Invitation

401 141 58
                                        

Mari tekan bintang sebelum atau sesudah membaca, jangan lupa beri komentar ya! Terimakasih, cinta kalian sekalian.

***

Sera and Sehun's House - Dago, North Bandung

"Ada undangan peresmian hotel di Jakarta besok. Lo harus ikut." Seru Sehun tiba-tiba.

Sera yang sedang menyuap makan malamnya mendongkak dan menatap ke arah Sehun yang berjalan menuju dapur, "Kok ngedadak? Gue ga bisa." Tolaknya dengan kening yang turut mengkerut.

Sehun membuka pintu kulkas dan mengeluarkan air mineral, "Lo harus bisa. Ga ada bantahan." Tegasnya lalu meneguk air dingin yang ia ambil. 

Namun Sera tak peduli, pokoknya ia tak akan ikut. Tama Group sedang benar-benar sibuk. Banyak pekerjaan yang menumpuk. "Gue harus beresin kerjaan dan bakal move terus." Ujarnya memberi alasan setelah menaruh sendok dan menghentikan acara makan. Singkatnya, ia membantah.

Sehun terlihat santai mendengar Sera yang beralasan. Apapun itu, ia akan tetap membawa Sera untuk pergi bersamanya. "Lo ga bisa absen, karena ini termasuk proyek gue yang besar dan penting." Sehun pergi meninggalkan dapur dengan setoples keripik yang ia ambil di pantry.

Dasar pemaksa, seenak jidatnya memerintah. Ia pikir hanya pekerjaannya saja yang penting? Gadis itu juga punya pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan begitu saja.  Sera benci padanya jika sudah begini. Setelah mencuci piring bekas makan, Sera menghampiri Sehun yang sedang asyik menonton siaran acara.

"Lo pikir kerjaan gue ga penting? Gue juga ngurusin keuangan perusahaan besar. Otak gue udah berasap, badan gue juga lelah. Kalau gue ikut kesana pun hanya akan buang-buang waktu karena disana gue bakalan diam aja." Papar Sera sekali tebas supaya pria itu tak bisa menanggapinya lagi dan tak ada obrolan panjang.

Sehun akhirnya beralih pandang. Ia tatap wajah Sera yang terlihat lelah. Ia tahu jika gadis didepannya selalu lembur dua minggu terakhir ini. Bukan sekedar lembur, tapi tak tanggung-tanggung melek hingga subuh. 

Dari mana Sehun tahu? Siapa yang tak terganggu dengan suara gerbang terbuka dan deru mesin yang masuk ke pekarangan rumah saat dini hari yang sedang sunyi? Telinga Sehun cukup peka untuk itu meski dirinya sedang pulas. Belum lagi ia pernah memergoki Sera yang masih asyik di depan iPad subuh hari.

"Otak lo udah berasap, badan lo juga lelah. Tandanya lo harus ikut gue. Istirahatkan otak sama badan lo dan diam." Jelas Sehun. Paparan Sera membuatnya jauh lebih gampang untuk memaksa. Ia mengambil kesempatan pada setiap kata yang Sera lontarkan.

Tangan Sera bersedekap didada, matanya membalas tatap Sehun dengan tajam namun sayu akibat kelelahan. Ia salah bicara. Harusnya tak perlu melontarkan kalimat ketiga yang akhirnya direpetisi Sehun sebagai boomerang untuknya. "Kalau gitu caranya kerjaan gue ga akan beres-beres." Lagi, Sera kembali beralasan.

"Ada Raka. Dia bisa handle semuanya. Percaya sama gue-" Sehun menjeda sebentar kalimatnya. "-demi lo juga." Lanjutnya sambil mengalihkan kembali perhatiannya pada layar TV.

Sehun menang. Sera berdecak. Dia betulan tak suka jika sudah begini. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia kalah telak kali ini. Tak bisa adu mulut lagi karena kehabisan kata. Ditambah dirinya yang sekarang sudah sangat lelah. Untuk berbicara saja dia sudah malas apalagi bertengkar.

Kalau pun diteruskan, bukan hanya kalah yang ia dapatkan tapi juga kesia-siaan. Terapinya selama ini akan jadi tidak berguna. Berdebat dengan Sehun memang sedikit menguras emosinya. Terlebih lagi jika bersilat lidah dengan Sehun butuh keahlian sejak lahir.

---

Pasteur Toll Road, Bandung

Sepanjang jalan ke Jakarta Sera masih sibuk memandangi iPad. Berbicara kesana kemari pada Raka di telfon. Meski dirinya tak ke kantor, setidaknya bekerja diluar kantor selagi bisa, maka harus dilakukan. Itu prinsipnya.

Husband in LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang