Aku dan Mingyu duduk di depan bar, menikmati permainan band indie ternama Korea, Land Of Peace. Tidak henti-hentinya Mingyu menggerakkan kepala, bukan karena musik band indie yang permainan bassnya menonjol itu, melainkan karena mendengar cerita dan penjelasanku tentang sesuatu yang ia pertanyakan sejak lama. Pria itu menyeringai, menyesap bir yang ia pesan dari bartender. Matanya nyalang memperhatikan orang-orang di sekitar panggung.
"Jadi, kau beneran milih dia?"
Kepalaku bergerak ke atas dan ke bawah. "Aku sadar kalau dia memang pria terbaik untukku."
"Memang paling enak menjilat ludah sendiri, ya?"
"Memang." Aku mengakui, tidak ingin berkilah.
Mingyu tergelak. Ia menggelengkan kepalanya lagi. Aku tahu, ia pasti tidak percaya dengan apa yang terjadi. Tentang keputusanku yang sebenarnya cukup mengejutkan juga bagi diriku sendiri.
"Satunya lagi gimana?"
"Seperti yang kau tahu. Dia tidak banyak komentar."
"Tapi persahabatan kalian bagaimana?"
"Aman."
"Bagaimana bisa?" Tanya Mingyu terhenyak di kursinya. Kini ia memangku wajah menggunakan tangan kiri, menatapku penasaran.
"Aku mungkin terkesan egois. Tapi aku bilang kepada mereka kalau aku tidak mau persahabatan kita hancur. Jadi, ku paksa mereka untuk bersikap seperti biasa."
"Gila."
"Iya." Kataku sambil menggaruk tengkuk. "Tapi aku dan dia nggak gimana-gimana, kok."
"Yah... mau bagaimana pun juga kalian sudah sibuk magang."
"Betul." Aku menjentikkan jari. "Intensitas pertemuan kami juga sudah berkurang. Dan yang penting komunikasi seperti biasa."
"Ku harap dia bisa cepat move on."
"Makanya kau carikan dia cewek yang baik dong!"
Suara musik masih terdengar dari pengeras suara. Musik Land Of Piece tidak begitu keras, hanya pada tempo-tempo tertentu yang naik jadi aku dan Mingyu bisa ngobrol intens. Ya, meski pada akhirnya kami tidak fokus menonton band indie ternama itu.
"Kayak dia bisa dekat dengan perempuan saja."
Aku mendelik. "Memangnya aku bukan perempuan!?"
Mingyu tertawa. "Kau beda."
Benar-benar. Karena aku tidak mau kejadian pengusiran terulang, aku menyikut pinggangnya agar ia bisa diam. Mingyu mengatupkan mulutnya, tapi wajahnya tidak bisa berbohong ingin tertawa lebih kencang.
"Terus... sekarang kau main sama aku seperti ini bagaimana? Pacarmu tidak marah?"
"Awalnya aku nggak ngomong sama dia, karena aku juga sudah janji sama kau buat ceritain semuanya, kan?" Aku mengerucutkan bibir, sedangkan Mingyu menganggukkan kepala. "Masalahnya dia ngeliat chat kita, terus..."
"Terus..."
"Habis latihan dia bakal jemput aku katanya."
Detik berikutnya Mingyu tergelak. "Asalkan aku tidak diberi bogem mentah saja, sih."
"Kayak dia berani."
"Untuk pacarnya tercinta harus berani, dong."
Aku mendecakkan lidah. Mungkin dia memang berani memberikan bogem kepada Mingyu. Tapi ia tidak akan berani melakukan di depanku. Tidak akan karena aku akan memarahinya. Lagipula hal itu juga tidak akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
FanficSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.