggak?" tanya Obe.
"Semua penjual di sini kenal sama Axel, kan dia sudah 5 tahun kerja di sini, dia orangnya ramah jadi semua penjual di sini suka sama dia"
5 tahun bukan lah waktu yang sebentar, jadi wajar saja kalau semua penjual di pasar ini kenal dengan Axel. Tak sulit bagi Axel untuk berbaur dengan para penjual karena sifatnya yang selalu ramah dan selalu membantu tanpa pamrih.
"Kalau saya boleh tahu Axel pernah bilang nggak uang hasil dia kerja buat apa?" tanya Lyona.
"Dia bilangnya sih buat biaya sekolah"
"Kok buat biaya sekolah sih, kan Axel bisa aja minta sama orang tuanya" celetuk Obe.
"Apa maksud kamu?" tanya Bu Narsih setelah mendengar celetukan Obe.
"Maksud saya gini Bu, kan Axel punya orang tua kenapa nggak minta aja? Kenapa harus kerja jadi kuli panggul?"
"Kalian belum tahu ya?"
"Tahu apa Bu?"
"Axel itu anak sebatang kara"
Semuanya kaget mendengar ucapan Bu Narsih, mereka tidak menyangka kalau sahabat mereka yang selalu ceria dan tak pernah mengeluh itu adalah anak sebatang kara. Seorang yang paling terkenal dengan keceriaan ternyata memiliki berbagai rasa sedih yang disembunyikan rapi.
"Seharusnya kalian tidak mengenal ku agar kalian tidak tahu semua rasa sakit yang pernah kurasakan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Axel (Tamat)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan seorang laki-laki yang berusaha untuk mengabulkan setiap impian sahabat-sahabatnya tanpa memikirkan tentang perasaannya sendiri. Ia yang selalu memendam perasaan sedihnya dan masa kelamnya sendiri. Ia yang sudah mencin...