57

175 22 6
                                    

Sudah terlalu banyak kejadian sedih yang di alami oleh Axel. Ia sendiri tau kalau matanya sudah tidak kuat membendung air mata yang sudah memberontak untuk keluar, tapi ia tahan sebisa mungkin karena baginya air mata adalah emas dan emas tidak pantas untuk ke-dua orang itu.

Setelah mengantarkan Viola pulang ia langsung ke pemakaman. Berjalan dengan tatapan kosong membuatnya terlihat seperti orang yang linglung dan tetesan air mata yang menghiasi wajahnya.

Axel jongkok di samping sebuah makam. Ia mengelus batu nisan tersebut dengan pelan sambil membacakan doa-doa agar orang yang terkubur di dalam mendapatkan kebahagiaan di alam sana.

"Mereka kembali dan sekarang gua nggak tau harus gimana," gumam Axel sambil mencabuti rumput yang tubuh di tanah makam tersebut.

Sebuah kata yang terdapat beribu-ribu kesedihan di dalamnya. Ia tau kalau tidak akan menanggapinya, tapi ia tetap bergumam karena ini adalah satu-satunya cara agar ia bisa melepaskan bebannya.

"Semakin lama gua nggak tau gimana alur kehidupan, terlalu banyak warna kesedihan yang gua lihat dan sekarang warna itu semakin pekat," gumam Axel sambil menaburkan bunga.

Mungkin bagi orang lain kehidupan Axel adalah kehidupan sempurna, karena ia memiliki banyak sahabat yang sayang dengannya dan kekasih yang cantik. Tapi itu semua salah, karena kehidupan Axel yang sebenarnya adalah kehidupan yang selalu penuh dengan kesedihan.

"Rasanya sesak banget ya saat harus menerima orang yang sangat kita benci," gumam Axel.

Rasa sesak yang Axel rasakan semakin hari semakin menjadi-jadi. Ia merasa tersiksa dengan perasaan itu. Ia sudah memaksa hatinya untuk menerima kehadiran kedua orang itu di dalam kehidupannya, tapi hanya rasa sesak yang ia dapatkan.

"Sekarang gua udah pacaran sama adik lo, gua mohon lo restuin hubungan kami ya Sa," ucap Axel sambil meremas tanah makam Asa.

Axel sangat ingin Asa tau tentang hubungannya dengan Viola. Ia ingin memberitahunya tentang rasa bahagia yang selama ini ia dapatkan semenjak berpacaran dengan Viola. Axel ingin Asa ikut bahagia.

"Persahabatan beda dunia nggak buruk juga ya Sa, lo bisa lihat gua dari sana dan gua bisa doain kebahagiaan lo dari sini. Kisah yang sangat indah buat gua ceritain ke anak gua kelak," ucap Axel.

Axel langsung berdiri setelah mengucapkan itu. Ia hormat kepada batu nisan Asa beberapa detik sebelum ia pergi meninggalkan makam Asa.

Sebuah kisah persahabatan yang tetap terjalin walau salah satu dari mereka sudah tidak bernyawa. Saling tetap menjaga erat perjanjian selama salah satu mereka masih hidup di dunia ini. Bagi Axel tidak ada yang lebih penting melainkan menepati janjinya ke Asa dan kebahagiaan gadis yang ia cintai yaitu Viola.

*****

Axel duduk termenung di kasurnya sambil melihat sebuah kertas yang dari tadi ia genggam. Seharusnya ini bukan yang pertama kalinya ia mendapatkan kertas itu, tapi baru sekarang ia bingung siapa yang harus ia mintai tolong.

"Pertemuan orang tua. Gua aja nggak tau siapa orang tua gua," gumam Axel sambil meremas kertas tersebut lalu membuangnya ke tong sampah yang berada di samping meja belajarnya.

Axel bisa saja meminta bantuan Bram, tapi kali ini tidak mungkin karena pertemuannya harus benar-benar orang tua tidak boleh di wakilkan kecuali orang tua siswa tersebut sudah tiada.

"Udah lah. Gua datang aja sendiri kayak biasanya," ucap Axel sambil merebahkan dirinya di kasur.

Axel terlalu malu untuk meminta Wulan atau Dirga untuk datang ke pertemuan itu dan ia juga belum percaya sepenuhnya kalau mereka berdua adalah orang tua kandungnya, walaupun ia sudah lama tinggal bersama mereka.

Saat Axel mulai memejamkan mata, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar jelas membuatnya langsung turun dari kasur dan langsung membuka pintu. Saat pintu terbuka lebar ia pun melihat Wulan yang sedang tersenyum.

"Kenapa?" tanya Axel.

"Temenin Ibu ke Mall ya," pinta Wulan dengan lembut.

Axel sebenarnya tidak ingin menerima permintaan dari wanita itu, tapi ia juga tidak ingin kalau wanita mengalami hal yang tidak diinginkan saat berbelanja di Mall.

"Om Gading nggak ada?"

"Tugas dia kan buat jagain Ayah kamu, jadi dia selalu ikut Ayah kamu."

Axel baru sadar kalau ternyata laki-laki itu akan selalu berada di samping Dirga. Ia mengangguk pelan lalu berjalan duluan meninggalkan Wulan. Ia tau kalau Wulan sedang tersenyum di belakangnya, tapi tidak ia hiraukan.

"Sekali-sekali bikin mereka senang nggak papa kali ya," gumam Axel.

Axel tidak terlalu mengkhawatirkan tentang hubungannya dengan Wulan dan Dirga. Selama ia tidak terlalu dekat dengan mereka, kehidupannya tidak akan berubah dan ia akan menjalani kehidupan seperti semula, walau ada sedikit perbedaan.

Axel dan Wulan berangkat ke Mall menggunakan mobil milik Wulan. Axel tersenyum tipis setelah sadar kalau dirinya sudah dibodohi oleh perempuan yang sekarang sedang sibuk mengemudikan mobil ini.

"Kenapa nggak ngajak yang lain?" tanya Axel setelah mobilnya keluar dari rumah.

Orang lain yang dimaksud Axel adalah Bi Inah yang bertugas sebagai pembantu rumah tangga. Ia baru sadar kalau Bi Inah ada di rumah saat mobil sudah melenggang pergi dari garasi.

"Yang lain nggak bisa di ajak seru-seruan. Mereka udah berumur semua," jawab Wulan.

"Sadar diri. Udah tua juga," celetuk Axel.

Seketika Axel langsung menyesal mengatakan itu. Ia tidak bisa mengontrol mulutnya untuk tidak membuat candaan. Beribu-ribu rasa menyesal mulai mendatanginya saat ia melihat Wulan tersenyum.

"Anak sama orang tua itu nggak ada bedanya. Sifat kamu yang humoris itu mirip dengan sifat Ibu dan pemikiran kamu yang kritis itu mirip dengan cara berfikir Ayah," ucap Wulan.

"Kalau saya bisa memilih saya memilih untuk menghilangkan kedua hal itu dari kehidupan saya."

"Kamu yakin? Bukannya dengan kedua hal itu kamu bisa bertemu dengan sahabat-sahabat kamu yang sekarang?"

"Mungkin iya."

"Jadi kamu harusnya berterima kasih."

"Saya akan lebih berterima kasih jika kalian tidak membuang saya di semak-semak waktu itu."

"Jadi sekarang kamu udah percaya kalau aku Ibumu?"

"Entah lah, tapi ada rasa yang berbeda saat anda memeluk saya."

"Sebanyak apapun kamu menolak kenyataan akan percuma karena kamu, Ayah dan Ibu punya ikatan keluarga."

"Entahlah, sekarang saya hanya perlu nunggu hasil tes DNA dan semuanya akan berakhir saat itu juga."

Sekarang hanyalah hasil tes DNA yang menentukan bagaimana kehidupan Axel kedepannya. Jika tes DNA menyatakan kalau ternyata Axel memiliki hubungan darah dengan mereka berdua sudah bisa dipastikan kalau kehidupannya berubah drastis.

Axel (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang