53

2.4K 90 2
                                    

🍁

"Arthur!!" Teriak Callie.

Callie menarik lengan Arthur yang hendak memukul pria itu lagi ketika pria itu berusaha berdiri.

"What's your problem, dude?!" Teriak pria itu.

"Jangan sentuh dia, brengsek!" Arthur balas berteriak.

Mata nya berkilat, memandang tajam ke pria itu.

"Gak usah ikut campur kalo dia bukan siapa-siapa lo!" Balas pria itu tidak kalah keras.

Arthur terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus dia lakukan.
Sialnya apa yang pria itu kata kan benar.

Callie bukan siapa-siapa.
Yang paling buruk kesepakatan diantara mereka sudah batal.
Sesuatu dalam dirinya mengingatkan.

Sial.

Arthur menutup mata nya sejenak lalu berpaling meninggalkan pria yang masih tersungkur dilantai itu dan Callie.

Tidak disangka Callie menyusul mengikuti Arthur keluar dari tempat itu.

Rasanya semua kadar alkohol dalam tubuh Callie menjadi netral melihat kemarahan Arthur.

"Art..." panggil Callie.

Tapi Arthur tetap berjalan menjauh tanpa menghiraukan panggilan Callie.

Mereka sudah berada ditempat parkir, Untung nya tidak ada orang ditempat itu.

"Art!! Please.." sekali lagi panggil Callie tapi cowok itu tidak bergeming.

Callie berlari mengimbangi langkah besar Arthur hingga sekarang posisi mereka sejajar.

Callie menarik lengan Arthur, pria itu menepis tangan Callie kasar.

"Please dengerin dulu, Art!" Mohon Callie setengah berteriak dan setengah terisak.

Entah kenapa rasanya Callie ingin menangis saat ini juga.

Mungkin untuk rasa frustasi yang menghantam dada nya atau rasa nyeri pada kaki nya yang seperti nya sudah luka karena tergesek pump heels 10 centinya.

Sudah lama rasanya bagi Callie tidak menangis untuk sesuatu yang lain, Kecuali kemarahan nya akan masa lalu.

Mendengar suara Callie yang berubah membuat Arthur menghentikan langkah nya.

Dan Callie bersyukur akan hal itu. Karena kaki nya mulai terasa sangat perih sekarang.

"Apa?!!" Arthur mengendus penuh kemarahan.

"Dengerin gw dulu!"

"Gak Usah repot-repot jelasin, Gw gak peduli!" Bentak Arthur.

"Kalo lo gak peduli, kenapa lo tadi mukul cowok itu?!" Ucap Callie tidak kalah nyaring.

"Kenapa? Lo gak seneng cowok lo dipukul, ha?!" Tanya Arthur penuh dengan sarcastic.

"Dia bukan cowok gw!"

"Dia bukan cowok lo Dan lo hampir dicumbu dia disana, ha?! Murahan kan?!" Kata-kata Arthur jelas mencemooh.

"Gw gak bercumbu sama dia! Gw bahkan gak sadar kapan dia ada dibelakang gw!" Callie coba membela diri tapi malah terdengar semakin salah.

"Oh. Iya. Gw hampir lupa. Lo kan selalu jadi pihak yang dipaksa. Selalu bermain peran sebagai korban." Arthur tertawa mengejek, ucapan nya terdengar penuh bisa mematikan.

"Apa sih inti dari pembicaraan ini, haah?!" Callie mulai Bingung mencari kata.

"Gak ada. Kan lo yang mau ngomong." Jawab Arthur lebih santai sekarang tapi tetap dengan nada penuh bisa.

Callie lebih suka Arthur yang tadi, Arthur yang marah itu terasa lebih baik dari Arthur yang acuh dan dingin seperti sekarang.

"Ok. Kalo gitu mulai sekarang urus urusan lo, dan gw urus urusan gw." Callie memutuskan.

"Terserah." Jawab Arthur dan mulai berjalan menjauh.

"Dan satu hal lagi yang perlu lo ingat!"

Arthur menghentikan langkah nya tanpa berbalik.

"Disini, lo yang pergi ninggalin gw!" Ujar Callie setengah berteriak dengan isak mengiringi suaranya.

Bukan itu yang dia madsud, tapi Arthur tidak memberinya banyak pilihan.

Arthur tidak menjawab hanya melanjutkan langkahnya, berjalan menjauh.

Dan Callie mematung disana.
Berharap mungkin sekali saja, Arthur menoleh. Sekali saja.

Tapi hal itu tidak pernah terjadi.
Tidak akan pernah.
Callie berbalik, berjalan lemah meninggalkan tempat itu.

-TH-

LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang