67

315 21 3
                                    

Axel menatap perempuan yang tepat berada di sampingnya. Sekarang ia ada disebuah taman yang tidak terlalu jauh dari rumah Viola.

"Gimana kabar Om Bram sama Tante Vina?" tanya Axel. Sebenarnya ia bisa saja datang ke rumah ke-dua orang itu untuk melihat keadaan mereka, tapi sekarang keadaan sudah berubah. Ia yakin kalau ke-dua orang itu akan memarahinya, karena ia sudah menyembunyikan penyakitnya selama ini dari mereka.

Viola hanya diam seribu bahasa. Ia hanya menyenderkan kepalanya di bahu Axel. Ia menggenggam tangan Axel dengan erat. Ia tidak ingin laki-laki di sampingnya ini pergi dari kehidupannya.

"Gua udah sembuh, kondisi gua mulai membaik, tapi gua harus periksa ke dokter seminggu sekali," sekarang Axel sudah tidak perlu mengkhawatirkan tentang penyakit yang ada di dalam tubuhnya, karena tepat seminggu lalu ia sudah dinyatakan sembuh, dan bisa menjalani kehidupan seperti semula.

"Terima kasih udah nungguin gua, tapi maaf gua nggak bisa ngelanjutin hubungan ini," hati Viola terasa perih mendengar itu. Mata Viola dengan cepat menatap mata Axel. Mereka berdua saling bertatapan tanpa ada sebuah kalimat yang terucap dari mulut.

Viola tidak tau kenapa laki-laki ini menyudahi hubungannya. Tapi ia yakin kalau ada kesalahan di dalam pikiran laki-laki itu, karena Axel yang ia kenal tidak akan menyudahi sebuah hubungan dengan secara sepihak.

"Kenapa?" tanya Viola. Hatinya berdebar-debar menunggu jawaban dari sang kekasih. Ia sangat ingin mendengar alasan kenapa laki-laki itu ingin memutuskan hubungan dengannya.

"Karena gua pikir-pikir Kak Selly lebih cantik dan bodynya lebih aduhai dari pada lo."

Viola langsung menampar Axel. Ia tidak percaya dengan ucapan laki-laki itu. Pasti ada yang salah dengan laki-laki itu. Ia sangat yakin kalau itu bukan lah alasan sebenarnya.

"Lo pikir gua anak kecil! Gua udah lama sama lo jadi gua tau kalau ucapan lo tadi itu bohong!" bentak Viola. Matanya mulai berkaca-kaca saat mulut Axel tak kunjung mengeluarkan sebuah kalimat. Ia sangat tidak terima, kalau ia harus merelakan Axel untuk mantan pacar kakaknya sendiri.

"Ayo Xel, bilang kalau itu bohong," isak Viola sambil memeluk tubuh Axel.

"Lo mau tau alasan sebenarnya?" tanya Axel.

Viola mengangguk perlahan sambil menatap mata laki-laki itu. Ia tidak peduli apapun alasannya nanti, ia akan tetap membantah semuanya, dan mempertahankan hubungannya dengan Axel.

"Karena besok gua mau ngelamar lo, jadi status pacar hanya sampai hari ini saja," ucap Axel sambil mengelus puncak kepala Viola. Ia sangat senang karena akhirnya ia bisa mengucapkan kalimat itu.

Senyuman Viola mulai mengembang. Ia sangat senang karena tau Axel akan melamarnya. Ia sangat bahagia karena mulai besok ia dan Axel akan resmi menjadi tunangan.

"Ayo kembali, gua mau ngomongin ini sama ayah lo," ucap Axel. Hari yang paling ia tunggu-tunggu akhirnya sebentar lagi akan kejadian. Hari di mana semua kebahagiaan akan muncul satu-persatu memenuhi kehidupannya bersama Viola.

*****

Tidak seperti yang dibayangkan oleh Axel. Ia kira akan rencananya akan berjalan lancar, tapi ternyata tidak. Ia dari tadi hanya menunduk sambil mendengarkan ocehan Bram.

Bram memarahi Axel karena laki-laki itu sudah berani-beraninya membohonginya. Ia sangat murka saat tau kalau Axel mengidap tumor Papiloma. Ia bahkan sampai tidak bisa tidur karena memikirkan laki-laki itu.

"Anu, Om nggak capek ngomel terus?" tanya Axel. Kupingnya sudah mulai bosan mendengarkan semua perkataan Bram, tapi Bram belum kunjung mengakhiri sesi marahnya.

"Hari ini Om rasa udah cukup, kalau sampai Om tau kamu nyimpen rahasia atau bikin Viola nangis lagi, awas kamu," ucap Bram sambil duduk di sofa.

"Besok Axel akan ngelamar Viola," ucap Axel to the point tentang maksud ia datang kemari. Ia tidak suka basa-basi, apalagi kalau sudah berhubungan tentang masa depannya.

Bram menatap Axel bingung. Ia yakin kalau laki-laki yang ada di hadapannya ini sedang serius, tapi ia juga merasakan kalau tersirat sedikit keraguan dalam tatapan Axel.

"Kalau kamu masih ragu, jangan dipaksakan," bukannya Bram ingin menolak pertunangan itu, tapi ia tidak ingin kalau ada sebuah keraguan yang terjadi disaat acara pertunangan.

"Axel yakin!"

"Ingat Xel, Viola anak Om satu-satunya, jadi Om nggak akan segan-segan buat orang yang bikin Viola menangis jadi babak belur, kalau kamu bikin nangis Viola berarti kamu sudah bikin Om, Tante, dan Asa sakit hati," Bram sengaja menyebut nama Asa, karena ia tau kalau Axel tidak akan bisa membuat kesalahan jika hal itu juga menyangkut Asa.

Tiba-tiba perasaan Axel mulai bimbang. Benar kata Bram, jika ia membuat Viola menangis itu berarti ia juga membuat Asa sakit hati. Dan Axel tidak ingin membuat sahabat terdekatnya sakit hati, walaupun sahabatnya itu sudah tidak ada di dunia ini lagi.

Axel tidak mempertimbangkan hal itu terlebih dahulu, dan ia langsung bimbang setelah Bram mengucapkan hal itu. Pikirannya langsung buyar, ia tidak tau lagi hal apa yang bisa membuat Bram yakin dengannya.

"Ini ada catatan. Om baru nemuin ini kemarin di kamar Asa. Di amplopnya ada nama kamu, jadi Om yakin kalau ini buat kamu. Kamu baca ini dulu, kalau kamu udah baca terus udah yakin dengan pertunangannya, kamu bisa temuin Om di ruang kerja," ucap Bram sambil menaruh sebuah amplop yang berisikan surat ke atas meja lalu pergi.

Axel membuka amplop itu secara perlahan. Ia ambil sebuah surat yang berada di dalam amplop tersebut, lalu membacanya secara perlahan.

"Nggak banyak hal yang bisa gua tuliskan,
karena gua yakin lo pasti bisa hidup tanpa bantuan gua. Hidup ini singkat Xel, lo nggak akan tau kapan saatnya lo harus pergi di dunia ini untuk selamanya. Jadi selama lo masih bisa bernafas lakuin aja hal yang lo suka. Jangan bikin lo kesusahan hanya gara-gara hal kecil. Tentang Viola, gua yakin kalau lo bisa bahagiain dia. Cuma lo orang yang gua izinin buat jadi suami dia, karena gua tau hanya lo di dunia ini yang bisa bahagiain dia lebih dari gua. Bikin dia bahagia Xel, bikin dia jadi milik lo untuk selamanya. Gua sayang sama Viola, makanya itu gua suruh lo buat selalu ada di samping dia. Perlihatkan ke gua Xel, kalau bocah kayak lo bisa setara dengan gua. Gua bahagia punya sahabat kayak lo, dan gua harap lo jadi adik ipar gua. "

"24 Maret," ucap Axel membacakan tanggal yang berada di pojok kanan surat. Kalau tanggal itu benar, berarti surat ini di tulis Asa sehari sebelum ajal datang menjemput Asa.

Setelah membaca surat tersebut rasa percaya diri Axel mulai bangkit. Ia percaya kalau dirinya bisa membuat Viola bahagia. Ia sudah diizinkan oleh Asa dan sekarang ia hanya tinggal meyakinkan Bram.

Ia langsung berdiri lalu berlari ke arah ruang kerja Bram. Ia membuka pintu tersebut dengan cepat, lalu melangkah mendekat ke arah Bram yang masih fokus dengan laptop.

Bram melihat ke arah Axel. Ia melihat kalau laki-laki itu sudah mulai percaya diri. Ia tidak tau apa yang dituliskan Asa di kertas tersebut, tapi ia sangat bersyukur karena surat tersebut Axel bisa kembali percaya diri, dan sekarang Bram yakin kalau laki-laki yang ada di hadapannya sekarang ini bisa membuat putrinya bahagia.

"Axel yakin!"








Axel (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang