15

106 20 0
                                    

"Jadi, bagaimana dengan Eunha?" Tanyaku pada Seokmin yang asyik membaringkan kepala di atas meja. Ia tampak lelah, mungkin kemarin sibuk berlatih di akademi.

 Ia tampak lelah, mungkin kemarin sibuk berlatih di akademi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perlahan Seokmin membuka kedua kelopak matanya. Tatapan matanya teduh sekali sampai aku terdiam selama beberapa saat, seakan terhipnotis. Entahlah. Aku juga tidak paham mengapa bisa seperti itu. Dadaku pun ikutan sesak, rasanya gugup tapi aku tidak mengerti, mengapa aku harus gugup?

"Eunha? Bagaimana?"

Kedua bola mataku terbelalak. Refleks aku menepuk punggungnya sampai ia meng-aduh. "Yaa! Kau, kan, lagi dekat sama adik kelas itu! Jung Eunha! Yang ngirim surat, itu loh..."

Seokmin tersenyum jail, meski kesakitan karena tepukanku--bahkan ia menggosok punggungnya sampai harus duduk tegak di kursi. Lalu ia terkekeh, membuat tatapanku makin sinis kepadanya. Bisa-bisanya ia menjahiliku. Saat aku ingin menepuk bahunya, Seokmin segera meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Aku sudah punya nomornya!!"

Kabar itu tidak terdengar menyenangkan di telingaku, walau wajah Seokmin tampak bahagia, seakan rasa lelahnya sudah lenyap. Aku hanya bisa menganggukkan kepala, tidak ada yang bisa ku tanyakan kepadanya lagi. Otakku tiba-tiba membeku.

"Lusa aku akan berkencan dengannya." Ujar Seokmin membuatku terperanjat. Ku tatap matanya lamat-lamat. Apakah aku tidak salah mendengar? Lee Seokmin? Berkencan!?

"Kau serius??"

Ia menganggukkan kepala. "Eum... aku jadi kepikiran sama pertanyaanmu yang lalu. Mungkin kalau aku berpacaran dengan Eunha, sebutan MT Couple bisa benar-benar hilang. Biar kau sama Mingyu bisa jadi lebih dekat."

Sialan.

Eh? Kenapa aku kesal? Bukankah ini salah satu jalan yang bagus? Kalau aku dan Mingyu tidak berhasil berpacaran (dan tidak akan pernah berhasil), masih ada Seokmin dan Eunha. Apabila mereka jadian, sebutan MT Couple kan, bisa hilang dari jidatku. Aku tidak perlu dibeda-bedakan lagi oleh orang. Tapi, kenapa rasanya tidak menyenangkan? Ada apa dengan diriku?

"Baguslah." Kataku datar. Pikiranku runyam, aku tidak bisa berpura-pura senang.

"Kau dan Mingyu bagaimana?"

Ingin sekali aku menertawai diri sendiri. Baru semalam aku ngobrol dengan Minghao, tentang niatku yang ingin bercerita kepada Seokmin soal hubunganku dan Mingyu (yang direncanakan) tidak berhasil. Tapi kalau sudah ditanya begini dengan fakta bahwa ia dekat denhan Eunha, aku jadi gengsi. Mungkin aku akan mengatakannya di lain waktu.

"Baik." Jawabku.

"Sudah berapa kali kencan?"

Aduh... Lee Seokmin sudah dalam mode kepo. Aku ingin sekalu menyumbat mulutnya dengan kertas catatanku.

"Dua kali." Aku berusaha memutar otak untuk mengganti peran. Daripada ditanya dan skakmat, aku ingin menjadi penanya saja.

"Ke--"

"Jadi kau sama Eunha mau ke mana?" Tanyaku hingga ia menghentikan pergerakan bibirnya. Seokmin itu gampang sekali diubah fokusnya. Jadi jangan heran kalau ia akan termakan kail yang sudah ku lempar agar topik kami berubah.

"Kau ada ide, tidak?"

Tuh, kan. Lee Seokmin kalau sudah begini di waktu yang tepat membuatku bersyukur. Setidaknya dia menjadi teman yang tidak mengesalkan. Tidak seperti Minghao yang pasti akan terus mencecarku hingga rahasiaku terkuak, makanya aku tidak bisa main rahasia-rahasiaan dengannya.

"Bagaimana kalau mengajaknya kencan ke cafe?"

~~~

"Saya belum dapat info menarik soal Pansori dan Hangeul, Bu." Dengan lirih aku berkata kepada Mrs. Bae. Sudah beberapa minggu ini aku berusaha mencari data soal Pansori dan perkembangan Hangeul, tapi tidak ada penjelasan yang menarik untuk dikembangkan menjadi pertunjukan Changgeuk.

"Masa?"

Aku mengangguk. "Sebenarnya intinya sama, seniman dan penyanyi Pansori mengingat cerita dan sejarah kerajaan dari buku lalu mengajarkannya ke anak-anak siswanya secara diam-diam selama kependudukan Jepang, Bu."

"Ya, kembangkan itu." Katanya membuatku menahan napas.

"Sudah ke perpus?" Tanyanya lagi.

Kembali ku anggukkan kepala. Entah karena aku sedang stuck atau memang aku tidak punya kemampuan seperti yang orang-orang bilang, kali ini aku tidak mendapatkan data yang bisa ku kembangkan menjadi cerita naskah Changgeuk yang harus ku selesaikan selama sebulan ini untuk lomba naskah akhir tahun nanti. "Belum ada yang menarik untuk saya kembangkan jadi cerita, Bu."

Mrs. Bae menghela napas panjang. Perempuan berusia 40 tahun itu tampak kecewa dan aku pun sama kecewanya seperti beliau. Kecewa kepada diri sendiri yang belum kunjung bisa memberi pembuktian kepada orang lain bahwa aku bisa menulis naskah pertunjukan yang baik. Tidak ada yang bisa ku katakan kepada Mrs. Bae, jadi kami diam selama 3 menit.

"Kau tidak mau mengubah jenis naskah pertunjukanmu? Coba ikuti lomba naskah modern atau mungkin kau tertarik dengan musikalisasi puisi? Kalau memang belum punya ide untuk Changgeuk, jangan dipaksakan, nanti malah tidak akan jadi." Jelas Mrs. Bae terdengar sabar sekali. Aku sampai tidak enak hati.

"Akan saya pikirkan, Bu."

"Baiklah." Mrs. Bae menarik lacinya, ia mengambil sebuah buku berwarna kemerahan dan meletakkan di hadapanku.

Beating Broadway: How to Create Stories for Musicals that Get Standing Ovations.

Buku yang tidak asing karena aku pernah disuruh menulis ulasannya pada pelajaran Mrs. Bae di semester lalu.

"Baca lagi buku ini." Kata Mrs. Bae mendorong buku itu ke arahku. "Kalau bisa minggu depan kau sudah membuat sedikit draft naskahmu. Waktu semakin mepet, jangan sampai kau tidak bisa ikut lomba kali ini."

"Baik, Ibu." Ucapku sambil mengambil buku tulisan Steve Cuden, co-writer dari pertunjukan ternama; Jekyll Hyde itu. Lalu aku pun pamit, berniat meninggalkan ruangan dosen saat mataku bertemu dengan kedua mata Seokmin yang tengah berbincang dengan dosen Vokal.

Kami bertatapan selama beberapa saat, hingga rasa malu menjalar saat aku sadar bahwa ia pasti mendengar apa yang tengah ku bicarakan dengan Mrs. Bae tadi. Tiba-tiba ruangan dosen menjadi sumpek, refleks aku berlari kecil keluar ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Seokmin.

Begitu keluar, langkahku membesar. Aku ingin jauh-jauh dari Seokmin! Aku malu! Malu minta ampun! Apalagi saat aku sadar ia mengejar sembari memanggil namaku di sepanjang koridor.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang