Masih teringat dengan jelas hari di mana pengumuman perlombaan naskah jurusan keluar. Saat itu aku berdiri di depan papan pengumuman, bersama Seokmin yang tidak pernah lepas dari sisiku. Aku membaca urutan nama pada sebuah kertas, dan Seokmin ikut membaca dengan keras sembari menaruh tangannya di pundakku. Berbeda denganku yang gugup, ia santai dan seakan percaya kalau aku bisa menduduki peringkat 3 besar. Pria itu pula yang memaksaku ikut lomba dan memilih naskah Singing Stars dari tiga naskah yang ku buat.
"Eh?"
Tangan Seokmin di pundakku bergerak menelusuri kertas itu. Aku tidak seheran dirinya, tapi jelas aku juga mendesah saat tidak melihat namaku di urutan tiga besar. Pundakku turun, semangatku jadi hilang.
"Kau bilang kali ini akan menang, kan?"
Suara Kak Jeonghan membuatku terhenyak. Nadanya sangat tidak enak didengar seakan mencemoohku. Seokmin yang tidak tahu kondisi malah menyapa senior termenyebalkan itu dengan sopan. Aku malah sudah hilang hormat kepadanya sejak lama.
"Ternyata kau tidak sehebat yang ku kira. Semangatmu saja yang besar, tapi buktinya... nomor urut sembilan." Kak Jeonghan menyeringai.
Kalau manusia itu bisa bersikap lebih baik, ketampanannya mungkin akan membuatku bertekuk lutut. Tapi karena ia bukan orang yang baik, apalagi saat mendengar kata-katanya yang nyelekit hati, ketampanannya sirna. Aku bahkan bisa membayangkan dua tanduk muncul di kepalanya, seperti iblis yang harusnya dimasukkan ke dalam neraka paling dalam oleh Tuhan.
"Nomor urut sembilan adalah pencapaian yang hebat untuk mahasiswa baru." Kata seseorang di belakangku. Hal yang mengejutkan, tapi juga menyenangkan karena aku bisa menyunggingkan senyuman di balik rasa sedih yang menggerogoti.
"Eh? Minghao, ya? Anak nyentrik." Ujar Kak Jeonghan melihat ke belakangku. Aku jadi ikut berbalik, menemukan Minghao dengan jaket denim robek-robek berdiri menatap papan pengumuman.
Aku dan Minghao memang sekelas tapi kami tidak pernah mengobrol sebelumnya. Melihatnya memujiku, sekalian menegur Kak Jeonghan yang memang mulutnya perlu dibekap, adalah sesuatu yang menakjubkan. Apalagi Minghao termasuk anak yang aktif dan sering dipuji oleh dosen di kelas. Diajak bicara oleh Minghao menjadi sebuah privilage karena dia tipe yang tidak banyak bicara di luar kelas.
"Sooah hebat! Minghao benar!" Seokmin berseru, menangkupkan wajahku menggunakan kedua tangannya.
"So sweet sekali, sih, MT Couple tahun ini!"
Lantas aku melepas diri dari Seokmin dan melotot padanya agar berhenti membuat kami makin disangka sebagai pasangan. Ku lirik pula Kak Jeonghan yang menyeringai, yang barusan menggoda kami dengan panggilan yang paling ku benci.
"Kamu bukan couple, ya. Catat itu di ingatanmu, Kak!" Kataku penuh penekanan kemudian berlalu dari Papan Pengumuman.
Di hari yang menyebalkan itu, hanya satu yang membuatku tersenyum, yakni kalimat Minghao. Dan aku mencatat kata-katanya dalam buku diary-ku sebagai hiburan di balik kekalahan yang membuatku enggan mengikuti perlombaan selama beberapa tahun setelahnya. Sampai aku bertemu dengan Mrs. Bae.
"Karena dasar naskahmu sudah ada, perkembangannya jadi cepat, ya? Minggu depan sudah bisa ikut pendaftaran perlombaan, kan, Sooah?" Tanya Mrs. Bae mengembalikan kesadaranku ke masa kini. Aku segera mengangguk, senyumku lebar sekali sampai pipiku berkedut.
"Bagus. Saya cuma mau kamu memilih diksi yang lebih baik, terus kalau bisa masukan referensi lagu yang melodinya seperti lagi-lagu yang kau buat di sini." Jelas Mrs. Bae yang segera ku catat di buku kecilku.
"Jangan lupa tambahkan penggambaran tata panggung agar naskahmu lengkap dan mudah dibayangkan juri. Kau bisa mendesainnya, kan?"
"Bisa, Bu." Jawabku semangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
FanfictionSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.