25

117 26 1
                                        

Seokmin mengusap puncak kepalaku begitu ia tiba di kelas. Tentu saja aku terkejut dan segera menepis tangannya dari sana. Beberapa teman kelas bahkan melihat dan menyahut menggoda kami. MT Couple benar-benar belum bisa hilang dari nama belakang kami, apalagi aku dan Seokmin masih sering bersama di tengah kesibukannya sebagai aspiring musical actor sekaligus mahasiswa dan mentor vokal. Dan aku juga hanya berteman dengannya, juga Minghao yang--talks about that devil--baru datang, dan duduk di sampingku. As always, posisiku berada di antara mereka.

"Kalian kapan mau nonton La Lumiere?" Minghao bertanya membuka obrolan pagi ini. Bukannya bertanya soal kabar atau hari, ia malah mengingatkanku akan tugas review yang akan dikumpulkan 2 minggu lagi mengenai salah satu pertunjukan musikal bertema Perang Dunia ke-II itu.

Lantas aku menghela napas panjang. "Bisa kita bicarakan lain waktu? Pagi-pagi langsung tugas."

"Ya, selagi aku masih ingat." Kata Minghao sewot disambut tawa Seokmin yang tidak ku pahami, obrolan bagian mana yang lucu baginya.

Berteman dengan kedua manusia itu selama duduk di bangku kuliah, setelah sekian semester membuatku paham perangai mereka dengan cukup baik. Minghao yang selalu serius dan tidak bosan membicarakan tugas, sesuai dengan sebutannya sebagai mahasiswa berprestasi, serta Seokmin yang polos, selalu tersenyum seakan beban hidupnya tidak pernah ada. Anehnya, meski sifat mereka berbeda, Minghao dan Seokmin cocok berteman walau tak jarang aku menemukan mereka beradu mulut. Dan aku seperti penetralisir bagi kedua manusia itu, yang terkadang melereai mereka atau membantu Minghao menyudutkan Seokmin yag terlalu polos dan jail.

"Kalian mau nonton bareng atau sendiri-sendiri? Bukannya kalian sibuk sekali, ya, di akademi?" Aku segera bertanya sembari menyandarkan punggung di kursi agar bisa memperhatikan keduanya di antaraku.

"Aku bisa hari kamis, jam 7 malam." Minghao berkata sembari melihat jam tangannya. 

"Boleh! Boleh!" Seru Seokmin. "Aku juga bisa."

Dibandingkan dua orang yang sibuk itu, aku tentu punya waktu yang lebih bebas. Karena tidak punya urusan disamping perkuliahan dan bimbingan, aku mau tak mau mengikuti jadwal yang mereka. "Oke, siapa yang mau pesan tiketnya?"

"Aku saja." Kata Minghao meraih ponsel dari kantong jumper hijau yang ia kenakan hari ini. Baju yang nyentrik, tapi karena aku sudah terbiasa melihat fashion-nya yang nyentrik abis, hal itu jadi biasa di mataku.

Aku masih ingat dengan jelas, saat pertama kali aku bertemu Minghao di kelas. Anak itu menggunakan jaket flanel outer merah yang benangnya menjuntai-juntai. Ia menggunakan celana jenas biasa, tapi pada kantongnya terdapat rantai panjang yang terjahit hingga ke lutut. Belum lagi aksesoris yang ia kenakan, cincin, anting serta bucket hat berwarna hitam membuatnya makin menjadi perhatian utama.

Berbeda denganku dan Seokmin yang cupu. Pertama kali masuk kelas, kami malah mengenakan kemeja seperti orang yang akan melamar kerja. Bukan ideku, tapi ide Seokmin yang menakut-nakutiku, ia bilang kalau masuk kelas harus rapih, kalau tidak kami akan dikeluarkan dosen. Anehnya aku percaya, padahal Kak Seungcheol sudah pernah kuliah--dan aku tidak menanyakan hal itu padanya.

"Oke." Ucapku sembari memperhatikan Minghao yang duduk dengan santai di sampingku.

Saat asyik memperhatikannya, perutku disikut oleh Seokmin. Aku berbalik ke samping dan menemukan susu kotak berukuran sedang di depan mataku. 

"Minumlah." Ucap Seokmin menarik tanganku dan meletakkan susu itu di sana. 

Satu hal yang ku suka dari sifat Seokmin. Dia penuh perhatian dan kejutan meski lebih sering mengesalkan. Terkadang ia bisa normal membawakanku susu seperti hari ini, tetapi di lain waktu ia bisa saja membawakanku telur rebus atau cemilan cumi kering besar yang baunya bisa bikin seisi kelas memarahinya. Begitulah sahabatku.

"Thanks." Kataku lalu menyeruput susu itu menggunakan sedotan.

Belum juga susu itu ku teguk, bau dan rasa aneh menjelajar di lidah. Refleks aku menyemburkan susu itu tepat di wajah Seokmin yang tersenyum lebar di hadapanku. 

"YAA! LEE SEOKMIN! INI SUSU BASI!"

~~~

Tatapan Minghao menghunus tajam kepada Seokmin yang baru saja mencuci mukanya dari semburan susu basi yang--untungnya--belum sempat ku teguk. Aku pun sudah menyipit tajam kepada pria berhidung bangir itu. Bisa-bisanya ia ingin meracuniku di pagi buta. Tahu bersalah, Seokmin menundukkan kepala, ia mengusap wajahnya menggunakan tisu lalu membungkukkan badan. 

"Maaf." Ucapnya.

Aku menarik napas, rasa kesal masih membara di dadaku. Baru saja aku memuji kebaikannya, ternyata zonk. Ia malah mengerjaiku dengan susu basi. Kejailannya sudah keterlaluan, apa ia tidak membayangkan kalau aku bisa mati keracunan karena susu basi?

"Kau sudah keterlaluan!" Seru Minghao sembari memijit pelipis. Ia sama sepertiku sudah lelah dengan kelakuan Lee Seokmin.

"Maaf." Kata Seokmin lagi. Badannya belum tegak ia tampak sangat bersalah dengan tindakannya.

Bahkan karena kejadian itu, aku dan Minghao memutuskan untuk bolos masuk ke kelas. Selain menunggu Seokmin mencuci muka, aku harus menetralisir lidah dari susu basi yang memuakkan. Aku tidak habis pikir ternyata rasanya susu basi di luar pemikiranku selama ini. Sangat bau dan menjijikkan.

Meski kesal, aku akhirnya menarik Seokmin untuk berdiri tegak. Ia tetap ketakutan, daritadi enggan menatap mataku atau Minghao. Aku jadi merasa kasihan apalagi kelihatannya ia tidak tahu kalau susu itu basi--karena kalau tidak, ia pasti sudah menghindar dariku saat susu itu ku minum. Terlebih lagi ia terkena semburanku tepat di wajah sampai ia harus muntah beberapa kali di toilet akibat bau susu basi tersebut.

"Sudahlah." Minghao mendecakkan lidah. "Kita sarapan saja!"

"Kau benar. Lidahku masih terasa aneh." Kataku sembari menarik Seokmin.

"Perutku juga kosong setelah muntah." Tambah Seokmin dengan bibir yang mengerucut, ia masih menundukkan kepala dan Minghao menahan tangan untuk tidak meninjunya.

"Ayolah! Makan di restoran luar kampus saja sekalian. Seokmin yang bayar, bagaimana?"

Tawaranku membuat Minghao menyeringai sedangkan Seokmin ber-hah ria, terkejut dengan apa yang ku katakan. Kalau sudah begini ia tidak boleh lari. Apalagi aku masih dendam dengan susu basinya--walau ia tidak sengaja sekali pun. Sebelum Seokmin sadar 100%, aku segera menariknya keluar gedung kampus diikuti Minghao yang berjalan santai di belakang kami.

"Yaa! Aku tidak bawa uang!"

"Santai! Dompetmu ada di tas, kok!" Minghao menyahut, mengangkat tas Seokmin yang dipegangnya daritadi.

"Sial!"

"Sial!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang