Hola, HILERS welcome back!! Terimakasih untuk 11K readsnya HILERS sayang. Salam sayang dari Sehun dan Sera. Selamat membaca cerita mereka selanjutnya. Jangan lupa tekan bintangnya, ketik komennya, share ceritanya kalau kalian suka sama HIL hehe. Thank you so much. Muah muah!
***
Sera and Sehun's House - Dago, North Bandung
Dari kecil Sera tak pernah berhasil memilih. Bukan karena tak bisa, tapi karena apapun yang ia butuhkan selalu langsung tersedia. Pilihan itu jadi tidak ada karenanya.
Termasuk tak bisa memilih untuk menikah dengan siapa. Karena Haditama, Mira, dan Hardiansyah sudah menetapkan pendamping hidup yang menurut mereka baik untuknya. Anak bungsu itu juga sulit menolak alias hanya bisa terima-terima saja. Nyatanya, ia punya kesamaan dengan pria yang dijodohkan.
Ingat saja pepatah, jodohmu adalah cerminan dirimu. Jadi.. sudah tak perlu diteruskan apalagi diperjelas.
Mungkin satu hal yang sempat Sera bantah dari pemberian para tetua. Soal dia yang tak ingin bekerja di Tama Group. Bahkan sampai rela kabur ke keluar negeri. Namun akhirnya tetap dikejar hingga berhasil dibawa kembali dan menjadi bagian dari budak korporasi milik keluarga yang merambat jadi perusahaan terbuka.
Sera cenderung menerima begitu saja apa yang ia dapatkan. Kalau tak suka, gadis itu mencari cara supaya kepuasan batin bisa terpenuhi tanpa membantah atau menolak apa yang sudah diputuskan untuknya. Alhasil, segala kelakuan 'jahat' dan 'nakal'nya timbul, meskipun beresiko.
Seperti peraturan rumah tangga yang baru saja dibuat dan ditandatangani. Diujung kesudahan, Sera menanggung resiko yang membuatnya tak puas hati. Ia dilanda geram karena kekalahan. Belum ada sehari, Sehun sudah memakai aturan nomor delapan miliknya untuk mengendalikan Sera. Dia selalu berkata seperti ini:
"Peraturan nomor delapan."
Tiga kata itu dianggap maut oleh Sera karena ia jadi tak bisa apa-apa. Tapi pasrah bukanlah bagian dari dirinya. Suatu saat ia akan menemukan cara untuk punya skor yang sama bahkan lebih ungggul. Ia tak terlalu suka kata kalah apalagi menyerah.
"Ra, buatin hot latte, ya. Low sugar." sudah berapa puluh titah keluar dari mulut Sehun. Termasuk hal kecil seperti minta diambilkan air minum, cemilan di toples, atau sekedar minta remote TV yang padahal ada diatas meja depan kursi pria itu. Tungkainya harus bulak-balik untuk hal sepele.
Bukan hanya fisik yang lelah, tapi juga batin yang ikut mendumal didalam.
Ini sih namanya perbabuan.
Tapi mau tak mau, tetap Sera lakukan. Supaya suatu saat ia juga bisa menyerang Sehun dengan peraturan nomor tujuh miliknya. Sera punya satu keuntungan kecil yang probabilitasnya cukup tinggi kalau pria itu tetap pada pendirian awal.
"Lo mau apa mumpung gue masih di dapur?" teriak Sera. Suara kerasnya berhenti sampai sana tapi tidak dengan dumalan. Mulutnya setia mengomel pelan selagi membuat pesanan si tuan muda.
"Aku denger loh, Ra."
"Anjing! Ngagetin aja." pekik Sera reflek sambil memaki. Tubuhnya terkejut.
Pantas saja dari tadi tak ada jawaban apapun dari Sehun. Pria itu ternyata sudah berjalan kedapur dan mendengar ocehannya. Tapi Sera sih peduli amat.
Sehun menghampiri sang istri yang berdiri didepan pantry. Setelah jaraknya dekat, ia jentikan jari pada kening gadis itu. "Mulutnya."
"Aw! Sakit anj-"
![](https://img.wattpad.com/cover/245179699-288-k999455.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband in Law
FanfictionMelalui dalih persahabatan dua pria paruh baya, akhirnya terjadi ijab kabul yang menciptakan hubungan tak di inginkan antara dua manusia. Mulai saat ini Serayunika Haditama mau tak mau harus hidup sebagai istri dari Sehun Adimasta. Karena bagi Sera...