59

178 24 3
                                    

Axel sekarang sudah ada di meja makan keluarga Bram. Ia sarapan bersama dengan Bram, Vina, dan Viola. Terkadang ia membuat sebuah lelucon agar suasana di meja makan ini tidak terlalu menegangkan. Sesekali ia juga menjahili kekasihnya sampai-sampai ia mendapatkan cubitan keras dari perempuan itu.

"Hari ini ada pertemuan orang tua kan?" tanya Bram.

"Aduh, Axel lupa," ucap Axel sambil menepuk jidatnya.

Sebenarnya Axel tidak lupa. Ia bicara seperti itu biar mereka tidak khawatir tentang siapa yang akan hadir dipertemuan itu untuk mewakilinya.

"Cie yang ikut pertemuan orang tua, emang anaknya siapa sih," goda Vina.

"Nama anak kita siapa Vi?" tanya Axel sambil menyenggol tangan Viola.

"Gila!" jawab Viola.

Axel terkekeh mendengar itu. Ia sangat suka menjahili perempuan itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal, bahkan sampai pertanyaan yang menjerumus tentang anak.

"Cie pacaran sama orang gila," ejek Bram sambil menunjuk Viola.

"Yah, jangan bikin malu deh," ucap Viola.

"Emang tuh Ayah kamu malu-maluin," sahut Axel.

"Wah ni bocah didiemin ngelujak," ucap Bram.

"Wah ni orang tua didiemin makin tua," ucap Axel.

"Oh, ya, Xel besok lusa mau ikut ke pesta temen om nggak?" tanya Bram.

Axel tersenyum tipis mendengar itu. Ternyata benar Bram adalah orang yang dimaksud oleh Wulan. Sekarang ia hanya harus berlagak tidak tau apa-apa dan semuanya akan baik-baik saja.

"Duh, nggak bisa. Besok lusa Axel ada acara keluarga," jawab Axel.

"Dih, pada nggak seru. Masa kamu sama Viola nggak ikut."

"Lha. Kamu kenapa nggak ikut?" tanya Axel sambil melihat ke arah Viola.

"Males pakai banget," jawab Viola.

"Oh. Aku punya surprise, tapi kamu harus ikut sama om Bram."

"Gaya-gayaan pakai surprise segala, makan aja masih milih-milih yang harganya murah," ejek Bram.

"Dih sirik aja. Bilang aja nggak pernah dikasih surprise sama Tante Vina."

"Wah mulai nyindir masalah pribadi nih."

"Udah ... Udah nanti telat berangkat sekolah lho," ucap Vina melerai perdebatan suaminya dan Axel.

Setelah beberapa kali Axel meminta Viola untuk ikut ke pesta itu dan akhirnya perempuan itu mengiyakan permintaannya. Mungkin waktunya terlalu cepat bagi Axel untuk memberitahu semua sahabatnya tentang identitasnya, tapi ia yakin kalau acara itu adalah waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.

*****

Sesampainya di sekolah Axel langsung mendengar tentang berita tidak baik tentang dirinya. Satu sekolahan sudah gempar tentang berita tentang Axel dan seorang Tante-tante di sebuah Cafe. Rumornya Axel menjual tubuhnya kepada Tante-tante tersebut agar bisa menikmati barang-barang mewah yang sekarang ia gunakan.

Axel dan Viola dengan tenang menghampiri sahabat-sahabatnya yang sedang berkumpul di gerbang masuk sekolah. Kedatangan mereka berdua menjadi pusat perhatian seluruh murid yang berada di sekitar gerbang sekolah.

"Baru saja masuk udah ada gosip kayak gini," ucap Obe sambil melemparkan HP-nya ke Axel.

Dengan sigap Axel menangkap HP itu. Saat HP itu sudah berada di tangannya ia langsung melihat layar HP tersebut. Ia tersenyum saat terpampang jelas fotonya dengan Wulan saat di Cafe.

"Sebentar lagi pasti gua dipanggil pak Nanang gara-gara gosip ini," ucap Axel sambil menyerahkan HP itu kepada pemiliknya.

"Kayaknya yang nyebarin gosip ini Zidan," ucap Nathan.

"Oh," ucap Lyona singkat. Mungkin ucapannya singkat, tapi berbeda dengan amarahnya. Ia sangat ingin menghabisi laki-laki tersebut, karena telah mencoret nama baik sahabat terbaiknya.

"Udah, biarin aja. Orang terkenal mah biasa digosipin," ucap Axel.

"Tapi Xel, kalau dibiarin pasti lo di skors lagi," ucap Obe.

"Orang tua kalian udah dateng tuh," ucap Axel sambil melihat ke arah para orang tua yang baru saja turun dari mobil mereka masing-masing.

Semua sahabat Axel mengikuti arah pandangnya. Rapat akan segera di mulai jadi wajar saja kalau sudah banyak para orang tua murid berdatangan. Tak bisa dipungkiri Axel sangat iri saat melihat sahabat-sahabatnya masuk ke dalam ruangan bersama orang tuanya.

"Ah. Kapan gua bisa kayak gitu," batin Axel.

"Ibu kamu tuh," ucap Axel sambil mendorong pelan tubuh Viola.

"Kamu sendirian lagi?" tanya Viola dengan perasaan iba.

"Udah, sana gih, jangan bikin Tante Vina nunggu," ucap Axel sambil mengelus puncak kepala Viola.

Viola pun mengangguk lalu berjalan menemui Vina. Nathan, Lyona pun menghampiri orang tua mereka masing-masing. Sekarang cuma tersisa Axel dan Obe yang masih tetap stay di tempat.

"Rasanya pasti sesak ya Xel," ucap Obe.

Axel tersenyum tipis mendengar itu. Ia tau kalau seberapa banyak ia menutupi tentang perasaannya pasti akan terbongkar kalau berurusan dengan sahabatnya ini. Ia tidak pernah bisa menyembunyikan perasaan sedihnya di hadapan laki-laki ini.

"Gua udah terbiasa, jadi nggak terlalu sesak," ucap Axel.

"Yakin? Tapi, mata lo nunjukin hal sebaliknya."

"Gua cuma iri."

"Oh, orang tua lo nggak datang?"

"Enggak deh, kayaknya."

Obe menatap Axel dengan mata sendu. Ia tidak habis pikir bagaimana perasaannya jika ia mengalami hal yang sama dengan sahabatnya itu. Hadir sendiri dampingan orang tua di acara pertemuan orang tua. Hal yang paling tidak diinginkan Obe saat ini.

"Ayah lo dateng tuh," ucap Axel sambil melihat ke arah laki-laki paruh baya yang baru saja ke luar dari mobil sedan berwarna hitam.

"Sabar ya Xel. Maaf cuma ini yang bisa lakuin," ucap Obe sambil mengelus punggung Axel.

"Enggak papa. Ayo jemput ayah lo terus ke aula bareng-bareng," ucap Axel sambil tersenyum.

Hati Obe serasa sakit melihat senyuman sahabatnya itu. Ia tau kalau senyuman itu bukan senyuman kebahagiaan. Ia tau kalau senyuman itu ditampilkan untuk menutupi kesedihan.

"Ayo," ucap Obe sambil merangkul pundak Axel.

Obe tersenyum agar Axel tidak tau kalau ia ikut bersedih karena hari ini Axel tidak didampingi orang tuanya lagi. Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya itu bersedih sendirian.

"Halo om," sapa Axel saat sudah berada tepat di depan Pedro.

"Kalau ketemu orang yang lebih tua salim dulu kek, kamu ini sama aja kayak Al," ucap Pedro.

"Namanya juga sahabat Om, jadi ya sifatnya mirip," ucap Axel.

Pedro tersenyum mendengar itu. Ia bersyukur karena anaknya memiliki sahabat seperti Axel. Ia kira anaknya akan sedikit bermasalah dengan pergaulan karena selalu mengurung diri di rumah. Axel bagaikan sebuah keajaiban di kehidupan keluarganya.

Axel (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang