58

80 23 0
                                    

Mobil Minghao melaju dengan cepat menuju kosan Seokmin. Setelah menceritakan kronologis yang terjadi di halaman rumah beberapa waktu lalu, pria itu segera membanting stir dan membawaku bertemu Seokmin yang dipanggilnya brengsek. Wajah Minghao mengerikan sampai aku harus menelan ludah berkali-kali, memintanya untuk mengantarku pulang tanpa harus bertemu Seokmin. Tapi Minghao keras kepala.

Begitu gedung apartemen tempat Seokmin terlihat, jantungnya berdegup 5x lipat lebih cepat. Untuk ke sekian kalinya aku menahan tangan Minghao untuk tidak turun dari mobil tapi pria itu menepisnya dan beranjak keluar. Aku segera berlari mengejarnya, perasaanku kalut sekali.

"Hei, Min--"

BUK!

Minghao menggerakkan tangan kanan, menahan perih setelah memberikan bogem mentah pada Seokmin yang tersungkur. Aku sudah memekik daritadi bersama Eunha yang berjongkok melihat keadaan pacarnya.

"Minghao, ayo pulang!" Ucapku kencang, mencoba menarik tangannya, lagi-lagi ia menepis, menunjuk Seokmin tepat di depan wajah.

"Kau! Brengsek!"

BUK!

Hatiku sesak sekali sampai air mataku tumpah dari pelupuk mata. Aku mencoba menahan tangan Minghao, memeluknya sambil terisak. Memintanya berhenti memukul Seokmin yang tidak berdaya, kebingungan. Sedangkan Eunha memekik tertahan, "berhenti, Kak!! Berhenti!!"

"Minghao!" Bentakku sambil menangkupkan wajahnya untuk melihat mataku. Matanya berair, aku tahu, ia menahan tangis, tidak sanggup memukul sahabatnya sendiri.

"Kak Minghao, kenapa!?" Tenggorokan Eunha tercekat, ia menangis di samping Seokmin yang meringis kesakitan.

"Brengsek!" Minghao menghempaskan tubuh Seokmin yang sempat ia tahan kerah bajunya. "Kalau kau suka dengan Sooah, ngapain pacaran dengan Eunha, hah!?"

Seokmin tidak berdaya. Ia sebenarnya bisa melawan, tapi aku tahu ia tidak sanggup melakukannya kepada Minghao. Kedua bibirnya bergetar, ia mendorong Minghao menjauh, merapikan pakaian yang berantakan dan menepis tangan Eunha yang ingin menghapus darah dari bibirnya.

"Kau brengsek, Lee Seokmin! Gila!"

"Iya! Aku gila! Kenapa!?"

Minghao mengepalkan tangan, hampir memberikan bogem mentah yang ke sekian itu ke wajah Seokmin, yang syukurnya bisa ku tahan. "Minghao!!"

"Aku suka dengan Sooah! Dan aku menerima Eunha agar kalian bisa bersama, bangsat! Aku mencoba move on dan mengikhlaskan kalian bersama!!"

Napasku tercekat, kedua mataku melebar menatap Seokmin yang mulai menangis. Eunha terkesiap di sampingnya, mengusap air mata yang makin deras. Aku pun demikian. Selama beberapa saat, kami terdiam. Hanya suara isakan Eunha yang terdengar kencang.

"Ayo, pulang, Minghao." Kataku lirih sambil menarik tangannya. Kali ini Minghao tidak menepisku, tapi tubuhnya lemas sekali sampai aku harus menahan pinggangnya agar tidak terjatuh.

"Aku suka dengan Sooah sejak lama, Minghao! Lebih dahulu darimu! Dan... hiks... aku mencoba merelakan kalian! Bangsat!" Seokmin bersumpah serapah. Tangisnya membuatku teringat sosoknya yang sensitif, Seokmin yang punya hati super lembut. Dadaku makin sesak, rasanya ingin memeluk Seokmin dan memintanya berhenti mengungkapkan apa yang ia rasakan. Aku tidak sanggup mengetahui itu semua.

"Kenapa kau tidak bilang, brengsek!? Kenapa harus melukai perasaan orang lain!? Kenap--"

"KARENA AKU TIDAK MAU MERUSAK PERSAHABATAN KITA!!"

Air mata yang daritadi ku coba tahan sedikit-sedikit tidak bisa lagi ku bendung. Ia mengalir deras dari pelupuk mata. Hatiku sakit sekali, seakan ada godam besar yang menghempasnya. Hancur lebur. Menyisakan tubuh yang tidak berdaya.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang