Aku sangat bersyukur kehidupan kampus mulai menampakkan kesunyian. Minggu UAS sudah selesai dan aku tidak perlu berlama-lama di tempat laknat itu. Tidak perlu bertemu Seokmin atau Minghao lagi, tidak bertemu Dosen Cha yang masih memanggilku sebagai Pacar Seokmin, dan pastinya tidak perlu mendengar seruan orang tentang kualitasku yang tidak selevel dengan kedua sahabatku (yang entah masih bisa ku sebut sebagai sahabat atau tidak). Bimbinganku dengan Mrs. Bae juga pindah via online agar aku bisa menikmati akhir tahun sembari menunggu pengumuman lomba.
Walau hubungan persahabatan kami 'rusak', aku tetap ingin datang ke pertunjukan Minghao nanti. Bersama Seokmin, tentu saja. Kami sudah berjanji pergi bersama karena ia juga tidak punya teman--Eunha sibuk menjadi panitia pula.
Dan beruntungnya, ada Kak Joshua di rumah, jadi pikiranku bisa sedikit teralihkan dari permasalahanku dengan Minghao. Kedua orangtuaku juga senang dengan kehadirannya, sampai kami memutuskan merayakan natal yang tidak pernah kami rayakan sebelumnya.
"Mau ikut beli perlengkapan natal, nggak?" Kak Seungcheol muncul dari kamarnya, diikuti Kak Joshua yang sudah mengenakan mantel tebal untuk menghalau udara dingin di luar. Salju pun sudah turun sejak beberapa hari yang lalu, tanda musim dingin secara officially dimulai.
Dengan cekatan aku bangkit dari sofa menuju kamar untuk mengambil mantelku. "Ikut!!!"
"Cepat!"
Setelah memastikan pakaianku aman dari udara dingin, juga memasukkan hot pack ke dalam kantung mantel, aku pun keluar rumah dan masuk ke dalam mobil Kia Morning keluaran 2008 milik Kak Seungcheol yang dibelinya tahun lalu di sebuah pelelangan mobil. Di bagian kursi depan Kak Joshua dan Kak Seungcheol sudah duduk dengan sabuk pengaman yang telah terpasang, siap berangkat daritadi.
"Hih. Heran. Sejak kau ada, sikapnya berubah seperti anak SMP." Kata Kak Seungcheol yang segera ku hadiahi dengan tepukan keras di bahunya.
Senyum Kak Joshua manis sekali. Ia terkekeh pelan lalu menyerahkanku beberapa bungkus permen. Sikap yang tidak pernah berubah sejak aku kecil. Selalu saja membawa permen dan memberikannya padaku setiap Kak Seungcheol bersikap menyebalkan.
"Tapi Sooah bakal selalu kelihatan kecil di mataku. Kau pun merasakan hal yang sama, kan, Seungcheol?"
"Hah... bayi besar begini tidak bisa dimanjakan terus, Josh. Nanti dia keenakan."
"Maaf, ya, kau tidak pernah memanjakanku." Selorohku tidak terima. Kerjaan Kak Seungcheol cuma di kamar melulu. Saat aku kewalahan dengan Minghao dan Seokmin saja ia hanya menertawai dan mencemoohku.
"Heh! Aku selalu ada mendengar masalah hidupmu, ya." Protesnya meski tetap fokus ke jalanan.
Aku mendengus. "Dan kau selalu mengataiku, Kak. Untuk apa aku bercerita kalau kau saja tidak memberikanku saran yang bijak?"
"Yaa! Dari awal aku sudah memperingatkanmu, bukan? Kalau kau tidak boleh bersahabat dengan pria? Tapi, apa? Sekarang kau rasakan akibatnya."
Ish. Aku jadi makin kesal karena Kak Seungcheol membawa masalah itu lagi. Sembari mengerucutkan bibir aku menyandarkan tubuh di punggung kursi. Ku tendang kursi Kak Seungcheol pelan sampai Kak Joshua menegur kami berdua untuk berhenti bertengkar.
"Yaa!" Serunya menggelegar. "Mana sopan santunmu, anak kecil!?"
"Umurku cuma beda dua tahu denganmu, ya!" Balasku memekik dengan kesal.
"Yaa... berhenti... berhenti." Kak Joshua menyuruhku untuk tetap tenang karena aku berusaha menggapai kantong mantel Kak Seungcheol.
"Jadi, sekarang, sahabatmu menyukaimu, Sooah?"
Aku mengangguk.
"Terus? Kau menyukainya juga? Atau..."
"Tidak." Aku menjawab cepat sembari menggelengkan kepala. "Aku hanya menyukainya sebahgai sahabatku, Kak. Bagaimana bisa aku menyukainya lebih dari itu."
"Bisa saja."
"Tapi tidak."
"Dia mungkin menyukai sahabatnya yang lain." Sahut Kak Seungcheol yang langsung ku beri tepukan keras pada bahunya. Mulutnya memang tidak bisa dijaga.
"Tidak. Aku tidak menyukai Seokmin."
"Oh jadi kau punya lebih dari satu sahabat?"
"Ada dua lebih tepatnya."
"Dan dua-duanya laki-laki. Playgirl sekali." Cemooh Kakak Kandungku yang sekarang lebih tampak seperti iblis. Mulutnya memang ingin ku bungkam pakai gochujang.
"Sahabatmu yang satu tahu?"
"Nah itu. Aku juga penasaran... Seokmin bagaimana, Sooah? Dari awal aku pikir dia yang menyukaimu. Malah manusia seperti Minghao yang menyukaimu." Ujar Kak Seungcheol ikut penasaran.
Kalau Kak Joshua bisa langsung menatapku sambil membalikkan badannya, Kak Seungcheol sesekali melirikku dari kaca spion tengah--ia masih harus fokus melihat jalan, apalagi salju sudah turun jadi jalanan agak licin.
"Seokmin tahu... dia... dia baik-baik saja."
"Serius?"
Aku tahu, Kak Seungcheol bisa mendengar nada suaraku yang gamang. Tapi kalau dilihat sekarang, Seokmin sepertinya baik-baik saja meskipun kami jadi jarang berhubungan. Aku tidak tahu ia masih kecewa atau tidak.
"Akhir tahun nanti aku akan pergi bersama Seokmin ke Festival Kampus. Tidak ada masalah." Kataku sambil mengangguk.
"Baguslah."
"Jadi, bagaimana dengan sahabatmu yang lain?" Tanya Kak Joshua kemudian.
"Entahlah, Kak." Dengan lemas aku menyandarkan tubuh di kursi. Kak Joshua menaikkan kedua alisnya, menatapku penuh tanya. Ia pasti ingin memberondongiku dengan ribuan pertanyaan, tapi menungguku menjelaskan sendiri.
"Dia terkesan... memaksa? Entahlah. Padahal aku sudah menolaknya berkali-kali."
"Dia orang yang tangguh." Sahut Kak Seungcheol.
"Dia anak terbaik di jurusan Sooah." Tambahnya.
"Wow! Bukannya itu keren sekali?"
Aku menghela napas panjang. "Aku tidak suka dengan orang yang berprestasi di kampus. Sangat tidak suka."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.