21

112 24 5
                                    

Mrs. Bae menganggukkan kepala, ia tengah membaca naskah Singing Stars yang sedikit berubah dari naskah aslinya. Aku merasa gugup menunggunya selesai membaca, bahkan aku tidak bisa berhenti mencubit pahaku untuk menahan rasa takut itu. Untung saja kondisi ruangan dosen tidak begitu ramai, Pak Cha pun tidak ada--sejak ia selalu menanyaiku tentang Seokmin aku jadi selalu memastikan keberadaannya di ruangan dosen.

"Cukup oke." Kata Mrs. Bae, mengembalikan naskah itu kepadaku. "Scene bintang jatuhnya kau hilangkan, ya?"

"Iya, Bu."

Sejujurnya aku tidak tahu Mrs. Bae tahu naskah aslinya. Soalnya Singing Stars tidak pernah ku obrolkan dengan beliau. Pokoknya sejak kejadian nomor urut sembilan di papan pengumuman, aku langsung menaruh naskah itu ke dalam kotak file dan tidak ingin mengobrolkannya dengan siapa pun.

"Kau, tahu, kan? Kalau saya pernah menjadi juri di lomba yang kau ikuti dulu?"

Napasku tercekat. Aku tidak tahu sama sekali karena nama juri tidak diumumkan. Ada rasa malu menggerogoti dadaku, takut Mrs. Bae memberikan komentar yang buruk tentang naskah yang dulu.

"Naskahmu bagus. Sayangnya waktu itu pemenang lomba harus mempresentasikan hasilnya di festival kampus. Dan... tokohmu adalah anak kecil. Jadi, naskahmu tidak bisa dipilih. Kau paham itu, kan?"

Selama beberapa saat rasanya aku tidak bisa berkutik. Fakta yang dibeberkan Mrs. Bae cukup mengejutkan, tapi aku paham. Karena saat menonton festival aku segera terpikirkan, bagaimana kalau naskahku menang? Bagaimana caranya aku mencari talent utama, yakni anak kecil? Mungkin akan sangat ribet. Apalagi aku masih mahasiswi semester awal.

"Naskahmu ini masterpiece, so meaningful. Tapi kau harus melewati beberapa hal untuk menuju ke sebutan itu." Ujar Mrs. Bae sembari tersenyum. Ia menekan naskahku menggunakan jari telunjuknya. "Ikuti catatan yang saya beri."

"B-baik, Ibu."

"Naskahmu saya terima." Kata Mrs. Bae, kini menjulurkan tangannya di hadapanku. Dengan kikuk aku menerima tangan beliau, menjabatnya dengan perasaan membuncah di dada.

"Selamat, Choi Sooah."

~~~

Rasa bahagia membuncah dari hatiku. Tentu saja aku senang sekali setelah berjabat tangan dengan Mrs. Bae yang akhirnya meloloskan naskahku ke tahap selanjutnya, tahap yang lebih berat agar naskahku bisa lolos seleksi di perlombaan nanti. Begitu keluar dari ruang dosen aku bergegas ke kelas, langkahku jadi terasa lebih ringan dan dunia jadi lebih berwarna.

Sudah lama aku tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Penantian lamaku akhirnya tercapai juga meski harus menggunakan naskah yang sudah pernah kudebutkan di dunia perlombaan.

"Dari mana?" Minghao bertanya begitu melihatku duduk di sampingnya.

"Toilet." Bohongku segera mengalihkan kesibukan mengubek-ubek tas untuk mengeluarkan alat tulis. Aku tidak ingin Minghao tahu soal naskahku yang diterima.

Tidak sampai aku lolos seleksi perlombaan.

Seokmin yang duduk di samping Minghao hanya bisa ikut menatapku curiga. Kedua manusia itu terlihat heran. Apakah senyumku terlalu lebar?

"Sooah, kau habis mengeluarkan beban di perut, ya?" Akhirnya Seokmin menyahut, ia memegang perut dengan wajah yang menyebalkan.

Karena kesal aku mendesis sambil melemparkan pulpen kepadanya. Seokmin meringis, "ya, habisnya kau terlihat lebih.... segar. Seperti beban hidupmu sudah terangkat."

"Benar." Ucap Minghao.

Aku mengedikkan bahu, meraih pulpenku kembali dari tangan Seokmin. Mungkin aku tampak egois karena tidak ingin memberitahukan kabar bahagia itu kepada kedua sahabatku. Tetapi aku benar-benar ingin mengikuti lomba dalam keadaan tenang. Aku tidak ingin Minghao dan Seokmin ribut, membanggakan diriku ke orang-orang di sekitar mereka (apalagi Seokmin) sedangkan naskahku belum tentu lolos tahap penyeleksian.

"Mencurigakan." Kata Minghao lagi. "Pasti ada sesuatu."

"Benar panggilan alam sepertinya." Ujar Seokmin sembari menggelengkan kepala.

Kedua manusia itu membuatku gemas. Ku tatap mereka dengan seringai di wajah. Memperhatikan Minghao yang melirik Seokmin dengan tajam, sedangkan Seokmin menatapku sinis. Ia tampak sedang berpikir. Entah memikirkan panggilan alam atau ada ide lain tercipta di kepalanya.

"Awas saja kalau kau tidak berbagi kabar bahagia kepadaku." Ujar Minghao dengan napas yang terhela pasrah.

"Kabar bahagia apanya?" Seokmin bertanya.

Sumpah, deh. Seokmin ini polos sekali. Aku sampai tergelak di kursi sedangkan Minghao hanya bisa mengepalkan tangan di atas meja, menahan diri untuk tidak memberikan bogem kepada Seokmin yang menatapnya penuh tanya.

"Hahahaha... kalian gemas sekali!"

"Eh, serius, deh... ini ada apa sebenarnya?" Tanya Seokmin lagi yang kali ini sukses membuatku tertawa seperti orang kesetanan di kursiku.

~~~

Berhubung Seokmin dan Minghao mulai sibuk, mulai beberapa hari ke depan aku akan lebih sering sendiri. Hal yang menyedihkan karena aku yang sudah terbiasa dengan kehadiran mereka di sisiku jadi kesepian. Aku pun tidak bisa nebeng Minghao pulang atau diantar Seokmin. Mulai hari ini seorang Choi Sooah akan menjadi mandiri di kampus seperti apa yang pernah diinginkannya.

Ya, aku memang pernah menginginkan kemandirian ini. Pasalnya sejak mengenal Seokmin, aku sepertinya tidak pernah lepas dari manusia itu sejak semester pertama. Kemudian muncullah Minghao di semester ketiga yang juga selalu bersamaku sejak itu. Bukannya tidak bersyukur karena punya teman yang oke, tetapi aku merasa terlalu manja dan terbiasa mendapatkan pertolongan mereka di kala aku kesusahan.

Tapi kali ini aku pasti bisa mandiri! Aku tidak boleh kalah dengan ketakutanku.

"Mau mengembalikan buku, ya?"

Bulu kudukku meremang, Mingyu berbisik tepat di samping telingaku sampai aku berbalik dan memundurkan langkah agar wajah kami tidak begitu dekat. "Kau mengejutkanku, Mingyu!"

"Ya, kenapa kau berdiri terus di sini? Masuklah." Kata Mingyu menunjuk perpustakaan jurusannya menggunakan dagu.

Rasanya memalukan kalau aku mengaku takut untuk masuk sendirian ke sana. Jadi aku hanya meringis. "Sebentar lagi masuk. Kau mau ke mana?"

"Ah! Kau mau temani aku ke Hongdae?"

"Eh?"

"Aku temani kau masuk, setelah itu ke Hongdae, ya!?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku temani kau masuk, setelah itu ke Hongdae, ya!?"

Aku menyesal menanyakan topik itu. Sekarang Mingyu malah menyeretku masuk ke dalam perpustakaan, mengantarku ke pustakawan untuk mengembalikan buku yang pernah ku pinjam beberapa hari yang lalu. Tangan Mingyu anteng memegang lenganku, seakan aku anak ayam yang tidak boleh lepas dari induknya.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang