MDH 14

2.6K 130 7
                                    

Vote+komen!

💜Happy Reading💜

***

Gavin terus saja menatap kearah perut Alin yang masih datar itu. Tatapannya semakin tajam dan dipenuhi dendam juga amarah, seakan ingin sekali dia membunuh janin yang tengah hidup di dalam rahim istrinya itu.

Kalau aja ngebunuh orang itu gak dosa, mungkin gue udah habisin nyawa lo dan ngirim lo ke tempat bokap lo yang udah ngancurin hidup gue itu! batin Gavin penuh ambisi, sorotan matanya pun semakin tajam menatap perut Alin yang belum terlihat membuncit itu.

"Kamu lagi lihatin apa sih Vin?
Kok malah bengong?" tanya Alin tiba-tiba yang berhasil membuyarkan lamunan Gavin.

"E...enggak, gue gak papa kok..." jawab Gavin sedikit gugup kemudian segera beranjak meninggalkan Alin begitu saja. Alin yang melihatnya malah meneteskan air mata karena sikap Gavin kembali kasar lagi.

"Hiks... ya Tuhan, baru aja tadi Gavin begitu lembut bicara sama aku, bahkan dia sampai mau nyuapin aku, tapi kenapa sekarang ucapannya udah pake lo gue lagi? Siapa sebenarnya sosok lelaki yang menjadi suami aku ini?" lirih Alin menatap kearah Gavin yang sudah keluar dari dalam kamarnya. Air matanya pun terus menetes hingga membasahi kedua pipinya yang mulus itu.

Alin pun kembali berbaring di atas tempat tidurnya karena waktu masih menunjukkan pukul 01.30 wib.

Keesokan harinya...

Seperti Biasanya Gavin berangkat menuju kantornya. Namun kali ini sikap Gavin sudah berbeda lagi. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun pada Alin. Bahkan saat dia hendak berangkat ke kantornya pun tidak berpamitan sama sekali.

Ya Tuhan... Kenapa lagi sama kamu Vin? Kenapa kamu harus giniin aku terus? Padahal baru semalam aku merasa begitu nyaman sama sikap kamu Vin, tapi sekarang? Sekarang kamu begitu dingin, bahkan aku ajak bicara pun kamu malah diam dan pergi gitu aja... Hiks, sampai kapan kita kaya gini terus? Aku sayang sama kamu Vin. Aku udah sayang banget sama kamu. batin Alin lirih menatap kearah Gavin yang sudah berlalu dengan sport hitamnya itu.

Alin pun segera masuk kembali ke dalam rumahnya untuk melakukan pekerjaannya seperti biasa yang sebagai Ibu rumah tangga.




Langkah kaki Gavin begitu lunglai dan sangat enggan sekali masuk ke dalam Kantor yang sekarang menjadi miliknya itu. Sebenarnya Gavin ingin menenangkan diri, tapi dia tidak tau harus dimana menenangkan dirinya karena kalau di rumah pasti dia akan terus-terusan emosi saat melihat perut Alin.

Gavin duduk di kursi ruangan kerjanya. Dia mengetuk-ngetuk sebuah pulpen dengan jarinya ke atas meja. Sementara kepalanya sendiri dia senderkan di kursinya yang sangat nyaman itu.

Gue pengen banget lo itu hamil anak gue Al, bukan anak Devan.
Tapi gue gak mungkin bunuh anak yang ada di rahim lo. karena gue tau dia gak berdosa. Tapi gue tetap gak bisa nerima kehadiran dia nanti Al, gue gak bisa. batin Gavin lirih, dia memejamkan matanya hingga perlahan air matanya pun menetes membasahi pipinya yang putih itu.

"Gue emang udah bisa nerima lo Al, bahkan gue udah sayang banget sama lo, walaupun pernikahan kita karena sebuah keterpaksaan, tapi gue udah sayang sama lo Al, sayang..." Air mata Gavin terus menetes membasahi pipinya. Matanya pun terus terpejam membayangkan wajah perempuan yang kini dia sayangi itu.

My Devil Husband (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang