MDH 23

2.2K 101 7
                                    

Vote+komen!

💜Happy Reading💜

***

Gavin terlihat begitu lesu duduk di pinggiran tempat tidurnya. Pandangan matanya pun menatap begitu kosong sama persis seperti pikirannya yang melayang entah kemana.

"Kenapa Papa jadi kayak gini?Kenapa dia begitu benci sama gue?
Padahal kesalahan yang gue lakukan tidak sebesar apa yang pernah Devan lakukan dulu yang sampai membuat Alin hamil. Tapi kenapa dia gak bisa maafin gue? Apa benar gue itu bukan anak kandungnya?" Gavin bertanya-tanya tentang keanehan yang terjadi pada sikap Tuan Ratore sang Papa. Dia memang tidak habis pikir dengan sikap Papanya yang begitu keras dan tidak mau memaafkannya. Bahkan untuk mengajak Alin dinner saja sampai tidak diixinkan pergi. Benar-benar aneh.

"Apa jangan-jangan Gavin memang benar bukan anak Papa Pa? Apa Gavin bukan darah daging papay tidak seperti Devan yang begitu mudah bisa Papa maafkan walaupun kesalahannya sangat fatal sekalipun? Apa Gavin hanya orang asing disini Pa? Apa Gavin bukan anak Papa? Hiks, gumam Gavin lirih. Perhalah air matanya pun menetes membasahi pipi putihnya.

"Ternyata kamu disini Vin, aku cari kamu dari tadi, eh ternyata kamu disini," Tiba-tiba Alin masuk ke dalam kamar Gavin dan menghampirinya. Dia pun duduk di samping Gavin yang duduk membelakanginya.

"Kamu kenapa sih? Kok diam terus? Kamu marah ya sama aku karena gak bisa bujuk Papa?
Tapi kan kita masih bisa dinner dilain waktu Vin. Walaupun enggak malam ini," nasehat Alin menyenderkan kepalanya di punggung Gavin. Tangannya pun dia lingkarkan di perut Gavin.

"Aku gak papa kok sayang, maaf ya? Aku gak bermaksud buat kamu sedih. Aku cuma gak habis pikir aja sama Papa. Aku gak tau kenapa Papa gak mau maafin aku. Aku gak ngerti Al, " Gavin membalikkan badannya menatap wajah Alin. Tangan kanannya pun mengelus pipi Alin dengan lembut.

"Kamu nangis? Kamu jangan nangis dong Vin, aku sedih kalau lihat kamu nangis. Aku janji deh, malam ini kita tetap bisa dinner kok, tapi gak di luar. Aku bakalan masakin makanan buat kamu, tapi kamu jangan nangis," Alin begitu kaget melihat pipi Gavin yang basah. Air matanya pun mendadak keluar dan menetes membasahi pipi putihnya karena melihat Gavin menangis.

"Enggak kok sayang, aku gak nangis. Udah gak usah dipikirin lagi, lain waktu kita masih bisa dinner kan? Sekarang mending kamu tidur ya? Kamu harus banyak istirahat," ujar Gavin mengalihkan pembicaraan dan mencoba tersenyum menyembunyikan apa yang membuatnya menangis itu.

"Enggak Vin, aku belum ngantuk. Malam ini aku mau dinner sama kamu. Aku bakalan masakin makanan buat kamu, buat kita. Kamu tunggu ya? Aku mau ganti baju dulu, habis itu aku mau siap-siap buat masakin makanan buat makan malam kita," jawab Alin beranjak dari duduknya untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa.

"Gak usah sayang, nanti yang ada Papa malah tambah marah," tolak Gavin halus. Dia pun menarik pergelangan tangan Alin hingga langkah Alin terhenti. Namun Alin malah tersenyum menatap wajah teduh Gavin.

"Papa udah pergi kok. Tadi katanya dia harus ke Surabaya malam ini juga untuk beberapa hari. Bahkan Mama pun ikut ke sana sama Papa," jelas Alin lembut yang berhasil membuat Gavin melotot kaget tidak percaya.

"Ja...jadi sekarang di rumah ini gak ada siapa-siapa?" tanya Gavin masih tidak percaya. Alin mengangguk kecil diiringi senyum manisnya.

Tanpa babibu lagi Gavin pun langsung beranjak dan memeluk tubuh Alin.

"Kenapa kamu gak bilang dari tadi sih sayang? Kalau tau Papa sama Mama pergi, aku kan gak bakalan galau kaya gini," ujar Gavin mendekap erat tubuh Alin.

My Devil Husband (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang