42

82 27 1
                                    

Begitu pertunjukan Minghao selesai, aku buru-buru ke backstage diikuti Seokmin yang ku tarik tangannya agar ia tidak bisa mengelak. Lagipula dengan adanya Seokmin, aku bisa sedikit rileks di depan Minghao. Setidaknya anak itu bisa menahan perasaannya di depanku kalau ada Seokmin, kan?

Aku dan Seokmin menyeruak, membelah lautan manusia lalu pergi ke belakang panggung, memperlihatkan ID Card yang ku dapatkan dari Minghao agar bisa ke belakang panggung dengan mudah. Untung saja teman kelasku banyak yang menjadi panitia, jadi sebenarnya ID Card itu tidak terlalu berguna. Di belakangku, Seokmin hanya bisa mengikuti, tidak ku pedulikan suara desahan napasnya yang menjadi kode kalau ia ingin sekali kembali ke tribun penonton.

"Minghao!!" Pekikku tak tertahankan menghampiri Minghao yang tengah menyeka peluh menggunakan handuk.

Ia tersenyum penuh lalu mengerutkan dahi menyoroti tanganku yang masih bergenggaman dengan Seokmin. Aku tidak mempermasalahkan itu, malah ingin memegang tangan Seokmin lama-lama, tapi sahabatku itu malah melepasnya. Seperti yang sempat ia katakan untuk menolak ajakanku ke backstage, Seokmin pasti tidak enak hati.

"Minghao! Kau keren sekali!" Seru Seokmin kikuk, berbeda sekali seperti Seokmin yang ku kenal.

"Thank you." Sahut Minghao.

Aku yang berada di antara mereka jadi ikutan kikuk. Suasananya tidak semenyenangkan suasana saat kami berkumpul dulu. Inilah efek perasaan yang menyebalkan. Kalau saja Minghao tidak menyimpan perasaan kepadaku.

"Kalian pergi bersama?"

"Y-ya." Jawabku gugup. "Bagaimana perasaanmu?"

Semoga pertanyaanku bisa mengubah topik yang jadi sensitif itu. Aku tidak paham mengapa Minghao tidak ingin melihatku bersama Seokmin, padahal kami sudah bersahabat sejak lama.

"Baik. Aku sudah memberikan yang terbaik di depan sana, meski, ya, banyak yang miss juga."

"Kau sudah lakukan yang terbaik." Kataku mencoba menghiburnya, padahal aku tidak begitu fokus menonton pertunjukannya tadi.

"Kak Seokmin!"

Kami bertiga refleks menoleh ke Eunha yang datang dengan riang menghampiri Seokmin. Aku dan Minghao menganggukkan kepala, yang dibalas Eunha dengan bungkukan badan. Gadis itu cantik sekali dengan jaket hitam kepanitiaan dan riasan wajah natural. Aku merasa sangsi dengan dandananku yang super biasa malam ini. Tapi, untuk apa juga aku tampil cantik?

"Waahh! Kak Minghao keren sekali! Aku terpukau di sisi panggung melihatmu, Kak!" Puji Eunha kepada Minghao yang tersenyum tipis.

"Terima kasih."

"Kak Seokmin! Kakak sampai kapan di sini?"

Aku memperhatikan Seokmin dan Eunha. Kedua orang itu, entah sejak kapan, berpegangan tangan. Aku tidak tahu apa hubungan mereka sebenarnya, apalagi Seokmin pernah mengaku kalau ia sebenarnya tidak menyukai Eunha. Apakah mungkin perasaan Seokmin berubah? Apakah mungkin mereka berdua sudah berpacaran sekarang? Terus, pertanyaan-pertanyaan Eunha soal Min--

"Sooah."

Minghao memanggil, ia melempariku dengan handuk yang ia gunakan untuk melap peluhnya. Cepat-cepat aku melempar handuk itu kembali padanya. "Yaa!"

"Temani aku ganti baju." Pintanya yang terdengar seperti memerintah.

Bahkan tanpa ingin mendengar jawabanku, ia sudah berjalan keluar dari kawasan panggung. Mau tak mau aku mengikutinya dari belakang. Misuh-misuh sendiri karena Minghao seperti tuli, ia tidak peduli dan terus berjalan ke gedung Fakultas Sosial yang ku yakini menjadi basecamp kepanitiaan karena letaknya yang berdekatan dengan panggung utama Festival.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang