30

113 27 0
                                        

Tangan Seokmin ku tarik kuat-kuat menuju halte bus. Anak itu ingin pulang bareng saat secara tidak sengaja kami bertemu di dekat gerbang kampus. Ia sebenarnya ingin menunggu Minghao yang menurut perkiraan waktuku, akan keluar dari parkiran mobil 5 menit lagi. Tapi hari ini aku tidak ingin pulang bersama Minghao. Selain anak itu mungkin sibuk berlatih di akademi, aku juga tidak ingin menemuinya untuk sementara waktu.

"Min--" aku membekap mulut Seokmin yang hampir memanggil Minghao dan membawanya masuk ke dalam bus. Begitu duduk di salah satu sisi kursi, aku melepas bekapanku yang tidak berguna (Minghao tidak akan mendengarnya di balik mobil) dan memperhatikan mobil Minghao yang melaju menjauhi kawasan kampus.

"Kau membayarkan busku hari ini?" Tanya Seokmin dengan kedua mata membulat.

"Iya." Jawabku keki mencoba menenangkan dada. Aku gugup luar biasa, sumpah!

"Kenapa kau tidak mau pulang bareng dengan Minghao?" Tanya Seokmin lagi. Ia kali ini menyipitkan mata, heran dengan kelakuanku yang tidak pernah menghindari Minghao sebelumnya.

"Ah... d... dia mau ke akademi! Kau tahu, kan? Pertunjukannya sudah dekat?" Tanyaku retoris dan Seokmin mempercayaiku dengan mudah.

"Kau... kau tidak ke akademi hari ini?" Tanyaku balik setelah merasa tenang, apalagi bus yang kami naiki sudah berjalan hingga mesin penghangat menyala dan membuatku rileks.

"Libur." Jawab Seokmin dengan senyum teramat lebar. Ia mendekatkan wajahnya ke arahku. "Mau jalan-jalan, nggak?"

"Hah?"

"Kita ke Cafè Anjing, yuk!"

~~~

"Pariss! Duduk!"

Aku memperhatikan Seokmin berjongkok, bermain dengan anjing berjenis Pomeranian berwarna cokelat muda yang dinamai sebagai Paris itu dengan asyik. Bukannya pulang ke rumah, aku malah mengikuti ajakan Seokmin ke Kawasan Seogyo, lebih tepatnya ke Cafè Anjing bernama Cloud with Sky. Untung saja jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku, jadi jalur bus yang diambil tidak berubah banyak. Ajaib sekali Seokmin itu, ia tidak pernah lelah, padahal hari ini jadwal kelas cukup padat. Hanya aku yang lemas, duduk di salah satu bangku memperhatikan anjing-anjing berkeliaran di sekitarku.

Bukannya tidak suka dengan hewan menggemaskan itu. Aku suka sekali dengan anjing. Hanya kondisiku saja yang lemah dan banyak pikiran sekarang. Apalagi setiap membayangkan kejadian di Studio Seni Rupa beberapa jam yang lalu.

"Sooah!" Seokmin menyahut. Ia melambaikan tangan, menyuruhku menghampirinya. Setidaknya Seokmin bisa mengalihkan pikiranku dari kenangan itu.

"Kenapa?" Sahutku balik, sama sekali tidak bertenaga untuk berdiri.

"Sini!" Titahnya keras kepala.

Aku mendecakkan lidah, dengan malas berjalan menghampirinya dan ikut berjongkok mengelus si Paris yang duduk anteng di hadapan kami.

"Kau lihat matanya?" Tanya Seokmin mengelus daerah dekat mata si Paris. Aku mengangguk, memperhatikan mata Paris dengan saksama. Ada apa dengan mata anjing itu? Apakah ia terluka? Ataukah warna matanya berbeda seperti anjing kebanyakan sampai Seokmin memaksaku mendekat?

"Mata kalian mirip." Kata Seokmin membuatku segera menepuk lengannya dengan pelan.

"Yaa!"

Seokmin tertawa sampai matanya tidak terlihat, aku jadi tidak bisa tidak tersenyum. Ia jadi tampak menggemaskan, dan kalau dipikir bukan aku yang mirip dengan anjing. Seokmin lebih mirip dengan hewan itu, tingkahnya, kesetiaannya dan raut wajahnya yang sangat polos. Secara impulsif aku mengangkat tangan kananku dan mengusap puncak kepala Seokmin dengan lembut.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang