60

89 23 0
                                    

Lama-lama, kiblat musikku akan berubah total. Sejak akhir tahun kemarin, aku sering sekali pergi ke kawasan Hongdae untuk menonton mini konser atau jamming penyanyi-penyangi indie. Tentu saja aku tidak pergi sendiri, melainkan bersama Mingyu. Korban telunjukku itu ternyata asyik dijadikan tempat curhat dan ia mengenal kedua sahabatku--yang entah masih bisa disebut sebagai sahabat atau tidak--jadi sarannya pun masih bisa ku terima. Sayang sekali aku tidak benar-benar menyukai Mingyu. Kalau iya, drama kehidupanku sekarang pasti tidak akan terjadi.

"Hah." Mingyu mendengus. "Fansmu banyak sekali. Ke dukun mana, sih?"

Refleks aku memukul bahunya. "Mana aku mau seperti ini!"

Mingyu nyengir. Ia memperhatikan ke depan panggung, sebuah solois bernyanyi mendayu. Penyanyi indie, tentu saja. Seorang perempuan berambut panjang yang disebut sebagai Luli Lee. Suaranya lembut sekali, sempat ku pikir ia adalah IU saat mendengarnya bernyanyi.

"Kau harus cepat-cepat punya pacar, Sooah!"

Aku menggelengkan kepala, menyesap bir dingin pelan. Saat ini aku belum fokus mencari pacar, selain memikirkan persahabatanku, aku juga memikirkan masa depanku. Memikirkan naskah yang harus cepat rampung dan perusahaan yang harus ku pilih untuk magang semester depan. Aku baru sadar semester baru akan dimulai saat melihat berita di TV soal Musim Semi.

"Kan, heran, deh!" Ujar Mingyu mendelik. "Kau, ini normal nggak, sih!?"

"Normal!!" Aku sewot dan hal itu membuat Mingyu cekikikan.

"Kau serius normal?"

Sekarang aku harus menahan tangan untuk tidak mencubit lengannya yang, baru ku sadari, kekar.

"Menurutmu mereka itu kenapa, sih?"

"Mereka hanya kumpulan cowok naif yang baru berani mengungkapkan perasaan, Sooah. Mereka baru ngerasain rasa menggebu untuk memilikimu."

"Memang tipe anak-anak baik, ya mereka. Tipe yang menyimpan rasa lama-lama. Terus... BOOM! Ada pemantik yang bikin mereka kalang kabut. Begitu, kan?"

Mingyu tertawa mendengar metaforaku, tapi ia setuju. "Ya... begitu."

"Tapi kenapa aku!" Rutukku frustasi. Kali ini menegak bir lebih banyak hingga isinya sisa setengah.

"Ya, takdirmu. Mungkin karena kau pada dasarnya cuek dengan perasaanmu sendiri, jadi Tuhan ingin kau lebih peka sekarang. Membuatmu lebih normal."

Kali ini aku tidak menahan diri untuk mencubit lengannya. Mingyu mengaduh lalu menggosok lengannya yang memerah. Kesal sekali aku mendengar sebutan tidak normal itu kepadaku.

"Tapi, aku tidak heran, sih, kalau Seokmin sampai bersikap seperti itu." Kata Mingyu kemudian. Aku meliriknya penuh tanya.

"Maksudku, Seokmin tipe orang yang seperti itu, bukan? Dia akan mengorbankan diri agar orang-orang di sekitarnya bahagia. Dia ingin kau dan Minghao bersama meski ia harus memaksa diri menyukai Eunha."

"Iya, bodoh."

Mingyu tergelak lalu meminum bir dan mengunyah kacang di dekat kami. "Aku heran dengan pemikirannya."

"Sejak bertemu dengannya aku sudah heran, Mingyu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejak bertemu dengannya aku sudah heran, Mingyu. Kau harus tahu bagaimana kacaunya MT-ku waktu itu. Terus kemarin, dia bilang kalau MT adalah hari keberuntungannya! Gila!"

"Dia butuh orang normal."

"Ya, dan aku tidak normal katamu."

Tawa Mingyu kencang sekali sampai aku harus menunduk karena suaranya menggelegar di bar. Padahal ada penyanyi yang tengah bernyanyi di atas panggung.

"Yaa!" Aku berbisik, memukul lengannya. Mingyu melipat bibir, berusaha menahan tawa. "Sorry sorry."

"Terus Minghao?"

"Ia juga tidak normal. Butuh perempuan normal yang bisa mengatasi tingkahnya yang kadang ajaib."

Mingyu menutup mulut agar tidak tertawa terlalu lebar. Entah mengapa kalimat yang keluar dari mulutku bisa menjadi punchline yang tepat untuk Mingyu. Ia sampai memegang perut yang mungkin terasa geli sekarang. Aku jadi ikut terkekeh.

"Kalau aku? Bagaimana?"

Aku menggelengkan kepala lemah. Ku tatap Mingyu dengan lirih. "Tidak ada harapan. Karmamu terlalu banyak sampai kayaknya tidak akan ada perempuan yang mau kepadamu. Apa sudah siap menjadi perjaka tua, Tuan Kim Mingyu?"

Pada saat itu juga leherku tercekik oleh sosok manusia bernama Kim Mingyu. Untung saja aku tidak mati. Hanya Mingyu saja yang hampir diusir dari bar karena tidak bisa menahan tawa.

~~~

"Kau tidak punya teman perempuan, apa!?"

Aku terkejut saat Kak Seungcheol berdiri di hadapanku begitu aku masuk ke rumah. Ia bersidekap, menatapku dengan tajam seakan siap mengulitiku hidup-hidup. Ia pasti mengintip saat Mingyu mengantarku pulang di depan rumah tadi.

"Nggak." Jawabku lugas. "Mereka semua membenciku di kampus karena dekat dengan dua cowok berprestasi sejurusan."

Kak Seungcheol terkejut. Ia mengekoriku masuk ke kamar, masih melipat tangan di depan dada. "Kau serius?"

Tentu saja. Mungkin ada perempuan yang ingin berteman denganku, tapi mereka tertahan karena takut kena umpatan. Aku, sih, sudah pasrah. Menurutku tidak perlu sibuk mencari teman, terkadang kalau sudah ditakdirkan, seseorang akan menjadi dekat dengan sendirinya. Seperti Mingyu.

"Terus, tadi, siapa?"

"Mingyu. Temanku."

Kedua alis Kak Seungcheol terangkat. "Teman? Jangan sampai ia juga menyimpan rasa padamu? Nanti bukan lagi cinta segitiga tapi segi empat."

Aku menggeleng sambil menahan tawa. "Mana ada!"

"Ei... kemarin kau juga mengelak, tapi benar, kan? Seokmin menyukaimu?"

"Kakk..." aku merengek. "Mingyu ini... ceritanya panjang. Pokoknya dia hanya teman saja, oke?"

Kak Seungcheol mendengus. "Tadi Minghao datang."

"Eh?"

"Dia tidak menghubungimu?"

Masih di depan pintu, Kak Seungcheol berdiri memperhatikanku yang sibuk menyalakan laptop untuk mengerjakan naskah. "Tidak, Kak."

Lalu aku mengecek ponsel. Minghao benar-benar tidak menghubungiku.

"Terus, dia bilang apa?"

"Cuma nanya kau keluar dengan siapa."

"Kau jawab apa?"

"Dengan pria bermobil BMW 4-Series warna Biru Metalic."

Aku tertawa mendengar jawaban Kak Seungcheol. Tapi jawaban itu juga sudah jelas untuk Minghao. Pria itu pasti tahu kalau aku pergi dengan Mingyu. Cuma aneh saja, mengapa ia tidak menghubungiku kalau ingin ke rumah. Ya, meski ia juga sering datang tiba-tiba, sih.

"Eh tapi serius... cowok tadi cuma temanmu, kan?"

"Iya, Kak!!"

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang