Perkara Lain

126 12 3
                                        

Holaaaa!! Terharu banget sama kalian yang masih stay untuk baca ini semua, padahal aku udah lama banget gak update. Big thanks and hugs buat kalin guys! Like dan comment kalian juga buat aku jadi semangat lagi buat nerusin cerita ini hihihi.

So, here you are for the next chapter. Happy reading and hope you like it!

***

Benak yang mengganggu pikiran terus dialami Sera akhir-akhir ini. Perkara tentang Sehun memang tak pernah tuntas. Sera jadi pusing, ia tak ingin memikirkannya tapi tetap saja tak bisa. Sera ingin tuntas sampai ke akar-akar. Dia tak suka jika miliknya dalam tanda kutip masih menjadi milik orang lain.

Untungnya perlahan masalah Gisel sudah selesai. Tentu saja berkat bantuan Rose dan Brian. Oh jangan lupakan Chandra yang selalu setia ada disamping Sera sebagai sandaran. Ternyata salah satu alasan mengapa Brian sempat menghilang adalah mengurus sumber kerumitan yang terjadi di kehidupan Sera. Pria dengan penuh dedikasi itu memang bukan main.

Dari Brian, Sera tahu bahwa Gisel sudah melahirkan. Anak siapa? Dengan kelegaan hati Sera menghembuskan nafasnya yang berat karena memang benar kandungan itu bukan darah daging suaminya. Anak itu bukan keturunan Sehun.

Lalu siapa? Sera tak tahu karena tak mau lanjut mendengar. Itu bukan urusannya. Poin penting bagi dirinya hanya satu, itu bukan anak Sehun.

Wanita yang sudah berhasil di depak dari Indomediator pun sudah tak akan lagi terlihat di Kota yang mereka tinggali sekarang. Gisel pergi dan terpantau ada di tempat kelahirannya untuk bertemu ibu kandung, yang juga ibu dari Gifar.

Oh Gifar si pria berengsek itu? Brian bilang dia juga sudah mengatasinya, Sera tak perlu tahu segala macam detail tentang bagaimana cara Brian menghabiskan Gifar. Yang jelas pria itu dipercaya tidak akan lagi muncul. Jaminan seratus persen diberikan Brian untuk yang satu ini.

Namun disetiap kehidupan, masalah tidak pernah benar-benar selesai. Selalu saja ada hal baru yang menjadi sumber kepeningan.

Bukan tanpa alasan, Sera jadi lebih overthinking tentang hubungannya bersama si suami sah, Sehun Adimasta. Isu tentang wanita lain kembali mencuat kepermukaan. Sesuai dugaan hal yang belum tuntas bagi Sehun bukan cuma Gisel. Dua minggu lalu Sera mendapat fakta baru tentang bagaimana Sehun masih terhubung dengan cinta pertamanya, bahkan saat lelaki itu sudah bersama Gisel dari lama.

Memang pemain.

Kebanyakan pria selalu menaruh ruang untuk pengalaman asmara pertama meraka. Tapi yang membuat Sera jadi gundah gulana adalah kenyataan bahwa Sehun bukan hanya masih menyimpan hati yang tak kasat mata, namun ruang yang berdiri kokoh dengan pintu putih dilantai dua rumah mereka itu. Semuanya ada disana. Pengorbanan dan kenangan itu secara gamblang Sehun tunjukkan.

Pada pertengahan bulan Sera tiba-tiba kembali penasaran dengan ruangan yang pernah ia datangi saat awal sekali datang ke rumah yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Dia hanya sempat sibuk dengan sambungan telepon bersama Brian dan reseleting gaun pengantin yang belum ia lepas dari tubuhnya. Saat itu Sera sama sekali belum memandangi seluruh atau titik tertentu disudut ruangan. Hanya melihat tembok dominan biru dan langit-langit putih berlampu terang.

Setelah penjelasan panjang Sehun yang tetap tak masuk logika Sera tentang kejadian tempo lalu, hubungan mereka berdua masih tetap seperti kartun kucing dan anjing. Sera mencoba untuk tak begitu peduli. Ia masih bertahan untuk menapik semua perasaan yang bertumbuh itu. Jangan salahkan otaknya. Semua ada sebab, apalagi jalan cerita kehidupan asmara wanita itu tergolong rumit dan agak lain dibandingkan orang kebanyakan.

Dibalik itu pula ada banyak hal yang membuat Sera hampir selalu menolak untuk lebih meromantisasi hubungannya. Pada  detik itu Sera bertekad untuk membatasi diri dan lebih menahan semua hasrat. Melihat lebih dulu bagaimana lawan mainnya.

Dan Sehun..

Sera masih mengulik semuanya.

Termasuk masa lalu yang menurut Sera masih terikat sampai sekarang. Memang bukan tentang kehadiran raganya, tapi kehadiran lain yang justru lebih dari pada apa yang sudah-sudah.

Katakanlah Sera masih bisa mengatasi masalah Gisel. Namun ini lebih rumit karena keterlibatan orang yang bahkan tak pernah Sera sangka-sangka.

Pantas saja suaminya dan Kean itu, terkesan seperti sedang perang dingin yang tak pernah berkesudahan.

Kenyataannya Sehun tak hanya memendam satu wanita di hatinya. Itu yang kiranya Sera tahu dari semua penjelasan Rose. Sera tahu Sehun sudah pasti dikelilingi banyak wanita, tapi ekspetasinya terhadap ini tak pernah ada. Sera tak pernah membayangkan Sehun dengan semua kerumitan ini. Meski laki-laki itu memang rumit dan sulit ditebak.

Sera berdecak setelah Rose meninggalkannya di tempat kopi langganan mereka. Tanggannya kemudian meraih cangkir berisi hot breve latte dan memutarnya pelan. Seolah sekitarnya akan menyangka bahwa dia sedang berpikir. Namun, kenyataan otaknya sedang tak jalan sama sekali.

Sera merutuki diri karena hampir terjerat pada perasaan yang akan membuatnya jatuh. Sera meringis sambil menjatuhkan cangkir ditangannya agak keras. Ia bangkit dan pergi. Perut yang kian membesar itu membuat Sera jadi lebih sensitif dari biasanya.

"Aku masih tennis, kayanya 30 menit lagi beres. Kamu mau ke rumah mama sekarang?" dibalik telepon Sehun memperbaharui informasi soal kegiatannya. "Tunggu aku aja, ya? Janji gak akan kaya kemarin-kemarin." lanjutnya.

Sera diam sejenak, "Aku gak jadi ke rumah mama." ujar wanita itu saat berjalan keluar gedung mall.

"Terus sekarang langsung pulang?"

Sera berhenti sejenak, tiba-tiba saja ide muncul dipikirannya dan langsung tercetus di mulut, "Pergi berdua, yuk!" spontan saja ia ucapkan. Dengan cepat pula orang di seberang telepon mengiyakan ajakan itu dan bertanya pada Sera ke tempat mana wanita itu ingin pergi.

"Villa di lombok."

Memang tanpa rencana. Kali ini Sera mencoba untuk berpikir acak dan melakukan spontanitas.

Sehun terdengar keheranan, "Kamu serius?"

Mendapat jawaban seperti tadi, Sera seakan kembali waras, "Ck! Gak usah jadi!"

"Eh, eh kok gitu! Enggak-enggak, harus jadi. Aku pesen tiket dan jemput kamu sekarang, terus kita packing." Sehun segera meralat gelagatnya yang terdengar ragu pada ajakan Sera.

Tak membalas, Sera langsung memutuskan sambungan telepon. Kembali masuk ke gedung mall dan berjalan menuju kedai kopi lain yang ada di lantai satu. Kemudian memesan ice lemonade dengan sedikit gula.

---

Debur ombak yang menyapa telinga, pasir lembut yang menyentuh telapak kaki, dan genggaman tangan yang menabrak angin pantai sedang Sera rasakan bersama suaminya. Berjalan menyusuri pantai sambil ditemani sunset. Sore ini panas namun tidak begitu terik.

Sedari tadi Sera tak kunjung bicara, padahal wanita itu yang mengajak Sehun pergi dari Vila untuk memabahas sesuatu.

"Punggung sama kaki kamu aman?" tanya Sehun memastikan kondisi istrinya yang sedang hamil.

Sera hanya berdeham. Tatapannya masih mengarah pada air laut yang selalu senang membuat ombak dan suara deburan yang syahdu ditelinga setiap orang yang mendengarnya.

"Minggu depan kamu udah mulai cuti, kan?" Sehun masih berusaha membangun komunikasi.

"Ya.. mungkin.."

"Yang kuat ya, aku tau kamu sama Aksa pasti bisa."

Iya, Sehun sudah memberikan nama panggilan pada bayi mereka begitu tahu jenis kelaminnya.

"Boleh jujur?" kali ini Sera beralih memandang suaminya.

Tentu saja Sehun mengangguk. Tangannya kemudian menarik genggaman untuk mencium punggung tangan Sera.

"Aku.." Sera menjeda kalimatnya. Masih berusaha berani mengeluarkan apa yang ada dibenaknya sekarang.

"Kenapa Rara?" Sehun gemas sekali. Agaknya pria itu gregetan karena sang istri terlalu bertele-tele.

Sera diam kembali.

"Aku takut."

"Ra, i'm here. I promise."

"Don't promise me If you can't do."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Husband in LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang