MDH 55

1.1K 56 9
                                    

Vote+komen!

💜Happy Reading💜


***
Setelah Alin selesai membereskan beberapa pakaiannya, Gavin pun siap membawa Kenzo dan Alin keluar dari kamarnya untuk menemui Tuan Ratore dan Nyonya Ratore. Dia berjalan lebih dulu sedangkan Alin hanya membuntutinya dari belakang.

"Jangan nunduk terus, jangan nangis dan jangan menyesal akan keputusan yang aku ambil.
Kalau kamu ngerasa berat dan gak sanggup ninggalin rumah ini kamu boleh tetap tinggal disini, tapi tanpa aku dan Kenzo, apa kamu mau?" Gavin menghentikan langkahnya sejenak menatap Alin.

"Ta ... tapi kenapa harus kayak gini sih Vin? Aku takut Papa gak izinin kita pergi, Papa sama Mama udah baik banget Vin sama kita, Papa juga sangat sayang sama Kenzo, apa kamu tega misahin Kenzo sama Opanya?" lirih Alin membalas tatapan Gavin.

"KENZO GAK PUNYA OPA!
Dan Papa bukan Opanya kenzo, ngerti?" tegas Gavin menekan kata-katanya.

Lagi-lagi Alin hanya bisa menunduk menghela napas pasrah, satu sisi dia sangat ingin tetap tinggal di rumah Tuan Ratore karna tidak mau memisahkan Kenzo dengan Opanya, tapi disisi lain dia juga tidak bisa menolak keinginan Gavin untuk keluar dari rumah mewah milik Tuan Ratore itu.

"Dadddd ... Paaa ... Dadddd ... Paaaa!!" teriak Kenzo senang begitu melihat Tuan Ratore tengah duduk berdua dengan Nyonya Ratore.

"Uhh cucu Opa, sini sayang, Opa kangen sama Kenzo. Uhh sini Nak." Tuan Ratore mengulurkan kedua tangannya untuk beralih menggendong Kenzo. Gavin hanya diam dan membiarkan Tuan Ratore menggendong Kenzo untuk yang terakhir kalinya.

"Paaaa ... uhh Paaaa, Kenn Paaa ..." teriak Kenzo senang. Dia memeluk tubuh Tuan Ratore dan menenggelamkan wajah tampannya di dada bidang Tuan Ratore.

"Hihihi lucunya cucu Opa ini, muachh. Kangen ya sama Opa?
Opa juga kangen sama Kenzo sayang. Muuach, muaach muach." Tuan Ratore mengecup puncak kepala Kenzo berkali-kali, rasanya begitu rindu dan pilu bisa merasakan dekapan bayi mungil itu lagi.

"Gavin mau bicara sesuatu Pa."

Tiba-tiba Tuan Ratore menoleh kaget mendengar ucapan Gavin.

"Sesuatu? Apa itu Vin?" tanya Tuan Ratore bingung.

"Oh iya, itu kenapa kamu bawa-bawa tas seperti itu Alin? Memangnya kalian mau pergi kemana?" tambah Nyonya Ratore bingung.

Alin hanya diam menoleh kearah Gavin, mungkin dia bingung harus menjawab dengan apa pertanyaan dari Ibu mertuanya itu.

"Gavin akan bawa Alin dan Kenzo pergi keluar dari rumah ini karna ini bukan rumah Gavin. Dan tempat kita memang bukan disini, jadi Gavin cukup tahu diri Ma Pa, kalian tidak perlu khawatir karna detik ini juga Gavin akan bawa Kenzo dan Alin keluar dari rumah ini," jelas Gavin tiba-tiba membuat kedua bola mata Tuan Ratore dan Nyonya Ratore terbelalak kaget mendengarnya.

"Ma ... maksud kamu apa Gavin? Pa ... papah tidak mengerti?" tanya Tuan Ratore gugup.

"Apa? Papa bilang gak ngerti?" Gavin sedikit terkekeh mendengar Tuan Ratore bertanya seperti itu.

"Papa udah gak perlu berbohong lagi Pa. Gavin udah tahu semuanya, Gavin udah tahu kalau Gavin bukan anak kandung Papa sama Mama.
Gavin udah tahu Pa, Gavin udah tahu," jelas Gavin menitikan air mata.

Tuan Ratore terpelongo kaget saat mendengar itu semua, dia benar-benar tidak menyangka kalau ternyata maksud dari ucapan Gavin sedari tadi itu adalah tentang rahasia besarnya itu.

"Vin. Pa ... papah bisa jelasin semuanya, Papa gak bermaksud bohongin kamu. Pa ... papah." Ucapan Tuan Ratore terpotong.

"Gak bermaksud Pa?
22 tahun Papa bilang gak bermaksud? Gavin kecewa Pa. Gavin gak nyangka Papa tega bohongin Gavin kayak gini, Gavin sayang Papa, tapi Papa sendiri tega bohongin Gavin, Gavin kecewa Pa, KECEWA!" jelas Gavin terus membiarkan air matanya mengalir bebas.

My Devil Husband (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang