Seokmin tertawa lebar saat Paris terus menggonggong padanya, minta digendong dan dielus. Sesuai janji, hari ini aku mentraktirnya makan di cafè anjing favorit Seokmin. Aku sudah berkali-kali bilang padanya untuk mengadopsi Paris (kalau diperbolehkan), pasalnya anjing itu sudah mengenal Seokmin dengan baik, begitu pula sebaliknya. Tapi karena Seokmin masih suka sibuk di luar kosan, ia tidak berani mengambil resiko.
"Jadi, kau masih latihan di akademi?" Tanyaku setelah ia bercerita tentang jenis pertunjukan yang castingnya akan diikutinya bulan Februari nanti.
"Iya." Seokmin mengangguk. "Mulai minggu depan sudah masuk lagi."
"Baguslah. Kau masih muda, aku yakin kau cukup diperhitungkan di akademimu."
"Tapi kalau aku gagal casting lagi, bagaimana?"
Refleks aku memukul bahunya hingga Paris memarahiku, anjing itu menggonggong ke arahku seakan tidak ingin pria di hadapanku itu disakiti. Tentu saja Seokmin tertawa dan menenangkan Paris, aku jadi harus meminta maaf kepada hewan kecil itu beberapa kali sampai ia tenang.
"Kenapa kau jadi pesimis, sih?" Rutukku kesal.
Seokmin mengedikkan bahu. "Aku takut, Sooah. Rasanya seperti mengikuti perlombaan saja."
"Ya, jangan kalah sebelum berperang, dong! Kau belum casting tapi sudah berpikir yang tidak-tidak."
Ia akhirnya diam. Kata-kataku pasti membuatnya skakmat. Tapi akhir-akhir ini aku memang heran dengan sikapnya yang jadi lebih murung. Entah akibat kegagalannya beberapa waktu lalu atau ada sesuatu yang membuat motivasinya turun.
"Aku ingin melihatmu menjadi King Arthur." Kataku mengingat betapa kerennya seorang Seokmin bernyanyi di depan kelas menjadi King Arthur saat roleplay kelas akting.
Kedua alis Seokmin terangkat. Perhatiannya pada Paris teralihkan. "King Arthur?"
"Iya, Seokmin." Aku tersenyum lebar. "Kau ingat, kan, roleplay di kelas akting bersama Taehwan? Aku tidak lagi mengenalmu sebagai Seokmin waktu itu. Kau totally berubah seperti the real King Arthur!"
"Rasa panas yang memenuhi dadaku~~ dapatkah ku atur amarah ini? Bagaimana jika aku gagal? Akankah aku memiliki masa depan yang buruk?"
Aku tidak bisa menahan senyum. Suara Seokmin memang bagus sekali. Aku yakin kalau ia sering berlatih menyanyikan part King Arthur itu.
"Putri Guinevere? Maukah kau menikah denganku?" Tangan Seokmin terjulur, ia menatapku dengan sangat intens dan aku mengangguk, meletakkan tanganku di atas tangannya--berpura-pura mengikuti naskah yang bahkan tidak ku tahu ada atau tidak.
Seokmin tertawa kecil, ia menggenggam tanganku erat. "Ayo ke Guchong!"
Aku segera menarik tanganku dan menjitak kepalanya pelan. Guchong adalah kantor catatan sipil, tempat orang-orang mendaftarkan pernikahan. Gila memang temanku. Mana ada Guchong di zaman King Arthur. Sedangkan Seokmin tertawa lebar, tidak peduli dengan beberapa pengunjung yang melirik kami dengan heran.
"Ayolah Putri Guinevere!"
"Gila!"
"Omong-omong... Minghao sudah menghubungimu lagi?"
Tawaku segera punah saat Seokmin, out of nowhere, menanyakan soal Minghao. Aku menggelengkan kepala lemah. Sejak hari di mana Minghao mabuk, ia tidak berkabar sama sekali. Aku pun jadi ragu bertanya, takut perhatianku menimbulkan kembali hal yang ingin ia sudahi.
"Kau sudah hubungi dia?"
Aku menggeleng kembali dan mengubah perhatianku kepada beberapa anjing di hadapan kami. Pertanyaan itu lebih baik tidak perlu ditanyakan, biarkan waktu akan menjawab bagaimana hubungan kami kelak.
"Sooah," Seokmin memanggil.
"Hm?"
"Coba kau hubungi Minghao."
"Tidak dulu."
"Kenapa?"
"Waktu, Seokmin." Kedua mataku menyorotinya tajam. "Biarkan ia sendiri dulu selama beberapa waktu."
Seokmin menelan ludah. Ia tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala. "Aku harap hubungan kalian akan baik-baik saja."
"Aku juga harap begitu." Kataku pelan, mengembuskan napas panjang. Ah... aku punya pertanyaan penting untuk Seokmin!
"Bagaimana hubunganmu dengan Eunha sekarang?"
Pertanyaan itu terus menghantuiku akhir-akhir ini dan sesuai dugaanku, Seokmin wajahnya seperti baru saja mendengar kabar buruk, masam dan tidak ada senyumnya sama sekali. Aku menyadarinya sejak mempertanyakan hubungan Seokmin dan Eunha sebenarnya. Rasa-rasanya ada yang aneh, dan sebagai sahabat aku ingin tahu ada apa gerangan--meski hubungan mereka bukan urusanku.
"Hmm... yeaaa... baik."
"Kau sering pergi kencan sama dia selama liburan ini?"
"Yaa... dia sering ngajak aku kencan."
Aku gemas sekali. Seokmin menjawab tanpa ekspresi yang memperlihatkan kalau ia tengah menjalin hubungan spesial dengan seorang perempuan. Wajahnya datar sekali, seakan aku adalah wartawan yang menuntutnya pertanyaan menyebalkan.
"Bagus." Ucapku kikuk. "Jadi, bagaimana rasanya pacaran?"
Seokmin menyeringai. "Biasa saja."
Refleks aku menyikutnya. Biasa bagaimana!? Seorang Seokmin yang terbiasa berprilaku super ekstra merasa biasa saja punya pacar!? Tidak masuk akal!
"Awww... kenapaa?" Seru Seokmin dengan kedua mata melebar.
"Kau beneran suka sama Eunha nggak, sih!?"
"Suka nggak suka aku yang pacaran, kan? Kau kenapa sih... kepo banget."
Menyebalkan. Aku mengerucutkan bibir, "ya... soalnya aku heran. Di tempat ini kau yang bilang kalau kau tidak menyukainya, tapi tiba-tiba kalian berpacaran. Bagaimana aku tidak kepo?"
"Perasaan kan bisa berubah." Kata Seokmin kemudian. Ia menatapku selama beberapa saat dan aku pun hanya bisa diam. Ia benar tapi aku masih merasa ada yang aneh dengannya.
"Kau tidak konsisten."
Seokmin menaikkan salah satu alisnya. "Perasaan memang tidak bisa konsisten, Sooah."
"Aneh... aku masih ada yang aneh dengan kalian."
"Kau yang aneh." Kata Seokmin dengan suara yang kecil. "Perbaiki dulu hubunganmu dengan Minghao baru komentari hubunganku."
~~~
Aku sakit hati!
Meski Seokmin bicara dengan suara yang kecil, aku tetap mendengarnya!
Memang hubunganku dengan Minghao belum baik, tapi aku ingin memberikan waktu untuknya. Aku tidak ingin terlalu perhatian atau memaksanya untuk baik-baik saja. Dan aku sadar, mungkin aku juga terlalu kelewatan mengomentari kehidupan percintaannya dengan Eunha.
Tapi, apakah salah seorang sahabat ingin tahu soal hubungannya? Ingin memperingatkan kalau-kalau Seokmin punya tujuan yang buruk?
Aku kenal Seokmin sejak lama dan melihatnya merajut hubungan dengan Eunha sangat tidak masuk akal. Sikapnya juga tidak memperlihatkan kalau ia benar-benar menyukai gadis itu. Aku takut kalau ia melukai orang lain atau bahkan dirinya sendiri.
Apakah salah bersikap seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
Fiksi PenggemarSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.