43

86 23 2
                                    

Jalanan macet parah. Aku dan Seokmin yang menggunakan bus umum tentu saja terkena dampak itu, tapi naik kereta juga tidak mungkin karena stasiun sudah ditutup. Dengan kemacetan dan suasana kikuk yang menyeruak setelah festival di kampus tadi, aku merasa tersiksa. Entah mengapa aku jadi tidak bisa memunculkan topik untuk ngobrol dengan Seokmin dan aku pun tidak tahu mengapa anak itu jadi super pendiam. Seakan ia sedang ngambek.

"Kau serius mau mengantarku sampai rumah?" Tanyaku setelah bergelut dengan pikiranku untuk memulai percakapan dengan Seokmin.

Seokmin mengangguk. "Dari halte ke rumahmu memang tidak cukup jauh, tapi aku harus tetap memastikan kau sampai dengan selamat."

"It's alright, Seokmin. Lagian jalanan rumahku pasti masih ramai. Aku takut nanti kau tidak bisa pulang karena jadwal bus--"

"Aku menginap kalau begitu."

Aku segera menggeleng. "Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Ada Kak Joshua. Kamar Kak Seungcheol sudah disabotase, dan tidak ada kamar kosong untukmu." Jawabku cepat. Kalau Kak Joshua tidak berada di rumah, mungkin Seokmin bisa menginap dan aku tidak akan mempermasalahkannya.

"Aku bisa tidur di ruang tamu."

Enteng sekali jawabannya. Mentang-mentang sudah seperti anak Ibuku sendiri, ia jadi terbiasa menginap di rumah secara tiba-tiba. Memang, Ibu pasti tidak akan mempermasalahkan--malah senang karena rumah akan ramai--tapi kalau membiarkan Seokmin tidur di ruang tamu agak tidak mungkin. Pasti ujung-ujungnya memaksa Kak Seungcheol membagi kamarnya untuk Seokmin pula dan aku akan dimarahi Kakak kandungku itu. Plot yang sudah sangat jelas.

"Seokminnn..."

"Nanti aku langsung pulang abis nganterin kamu."

"Memang--"

"Taksi."

Oke. Aku segera menutup mulut. Lagi-lagi rasanya awkward dan bus berjalan sangat lama. Di sekitar kami sebenarnya ramai pula dengan anak-anak mahasiswa yang baru pulang dari festival yang sama dengan kami, tapi keramaian itu tidak membuat sepi yang hinggap di antara aku dan Seokmin pergi. Sepi yang seakan sengaja ingin mengulitiku hidup-hidup.

"Kau dan Eunha pacaran?"

"Kau dan Minghao pacaran?"

Pertanyaan terlontar secara bersamaan. Aku dan Seokmin bertatapan, sirat matanya sayu sekali. Sejak hari itu aku hampir tidak bisa mengenalinya sebagai Lee Seokmin sahabatku yang gila dan selalu riang. Tentu saja aku merasa kehilangan dan sedih.

"Aku tidak pacaran dengan Minghao." Aku menjawab cepat. "Tidak sampai kapan pun."

"Aku pacaran dengan Eunha."

Aku ingat pernah berbicara kepada Minghao soal betapa aku belum siap melihat sahabatku berpacaran. Makanya aku tidak heran saat dadaku sesak mendengar jawaban Seokmin. Rasanya sakit sekali sampai aku tidak sanggup meneruskan obrolan kami.

"Hm... selamat."

"Ya. Terus... kau dan Minghao, bagaimana?"

"Tidak ada apa-apa." Kataku sambil membuang muka ke luar jendela bus. Ingin rasanya aku berteriak kepada seluruh pengendara mobil untuk musnah dan bus bisa berjalan lebih cepat.

"Kau akan membiarkan Minghao menggantung seperti itu?"

"Aku sudah menolaknya, Seokmin. Aku tidak pernah menggantung perasaannya."

"Terus kau terima saja saat dia memelukmu tadi?"

"Ceritanya panjang."

"Tap--"

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang