37

77 26 0
                                    

Lega sekali rasanya begitu naskahku berhasil terkirim ke panitia perlombaan yang ku ikuti. Jujur saja aku berharap banyak, apalagi Mrs. Bae sudah banyak membantuku. Bahkan sebelum mengirimkannya aku masih disuruh untuk merevisi beberapa kata yang sebenarnya tidak apa-apa kalau ku biarkan, tapi demi membersihkan nama Choi Sooah sebagai seseorang tak berprestasi, aku akan melakukannya. Toh, aku juga ingin membuktikan kepada orang-orang seperti Kak Jeonghan dan Dosen Cha kalau aku bisa memenangkan sebuah perlombaan. Jadi naskahku harus baik. Tidak perlu sempurna, yang penting mendekati sempurna.

Langkahku riang sekali, bahkan ketika aku keluar kamar dan menemukan Kak Seungcheol tengah duduk di atas sofa. Tidak seperti biasanya ia mau bersantai di luar kamar, biasanya kerjaannya cuma di kamar terus. Sebenarnya aku ingin menggodanya, tapi urung karena suasana hatiku sedang baik.

"Yaa! Ambilkan aku air!" Seru Kak Seungcheol tidak melepas fokus dari layar ponselnya.

"Ambil sendiri!"

"Yaa! Sooah!"

Aku tahu ia kesal. Tapi aku malas meladeninya dan duduk dengan santai di dekat pantry, memakan keripik kentang yang ku beli beberapa waktu lalu. Kak Seungcheol akhirnya menatapku juga, kedua matanya membelalak marah, yang ku balas dengan wajah congak sambil menyantap Keripik kentang dengan sedikit fancy.

Segera aku melarikan diri begitu Kak Seungcheol berdiri ingin menyergapku. Dan tentu saja ia berhasil mengejarku. Dengan cukup keras ia mencekik leherku menggunakan lengannya yang kekar. Aku heran bagaimana bisa ia memiliki lengan yang kekar kalau kerjaannya cuma di depan layar komputer.

"Kak S... Kak!!!!"

"Cepat minta ampun!!" Kak Seungcheol memekik tepat di samping telingaku.

"Yaa!!" Aku balas berteriak sambil menepuk lengannya. "Lepasin!!"

"Minta maaf!"

"Nggak mau!!! Kak Seungcheol pemalas!!"

"Apa!?"

Sergapan Kak Seungcheol makin erat. Aku sampai terbatuk-batuk. Dia memang semenyeramkan itu, tapi aku sudah biasa. Jarang-jarang aku menemukannya di luar kamar, jadi mempermainkannya sesekali tidak akan membuatku mati.

Gencetan lengannya pada leherku pun melemah. Ia menghela napas panjang lalu menjitak kepalaku gemas. "Kau ini!"

Aku terkekeh lalu menyodorkannya keripik kentang yang masih tersisa banyak. "Tumben, kenapa kau keluar kamar?" Tanyaku.

"Menunggu Joshua."

"Hah?"

Kak Seungcheol mengusap puncak kepalaku sekilas sebelum berjalan mendekati kulkas untuk mengambil minum. Aku takut salah dengar, jadi ku ikuti langkahnya ke kulkas. "Serius?"

"Sebentar lagi sampai." Katanya sambil melihat ponsel.

"Joshua Hong?"

"Kak Joshua!" Koreksinya.

"Eh? Kenapa kau tidak bilang dia bakal dateng ke Korea?" Tanyaku penasaran, mencoba melirik layar ponselnya, ingin melihat apakah ia sedang berkomunikasi dengan Joshua Hong, sahabatnya itu, atau tidak.

"Kalau kau tahu, nanti kau pasti akan melakukan sesuatu yang memalukan."

"Heh! Kata siapa?"

Kak Seungcheol mendecakkan lidah. "Dua tahun lalu, siapa, ya, yang pesan ayam goreng 3 dus waktu dia baru datang? Tahu sendiri dia masih jet lag, belum lagi beberapa bungkus Sphagetti yang kau beli. Kau pikir Joshua mau makan itu berhari-hari selama di Korea!?"

Iya, memalukan. Kalau diingat lagi aku merasa geli sendiri. Karena itu aku segera menyuapkan keripik kentang ke dalam mulut Kak Seungcheol agar ia diam.

"Dalam rangka apa ia ke Korea?" Tanyaku dengan mata berbinar. Aku suka sekali dengan sahabat Kak Seungcheol itu. Selain ganteng, perangainya bisa bikin aku jatuh cinta berkali-kali.

"Mengunjungiku."

Refleks aku mendesis.

"Tuh, kan, dia datang!'

Aku segera berlari mengikuti langkah Kak Seungcheol yang besar keluar rumah. Di depan sana, aku bisa melihat sebuah taxi terparkir, bagasinya terbuka dan di hadapannya terpampang nyata seorang Joshua Hong menggunakan mantel panjang berwarna hitam sedang melambai ke arah kami. Sangking senangnya aku memekik lalu memeluknya erat, mengindahkan tatapan Kak Seungcheol yang seakan ingin memakanku hidup-hidup.

"Yaa!!" Pekik Kak Seungcheol.

Ku dengar Kak Joshua tertawa. Dengan erat ia balas memelukku lalu mengusap puncak kepalaku dengan lembut. "Sooah, bagaimana kabarnya?"

"Aku baik!! Kau sendiri, apa kabarmu, Kak?"

"As you can see," ia melebarkan tangan. "Aku senang sekali bisa kembali ke sini."

"Hah. Senang bisa menemuiku lagi lebih tepatnya." Kak Seungcheol menggeser tubuhku agar ia bisa berpelukan dengan Kak Joshua. Menyebalkan sekali mendengar pernyataannya itu, meski benar sekali pun.

"Kau akan menginap di sini, kan?" Tanyaku sambil memperhatikan pria berambut hitam itu membayar si supir taxi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau akan menginap di sini, kan?" Tanyaku sambil memperhatikan pria berambut hitam itu membayar si supir taxi.

"Iya, pasti." Jawabnya. "Kalian mau menerimaku, kan?"

Kepalaku bergerak naik turun dengan sangat riang. Jangan heran. Di depan Kak Joshua aku bisa berubah seperti anak kecil berumur 5 tahun yang dijanjikan sebungkus permen. Mungkin karena aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri, yang lebih ku sayangi daripada Kak Seungcheol. Dan, ya, aku juga dulu pernah menyimpan rasa kepadanya.

Saat aku berniat menggaet tangan Kak Joshua untuk masuk ke dalam rumah, Kak Seungcheol tiba-tiba menahanku. Aku ingin misuh-misuh karena tindakannya, tapi tatapan mata Kak Seungcheol menyuruhku untuk melihat ke seberang jalanan dimana sebuah mobil terhenti. Mobil yang ku kenali dengan baik.

Tubuhku menegang seperti manekin dalam toko. Aku ingin kabur tapi kalau sudah begini, tentu saja, tidak bisa.

"Ayo masuk, Josh!" Seru Kak Seungcheol meninggalkanku di depan rumah bersama Kak Joshua.

"Sooah?"

"Ssst... temannya datang." Ku dengar Kak Seungcheol berkata sambil menyeret koper.

Aduh. Aku tidak tahu orang yang kini menurunkan jendela mobil itu temanku lagi. Pria yang kemudian memarkirkan mobilnya di depan rumah dan turun memelukku erat.

"Kau membuatku khawatir, Sooah."

Perlahan aku menarik tubuhku menjauh. Mataku tidak sanggup untuk membalas tatapannya yang intens. "Kenapa kau ke sini, Minghao?"

"Temani aku latihan ke akademi. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu." Kata Minghao sambil memegang kedua bahuku. "Dia tertarik dengan naskahmu."

"Naskah?"

"Singing Stars."

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang